DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Maraknya kabar tidak terverifikasi atau hoaks dinilai berpotensi memperburuk kondisi bencana banjir dan longsor di lapangan.
Menyikapi hal tersebut, Komunitas Masyarakat Anti Hoaks Aceh bersama Koalisi Demokrasi Resilience (KamuDemres) mengimbau masyarakat untuk lebih cermat, bijak, dan bertanggung jawab dalam menerima serta menyebarkan informasi.
Edukasi literasi digital menjadi sorotan utama dalam upaya menjaga stabilitas informasi di tengah bencana. Kedua komunitas menilai, kepanikan yang dipicu oleh hoaks dapat menghambat proses penanganan bencana serta mengancam keselamatan warga.
Perwakilan Komunitas Masyarakat Anti Hoaks Aceh, Kevin, menegaskan bahwa verifikasi informasi adalah kewajiban setiap pengguna media sosial, terlebih dalam situasi darurat.
“Memastikan sebuah informasi benar sebelum membagikannya adalah langkah awal yang sangat penting. Dalam kondisi bencana seperti banjir di Aceh, kabar yang tidak terverifikasi dapat memicu kesalahpahaman dan menghambat kerja tim penyelamat,” ujar Kevin kepada media dialeksis.com, Kamis (4/12/2025).
Menurut Kevin, dampak penyebaran hoaks bukan sekadar kesalahan informasi, tetapi bisa berujung pada kepanikan massal dan salah arah pengambilan keputusan oleh masyarakat di lapangan.
“Hoaks bisa mengalihkan perhatian aparat ke lokasi yang sebenarnya tidak membutuhkan bantuan. Ini membuat penanganan bencana menjadi tidak efektif karena waktu dan tenaga terbuang,” katanya.
Ia menambahkan, kepanikan sering kali membuat seseorang langsung membagikan informasi tanpa berpikir panjang. Padahal, sikap tenang justru menjadi kunci utama agar masyarakat dapat memilah informasi dengan jernih.
“Sikap tenang membantu kita berpikir rasional dan mengikuti arahan resmi. Dengan begitu, proses evakuasi dan penyaluran bantuan bisa berjalan lebih baik,” tambahnya.
Hal senada disampaikan Koordinator Koalisi Demokrasi Resilience (KamuDemres), Dwy Alfina. Ia menekankan bahwa verifikasi informasi bukan hanya soal etika bermedia sosial, tetapi juga menyangkut keselamatan publik.
“Hoaks dapat menimbulkan kepanikan massal, mengganggu proses evakuasi, dan menyita waktu petugas yang seharusnya fokus pada penyelamatan korban,” tegas Dwy.
Dwy juga mengingatkan bahwa informasi palsu berpotensi merusak koordinasi antarinstansi yang terlibat dalam penanganan bencana. Akibatnya, kepercayaan masyarakat terhadap informasi resmi bisa menurun.
“Dalam situasi darurat, kepercayaan publik sangat krusial. Ketika masyarakat ragu pada informasi resmi, arahan penyelamatan bisa diabaikan dan ini sangat berbahaya,” ujarnya.
Ia mengajak masyarakat Aceh untuk menjadi smart netizen atau pengguna media sosial yang cerdas, dengan memanfaatkan platform digital untuk membantu penyebaran informasi yang benar dan bermanfaat.
“Mari gunakan media sosial untuk membantu dan mengklarifikasi fakta, bukan menyebarkan clickbait atau hoaks yang justru menambah beban di tengah bencana,” tutup Dwy. [nh]