DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dalam menyambut Hari Raya Idul Adha 1446 Hijriah yang jatuh pada awal Juni 2025, Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Banda Aceh, H. Salman, S.Pd., M.Ag.,menyerukan agar umat Islam tidak hanya memaknai Idul Adha sebatas prosesi penyembelihan hewan kurban, tetapi juga sebagai momen reflektif untuk memperkuat nilai nilau ketauhidan, solidaritas, kepedulian sosial, serta peneguhan kembali komitmen terhadap ajaran kemanusiaan Islam.
"Idul Adha sejatinya adalah momentum spiritual untuk menghidupkan kembali nilai pengorbanan atas dasar ketauhidan serta keikhlasan, dan solidaritas sosial di tengah masyarakat yang hari ini sedang diuji oleh berbagai krisis, baik moral, sosial, maupun kemanusiaan," ujar H. Salman dalam wawancara khusus bersama Dialeksis, Jumat (6/6/2025).
Menurutnya, peringatan Idul Adha tahun ini memiliki makna kontekstual yang mendalam. Ia menyebut bahwa bangsa Indonesia, khususnya generasi muda, tengah dihadapkan pada krisis tauhid yg bermuara pada tantangan degradasi nilai, lunturnya empati sosial, serta meningkatnya individualisme yang menjauhkan umat dari semangat kebersamaan sebagaimana dicontohkan Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS.
"Perjuangan Nabi Ibrahim bukan semata perintah ritual, melainkan simbol totalitas kepatuhan kepada Allah karena fondasi tauhid yg kuat dan wujud cinta yang teramat tulus kepada sesama manusia. Spirit itu yang harus kita hidupkan hari ini," jelasnya.
H. Salman menekankan bahwa esensi kurban bukanlah pada jumlah hewan yang disembelih, melainkan pada nilai ketulusan memberi dan kepekaan terhadap sesama. Dalam kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih pascapandemi dan ditambah gejolak global yang berdampak pada ketahanan pangan, kurban dapat menjadi instrumen sosial yang sangat strategis.
“Jangan sampai kurban hanya menjadi seremoni tahunan yang dipenuhi formalitas tapi lebih masuk dlm dimensi spritual sehingga terbentuk jiwa yg berprilaku penuh keyakinan kepada Allah serta kasih sayang kpd sesama. Kurban harus mampu menjangkau mereka yang benar-benar membutuhkan, sebagai bentuk nyata dari ukhuwah dan tanggung jawab sosial,” tambahnya.
Ia juga mengajak panitia kurban di masjid-masjid dan gampong-gampong di Banda Aceh untuk memastikan distribusi daging kurban dilakukan secara adil dan menyentuh kalangan yang selama ini termarjinalkan.
“Jangan sampai distribusi daging hanya berputar di kalangan yang sama setiap tahunnya. Ini saatnya menata kembali sistem pendataan mustahik secara lebih inklusif dan berbasis keadilan sosial,” tegasnya.
Idul Adha 2025 juga diwarnai dengan berbagai dinamika global. Konflik kemanusiaan di beberapa belahan dunia, termasuk krisis di Gaza dan Sudan, menjadi sorotan umat Islam. Dalam konteks ini, H. Salman mengingatkan bahwa semangat pengorbanan juga harus diwujudkan dalam bentuk solidaritas global.
“Umat Islam hari ini bukan hanya dituntut peduli pada lingkungannya sendiri, tapi juga harus memiliki kesadaran global. Kita tidak bisa menutup mata terhadap penderitaan saudara kita di berbagai wilayah konflik. Doa dan bantuan kemanusiaan adalah bentuk nyata pengorbanan masa kini,” katanya.
Lebih lanjut, ia juga menyinggung pentingnya pendidikan karakter yang berbasis pada nilai-nilai kurban. Menurutnya, kurban adalah pelajaran besar bagi generasi muda tentang arti tanggung jawab, keberanian mengambil keputusan sulit, serta keikhlasan yang tidak dibatasi oleh pamrih.
Sebagai kota yang menjadi barometer kehidupan keagamaan di Aceh, Banda Aceh diharapkan mampu menjadi contoh praktik keberagamaan yang inklusif dan transformatif. H. Salman mengajak seluruh tokoh agama, pendidik, serta pemuda untuk menjadikan Idul Adha sebagai ruang pembelajaran sosial.
“Kita ingin menjadikan Banda Aceh sebagai kota yang tidak hanya taat secara simbolik, tapi juga kuat secara substansi nilai. Idul Adha harus menjadi momen membangun kota yang syar'i, peduli, adil, dan manusiawi,” tuturnya.
Ia mengakhiri pesannya dengan mengajak seluruh umat Islam untuk menjadikan hari raya kurban sebagai tonggak memperbaiki relasi sosial, mempererat silaturahmi, serta memperkuat kehadiran agama dalam menjawab problem nyata umat.
“Jangan sampai Idul Adha hanya menjadi rutinitas tanpa ruh. Kita butuh transformasi spiritual yang mampu melahirkan perubahan sosial yang sejati,” pungkasnya.