Gerak Dukung Larangan Koruptor Jadi Caleg
Font: Ukuran: - +
Dialeksis.com - Aktivis Gerakan Anti Korupsi (Gerak) Kabupaten Aceh Barat, Provinsi mendukung langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) melarang mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif pada Pemilu 2019.
"Secara prinsip kita mendukung hal tersebut, bahkan agar diterapkan di seluruh Indonesia," kata Koordinator Badan Pekerja GeRAK Aceh Barat, Edy Syah Putra, di Meulaboh, Jumat.
Pelarangan caleg dari mantan narapidana kasus korupsi tertuang dalam pasal 7 ayat (1) huruf h rancangan Peraturan KPU (PKPU) tenrang pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Dalam pasal tersebut dipertegas, bakal calon anggota?DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah WNI dan harus memenuhi syarat, bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak atau korupsi.
Edi Syah Putra menyampaikan, aturan PKPU No.20/2018?tentang pencalonan anggota DPRK, DPRA, dan DPR RI, patut didukung semua pihak, apalagi menyangkut mantan koruptor yang bermaksud maju mencalonkan diri menjadi calon dewan di parlemen.
"PKPU sedang melakukan upaya mendukung perangkat negara yang bersih dan berupaya tidak memberikan ruang kepada mantan koruptor dan langkah ini patut kita dukung bersama," kata Edy.
Menurut dia, hal itu berdampak pada pola para peserta di Pileg 2019 yang belum menjadi terpidana koruptor untuk berhati-hati atau mawas diri berkat aturan tersebut.
Karena secara tidak langsung mereka diharapkan tidak melakukan praktik rasuah tersebut, demikian juga secara psikologis aturan itu memiliki sisi moral bagi koruptor dan mereka yang bukan koruptor dan kemudian diharapkan menghadirkan perilaku yang jujur dalam mengelola negara ini.
Di negara maju, lanjut Edy, persoalan korupsi adalah persoalan serius yang ditangani oleh negara dan mereka yang terlibat punya rasa malu luar biasa sehingga ada pesan moral kepada semua pihak.
"Ada pesan moral yg disampaikan dalam peraturan PKPU tersebut, selain aturan hukum dan di negara-negara maju sudah ada budaya malu," demikian Edi Syah Putra. (Antara)