DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dalam rangka memperingati Hari Sungai Nasional, Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam dan Lingkungan Hidup (UKM PA-LH) Gainpala Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh menggelar ekspedisi arus deras bertajuk Lintas Tripa 2025.
Kegiatan sebagai upaya edukatif dan aksi nyata untuk menjaga salah satu sumber daya sungai di Aceh.
Ekspedisi ini berlangsung selama sepuluh hari, dari 21 hingga 30 Juli 2025, menyusuri aliran Sungai Tripa sejauh kurang lebih 100 kilometer.
Rute dimulai dari Desa Rerebe, Kabupaten Gayo Lues, hingga berakhir di Desa Gunong Cut, Kabupaten Nagan Raya--membelah kawasan hutan yang masih perawan dan melalui jeram-jeram menantang.
“Lintas Tripa bukan hanya sekadar ekspedisi, tapi juga aksi nyata memperingati Hari Sungai Nasional. Kami ingin masyarakat melihat langsung bahwa sungai adalah sumber kehidupan yang harus dijaga bersama,” tegas T. Mundasir, Koordinator Ekspedisi Lintas Tripa 2025.
Ekspedisi ini melibatkan total 18 peserta, yang terbagi menjadi dua tim. Tim pertama adalah tim posko, beranggotakan 8 orang yang bertugas sebagai pendukung logistik dan komunikasi.
Tim kedua adalah tim pengarungan arus deras, terdiri dari 10 orang yang bertugas menyusuri langsung aliran sungai.
“Arusnya deras, banyak jeram ekstrem. Tapi di balik semua itu, keindahan alamnya luar biasa. Ini bukan hanya tentang adrenalin, tapi juga tentang mengenal lebih dekat bagaimana kondisi sungai kita,” ujarnya.
Selain UKM Gainpala, ekspedisi ini juga mendapat dukungan dari dua komunitas pecinta alam lainnya: Tarantula dari Universitas Teuku Umar, Meulaboh, dan Macopala dari IAIN Langsa. Kehadiran mereka menambah kekuatan tim serta memperkuat solidaritas antar komunitas lingkungan hidup lintas kampus.
Selama perjalanan, tim tidak hanya fokus pada pengarungan. Mereka juga melakukan observasi ekologis di beberapa titik, mendokumentasikan kondisi lingkungan sekitar sungai dan kawasan hutan gambut Tripa yang dikenal sebagai salah satu benteng terakhir keanekaragaman hayati di Aceh.
Tak jarang, tim singgah di desa-desa yang mereka lalui untuk melakukan sosialisasi tentang pentingnya pelestarian daerah aliran sungai (DAS).
Warga diberi pemahaman tentang bagaimana aktivitas manusia dapat merusak keseimbangan ekosistem, dan bagaimana menjaga sungai bisa berarti menjaga masa depan mereka sendiri.
“Banyak warga yang belum menyadari dampak dari perambahan hutan atau membuang sampah ke sungai. Kami ingin hadir tidak hanya sebagai tamu, tapi juga sebagai mitra edukatif,” tambah T. Mundasir.
Medan berat yang dilalui selama ekspedisi, mulai dari hutan lebat, tebing curam, hingga jeram kelas IV, tidak menyurutkan semangat para peserta.
Sebaliknya, rintangan tersebut menjadi penguat tekad mereka untuk menyuarakan pentingnya konservasi dan perlindungan sungai.
T. Mundasir menekankan bahwa ekspedisi ini bukan akhir, tetapi bagian dari rangkaian panjang perjuangan generasi muda dalam menjaga lingkungan.
“Kami harap Lintas Tripa 2025 ini menjadi pemicu semangat bagi generasi muda lainnya. Sungai adalah urat nadi kehidupan, dan hari ini, kita memilih untuk menjaganya, bukan mengabaikannya," pungkasnya.