Hampir 3 Tahun, Terdamparnya Tongkang Batu Bara di Nagan Raya Belum Ada Penyelesaian
Font: Ukuran: - +
Reporter : Alfi Nora
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat Edy Syah Putra mempertanyakan upaya penyelesaian kasus atas terdamparnya satu unit tongkang milik rekanan dan disebut milik PT Adhi Guna Putera yang bermuatan batu bara milik Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1-2, di pesisir pantai Desa Gampong Lhok, Kecamatan Kuala Pesisir, Nagan Raya, pada Selasa (28/7/2020).
Saat ini memasuki April 2023, hampir tiga tahun kejadian tersebut, dan dirinya melihat tidak ada titik peyelesaian.
“Berdasarkan hasil pantauan di lapangan, tongkang tersebut masih tersisa, dimana hasil monitoring di lapangan, kami menemukan bahwa tongkang tersebut tidak semuanya habis dipotong,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Dialeksis.com, Selasa (4/4/2023).
Kemudian, sambungnya, yang menjadi pertanyaan, bagaimana dengan tumpahan batu bara dari tongkang ke dalam laut tersebut, upaya apa saja yang telah dilakukan untuk membersihakan material batu bara yang telah tumpah di dalam laut tersebut?
“Apalagi dalam dokumen verifikasi lapangan disebutkan tentang upaya perusahaan tersebut yang juga disebutkan untuk melakukan clean up (pembersihan) atas tumpahan batubara di perairan laut dan Pantai Lhok, perintah lainnya adalah melakuan evakuasi Tongkang Sun Lion V di perairan laut dan pantai Lhok. Apakah ini sudah dilakukan, hingga kini tidak ada laporan resmi dari pemerintah atau Ditjen GAKKUM Kementerian LHK,” jelasnya.
Terakhir, kata Edy, pasca pihaknya menyurati Plt Gubernur Aceh tertanggal 14 Agustus 2020 lalu dan tembusannya juga diberikan kepada Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Satuan Kerja Kementerian LHK.
Surat itu juga diberikan ke pemerintah daerah (Nagan Raya) melalui dinas terkait.
Dari dokumen surat balasan yang GeRAK terima, tertanggal 20-Nov-2020 lalu, pihak Ditjen GAKKUM mengirimkan surat balasan kepada GeRAK yang berisikan tentang perkembangan terakhir yang menyebutkan bahwa adanya rekomendasi penyelesaian sengketa lingkungan hidup (diluar Pengadilan dan didalam pengadilan/Perdata), dimana dalam laporan email balasan tersebut juga menyebutkan adanya Catatan/Tindak Lanjut tentang penanganan pengaduan dilimpahkan ke Dit. PSLH melalui nota dinas nomor ND. 495/PPSA/PP/GKM.0/11/2020 tgl 16 nov 2020.
“Tentunya kami menyambut baik langkah dan upaya yang dilakukan oleh pihak Ditjen GAKKUM guna menuntaskan kasus tersebut,” imbuhnya.
Namun, kata dia, pihaknya tidak melihat upaya yang signifikan agar kasus ini benar-benar terselesaikan dan pihak yang diduga telah melakukan pencemaran lingkungan diberikan sanksi sebagaimana aturan yang berlaku.
“Ini artinya, kami mempertayakan sampai sejauh mana upaya penyelesaian di luar atau didalam pengadilan, apalagi melalui mekanisme perdata,” tegasnya.
Bahwa sebagaimana diketahui, yang berdasarkan dokumen berita acara verifikasi lapangan disebutkan bahwa PT Adhi Guna Putera melakukan kegiatan bongkar muat dari kapal besar (vessel) ke tongkang dan tug boat (kapal penarik) untuk PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Utara, Unit Pelaksana Pembangkitan Nagan Raya.
Dimana kegiatan tersebut diketahui termuat dalam kontrak Kerjasama antara PT PLN (Persero) kantor pusat Dengan PT Pelayaran Bahtera Adhi Guna tentang transportir (pengangkut batubara) milik PT PLN (Persero).
Bahwa disebutkan juga kontrak kerjasama antara PT Pelayaran Bahtera Adhi Guna dengan PT. Adhi Guna Putera tentang transhipment termasuk tanggung jawab muatan batu bara dalam Tongkang Sun Lion V. Dalam dokumen tersebut muatan batu baranya adalah 1.500 metrik ton yang kemudian tumpah ke dalam laut.
“Tentunya kami kembali mempertanyakan komitmen penyelesaian kasus ini, dan siapa saja pihak yang harus dimintakan pertanggungjawabannya,” tuturnya.
Bila tidak, GeRAK menduga Ditjen GAKKUM dan pemerintah tebang pilih dalam penegakan hukum di bidang lingkungan hidup dan tidak pernah serius, tidak mampu memberikan sanksi tegas terhadap perusahaan tersebut, apalagi rekanan tongkang dan batu bara tersebut terindikasi milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu PLTU 1-2.
“Kita ingin kejelasan atas proses penegakan hukum dibidang lingkungan hidup ini, dimana sudah jelas-jelas terindikasi ada dampak kerugian atas kandasnya Tongkang Sun Lion V yang dipenuhi batu bara dan tumpah ke laut,” pungkasnya.
Baginya ini penting, dengan mengingat dan menimbang, bahwa dari awal semenjak tongkang itu terdampar ke bibir pantai, seluruh muatan batu bara tumpah ruah ke dalam laut, tidak terhitung berapa total kerugian atas hal tersebut dalam hal kerusakan lingkungan bawah laut dan biotanya. [NOR]