GeRAK Aceh Barat Minta Pecat Oknum Aparat yang Bertingkah Laku Gaya Preman
Font: Ukuran: - +
Reporter : akhyar
DIALEKSIS.COM | Aceh Barat - Koordinator Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat, Edy Syahputra mengecam sikap represif yang diduga dilakukan oleh oknum aparat.
Insiden pemukulan ini terjadi terhadap salah satu peserta aksi demo pada hari peringatan Hari Anti Korupsi di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Barat.
Ia mengatakan, dari video dan dokumentasi lapangan yang tersebar dan juga berita via media yang tersiar, insiden ricuh yang berujung pemukulan itu diduga dilakukan secara sengaja sehingga mengakibatkan Deni (korban) mengalami muntah-muntah dan saat ini korban sedang di rumah sakit.
Deni, korban pemukulan yang diduga dilakukan oleh Oknum Aparat Aceh Barat. [Foto: Dialeksis/Akh]
"Atas dasar ini, kami mengecam tindakan represif yang kami anggap telah mencederai nilai-nilai demokrasi dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia," kata Edy kepada reporter Dialeksis.com, Aceh Barat, Jumat (10/12/2021).
Pihaknya juga meminta agar insiden ini dilakukan proses penyelidikan oleh Polda Aceh dan memeriksa Kapolres beserta petugas di lapangan, bila benar terbukti melakukan pemukulan, maka GeRAK Aceh Barat juga menutut agar oknum tersebut dipecat secara tidak terhormat.
"Kami menduga oknum tersebut telah melanggar etika kelembagaan Polri yang memuat pedoman berperilaku anggota, baik Tribrata sebagai pedoman hidup, Catur Prasetya sebagai pedoman kerja, dan sumpah/janji anggota Polri sebagai abdi negara," ujarnya.
Bagaimanapun, kata dia, atas insiden yang dilakukan oknum tersebut, hal ini telah mencoreng citra kepolisian yang humanis dan profesional sebagaimana yang sedang digembor-gemborkan oleh Polri.
Bahkan, lanjut dia, dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian menyebutkan fungsi kepolisian salah satunya memuat perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Seharusnya, kata Edy, momen peringatan Hari Anti Korupsi dapat dijadikan semangat oleh institusi Polri, khususnya Polres Aceh Barat dalam memberantas segala macam bentuk kejahatan, terutama korupsi, dan bukan malah represif terhadap mereka yang menyuarakan anti korupsi dan penegakan hukumnya.
"Justru kebalikannya saat ini. Berdasarkan catatan kami di GeRAK Aceh Barat, bahwa beberapa kasus besar (korupsi) seperti terpeti es kan pada jajaran kepolisian Polres Aceh Barat," ucapnya.
"Sebut saja kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) Bimtek yang terjadi pada Agustus 2019 lalu, diketahui bahwa Tim Auditor dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ternyata telah melakukan audit untuk Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) terkait kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) Bimbingan Teknis Aparatur Desa di Hotel Meuligoe Aceh Barat dengan nilai Rp1,9 miliar," sambungnya.
Seharusnya, ungkap Edy, tindakan represif harus diwujudkan kepada mereka yang telah dan melakukan korupsi secara massif di Republik ini sehingga menyebabkan kerugian keuangan negara dimana ada akibat yang muncul seperti menurunnya pendapatan negara dari pajak, meningkatnya utang negara, menurunnya pertumbuhan ekonomi dan investasi, ketimpangan pendapatan, dan meningkatkan kemiskinan. [Akh]