Gubernur: 16 Tahun Damai Aceh harus Dimaknai dengan Rasa Syukur
Font: Ukuran: - +
Asisten Administrasi Umum Sekretaris Daerah Aceh, Iskandar. [Foto: Ist]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, menyampaikan, perdamaian yang dirasakan seluruh elemen rakyat di Aceh saat ini perlu dimaknai dengan rasa syukur agar pintu nikmat lainnya dibuka Allah SWT. Selama 16 tahun perdamaian pasca konflik, Aceh telah mengalami banyak kemajuan di berbagai sektor pembangunan, baik ekonomi, pendidikan, infrastruktur dan berbagai sektor penting lainnya.
Hal itu tertuang dalam sambutan tertulis Gubernur Nova Iriansyah yang dibacakan oleh Asisten Administrasi Umum Sekretaris Daerah Aceh, Iskandar, dalam peringatan 16 tahun damai Aceh yang digelar Badan Reintegrasi Aceh (BRA) di GOR Stadion Harapan Bangsa Banda Aceh, Minggu, 15/8/2021.
"Dalam mengisi damai hendaknya kita tidak boleh melupakan Allah yang telah memberi kita nikmat tersebut," tulis Nova dalam sambutan tertulisnya itu.
Iskandar menjelaskan, perdamaian benar-benar menjadi fondasi dalam mensukseskan pembangunan menuju Aceh yang bermartabat. Meskipun berbagai tantangan kerap muncul selama 16 tahun usia perdamaian.
"Terutama sejak dua tahun terakhir ketika pandemi Covid-19 melanda dunia termasuk Aceh," ujar Iskandar.
Iskandar mengatakan, untuk merawat perdamaian, maka aspek bina damai perlu menjadi tanggung jawab berbagai elemen penting di Aceh. Kolaborasi berbagai pihak dalam menanggulangi wabah covid-19 juga menjadi salah satu bagian dalam melaksanakan bina damai di Aceh.
"Dalam hal ini Badan Reintegrasi Aceh (BRA) dan SKPA terkait lainnya harus mampu mengintegrasikan pendekatan yang terbaik terhadap permasalahan yang terjadi dalam upaya penanganan pandemi di masa damai," ujar Iskandar.
Selain itu, menurut Iskandar, optimalisasi penggunaan sumber daya yang ada saat ini merupakan hal penting dalam upaya membina perdamaian di tengah meningkatnya ketidakpastian yang disebabkan oleh pandemi.
"Kita patut bersyukur, bahwa kesuksesan bina damai yang berkelanjutan pasca konflik di Aceh telah mendapat perhatian dan dijadikan model bagi beberapa kawasan negara di Asia Tenggara, seperti Myanmar dan Filipina," kata Iskandar.
"Bahkan tak sedikit para peneliti dunia menjadikan Aceh sebagai laboratorium dalam melakukan riset dan studi kajian terkait konflik dan perdamaian," lanjutnya lagi.
Dalam kesempatan tersebut, mewakili Pemerintah Aceh, Iskandar menyampaikan terimakasih dan apresiasi mendalam kepada
seluruh tokoh perdamaian Aceh, baik nasional maupun di tingkat lokal. Ia mengajak seluruh komponen masyarakat Aceh, agar terus bersatu padu, bahu membahu menjaga dan merawat perdamaian dengan kebersamaan.
Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al Haytar, dalam sambutan yang ia sampaikan secara virtual dari Meuligoenya, mengatakan, usia 16 tahun perdamaian Aceh telah melalui berbagai tantangan dan dinamika baik dari eksternal maupun internal. Berbagai tantangan tersebut berhasil dilalui semua elemen di Aceh dengan pengorbanan tenaga dan pikiran.
"Pengorbanan tersebut bukan tanpa hasilnya, kita memperoleh banyak hasil dari dinamika ini, walaupun kita juga mengalami banyak kegagalannya karena kita memang memiliki kelemahan dan keterbatasan," ujar Malik Mahmud.
Malik mengatakan, agenda strategis semua pemangku kepentingan saat ini dalam merawat perdamaian Aceh adalah mewujudkan penyelesaian permasalahan masa lalu terutama keadilan bagi korban konflik, mengoptimalkan implementasi UUPA dan seluruh aturan turunannya. Kemudian menyahuti kebutuhan masyarakat Aceh, serta memperkuat kohesi sosial.
Sementara itu, Ketua Badan Reintegrasi Aceh (BRA) Fakhrurrazi Yusuf, mengatakan, pihaknya siap untuk terus menjalankan tugas dalam rangka mewujudkan reintegrasi Aceh dengan melakukan berbagai program untuk keberlanjutan perdamaian dan membangun Aceh lebih baik lagi.
Fakhrurrazi mengatakan, salah satu program yang telah pihaknya lakukan adalah memberikan lahan pertanian untuk mantan kombatan, tahanan politik dan korban konflik. Program tersebut, kata dia, sesuai dengan amanat MoU Helnsinki.
"Salama tahun 2019 sampai 2021 kami telah melakukan setifikasi dan menyerahkan 3.575 hektar lahan di Aceh Utara, Aceh Timur, Pidie Jaya kepada mereka yang diamanatkan dalam MoU Helsinki," kata Fakhrurrazi.
Ia mengatakan, untuk tahun depan pihaknya kembali akan menyerahkan 1.000 hektar lahan di Nagan Raya kepada mantan kombatan, tahanan politik dan korban konflik. Bupati setempat telah menyediakan lahan tersebut.
Selain itu, kata Fakhrurazi, pada tahun 2021 ini BRA telah memberikan bantuan kepada 463 orang masyarakat Aceh yang terdampak konflik. Pada tahun yang sama juga pihaknya menyerahkan bantuan sosial kepada 200 orang anak yatim.
Berbagai upaya merawat perdamaian Aceh terus dilakukan BRA. Fakhrurrazi bilang, dalam tahun ini pihaknya gencar mensosialisasikan sejarah perdamaian dan konflik Aceh kepada siswa SMA dan SMP. Hal tersebut dianggap penting agar generasi muda mengetahui sejarah dan menjadikan pelajaran untuk pembangunan Aceh.
Pada kesempatan tersebut juga dilakukan penyerahan secara simbolis sertifikat tanah kepada tujuh orang masyarakat terdampak konflik dan bantuan sosial kepada tujuh orang anak yatim.
Acara peringatan 16 tahun damai Aceh itu turut dihadiri oleh Ketua DPR Aceh, Dahlan Jamaluddin, Anggota DPR RI asal Aceh, Nasir Djamil, perwakilan unsur Forkopimda Aceh dan berbagai tokoh penting lainnya.
Acara juga berlangsung dengan protokol kesehatan. Memakai masker, menjaga jarak dan menggunakan handsanitizer. (*)