Selasa, 07 Oktober 2025
Beranda / Berita / Aceh / IDeAS: Pemerintah Aceh Harus Ambil Langkah Insentif Agar Warga Mau Mutasi ke Plat BL

IDeAS: Pemerintah Aceh Harus Ambil Langkah Insentif Agar Warga Mau Mutasi ke Plat BL

Senin, 06 Oktober 2025 16:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Perbandingan PAD SUMUT DAN ACEH TAHUN 2025. [Foto: Dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Persoalan perbedaan penggunaan plat kendaraan antara Aceh dan Sumatera Utara (plat BL dan BK) yang sempat memanas di ruang publik, dinilai perlu dilihat secara lebih konstruktif.

Direktur Institute for Development of Acehnese Society (IDeAS), Munzami HS, mengatakan bahwa kebijakan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution yang menertibkan kendaraan berplat luar di wilayahnya bukan langkah yang salah, justru patut dijadikan pelajaran bagi Aceh.

“Kalau menurut saya, kita harus melihat dari sisi positifnya. Apa yang dilakukan oleh Gubernur Sumut, Bobby, itu sah-sah saja. Artinya, mereka menertibkan kendaraan yang memang beroperasi dan berdomisili di wilayah Sumatera Utara. Nah, hal yang sama seharusnya juga dilakukan oleh Pemerintah Aceh,” ujar Munzami saat diwawancarai oleh media dialeksis.com, Senin (6/10/2025).

Menurutnya, kendaraan yang beroperasi di Aceh namun masih menggunakan plat luar daerah, seperti BK, B, atau BN, merupakan potensi besar yang belum tergarap untuk mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Kalau kendaraan beroperasi di Aceh, ya harus mutasi ke BL. Supaya pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) menjadi pendapatan Aceh, bukan masuk ke daerah lain,” ujarnya.

Munzami menilai langkah Pemerintah Aceh selama ini terlalu berhenti di level imbauan tanpa diikuti kebijakan insentif konkret.

Ia menyarankan agar Pemerintah Aceh mengeluarkan kebijakan penghapusan biaya balik nama kendaraan (BBNKB) untuk sementara waktu, agar masyarakat termotivasi melakukan mutasi ke plat BL.

“Selama ini yang kita lihat, pemerintah hanya menghimbau. Tapi harus ada langkah lanjutan, misalnya beri kemudahan administrasi, penggratisan bea balik nama selama 3 atau 6 bulan. Misalnya sampai 31 Desember 2025. Itu langkah konkret yang bisa mendorong masyarakat mau pindah ke BL,” ungkapnya.

Dalam analisisnya terhadap dokumen resmi APBD Aceh dan Sumatera Utara tahun 2025, Munzami menemukan perbedaan mencolok dari sisi penerimaan pajak kendaraan.

“Kalau kita lihat data APBD, pajak kendaraan bermotor di Sumut mencapai Rp1,7 triliun. Sementara Aceh hanya sekitar Rp400 miliar. Artinya, hanya sekitar 25% dari pendapatan Sumut,” jelasnya.

Begitu juga dengan penerimaan dari BBNKB, Sumut memperoleh Rp1,6 triliun, sedangkan Aceh hanya Rp340 miliar.

“Itu cuma 20% dari Sumut. Dari pajak bahan bakar (PBBKB) pun, Sumut dapat Rp1,5 triliun, sementara Aceh hanya Rp490 miliar. Jadi PAD Aceh dari sektor pajak bahan bakar hanya sepertiga dari Sumut,” paparnya.

Munzami menilai ketimpangan ini bukan semata karena perbedaan populasi atau aktivitas ekonomi, tapi juga akibat lemahnya sistem pengawasan dan inisiatif fiskal daerah.

“Ini artinya, potensi PAD kita bocor. Banyak kendaraan di Aceh yang masih membayar pajak di luar daerah,” tegasnya.

Lebih jauh, Munzami juga melihat sektor pajak alat berat yang disebutnya menjadi titik rawan kebocoran pendapatan.

Ia menemukan dalam dokumen APBD Sumut, tercatat penerimaan Rp1,08 Miliar dari pajak alat berat. Sementara di APBD Aceh, pos pendapatan dari pajak alat berat justru tidak tercantum secara eksplisit.

“Ini menarik. Padahal isu tambang ilegal di Aceh sedang hangat. DPRA menyebut ada sekitar seribu ekskavator yang beroperasi secara ilegal. Pertanyaannya: apakah semua itu bayar pajak? Kalau tidak, berarti kita rugi dua kali lingkungan rusak, PAD pun bocor,” tegasnya.

Munzami mendesak agar Pemerintah Aceh bersama SKPA terkait melakukan penelusuran dan penertiban di sektor ini.

"Pajak alat berat itu bisa jadi sumber besar PAD kalau dikelola serius. Jangan sampai karena lemahnya pengawasan, justru jadi sumber kebocoran,” ujarnya.

Munzami mengingatkan agar Pemerintah Aceh tidak terjebak pada politik pencitraan lewat isu populis seperti kebanggaan plat BL, tanpa langkah nyata di lapangan.

“Pemerintah Aceh jangan hanya membentuk opini publik. Harus ada langkah produktif dan strategis dalam meningkatkan PAD. Fokusnya pada optimalisasi sektor PKB, BBNKB, dan PBBKB,” tegasnya.

Ia juga melihat korporasi besar di Aceh yang masih menggunakan plat luar, seperti BSI dan perusahaan tambang.

“BSI saja disebut punya 500 kendaraan berplat BK. Itu baru satu perusahaan. Belum yang lain. Pemerintah Aceh harus mendorong mereka mutasi ke BL agar pendapatan masuk ke Aceh,” tutupnya. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI