Jum`at, 29 Agustus 2025
Beranda / Berita / Aceh / IUP PT Abdya Mineral Prima Cacat Prosedur, Warga Tak Pernah Diajak Musyawarah

IUP PT Abdya Mineral Prima Cacat Prosedur, Warga Tak Pernah Diajak Musyawarah

Kamis, 28 Agustus 2025 22:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Ketua Ippelmakuba, Marisi Saputra. Dokumen untuk dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Gelombang penolakan atas izin tambang emas kembali menggema di Aceh Barat Daya. Organisasi kedaerahan Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Kuala Batee (Ippelmakuba) menegaskan sikap tegas mereka menolak keberadaan PT Abdya Mineral Prima yang baru-baru ini memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi di Kecamatan Kuala Batee, Aceh Barat Daya.

Ketua Ippelmakuba, Marisi Saputra, menyebut izin tersebut keluar tanpa sepengetahuan masyarakat setempat. Menurutnya, jika aktivitas pertambangan dilanjutkan, dampaknya akan sangat buruk, tidak hanya bagi lingkungan tetapi juga bagi masa depan generasi muda di kawasan itu.

“Sebagai mahasiswa yang berasal dan berdomisili di Kecamatan Kuala Batee, kami menolak tegas keberadaan PT Abdya Mineral Prima apa pun konsekuensinya. Hemat kami, kehadiran perusahaan ini akan merusak lingkungan, mengancam kehidupan masyarakat, dan mengorbankan masa depan generasi kami,” ujar Marisi kepada wartawan dialeksis.com, Kamis (28/8/2025).

Marisi menegaskan, penerbitan IUP Eksplorasi No. 540/DPMPTSP/19/IUP-EKS./2025 seluas 2.319 hektare yang mencakup tujuh gampong, Kota Bahagia, Panton Cut, Kampung Tengah, Blang Panyang, Drien Beurembang, Krueng Batee, dan Alue Pisang dinilai cacat prosedur.

Ia menuturkan, sebagian keuchik mengaku diminta menandatangani dokumen yang disebut hanya sebatas izin survei awal (prospeksi potensi tambang), bukan rekomendasi izin eksplorasi emas. Bahkan, ada satu desa, yakni Gampong Alue Pisang, yang menolak memberikan rekomendasi sama sekali.

“Dari keterangan Forum Keuchik Kuala Batee, ada manipulasi informasi. Para keuchik ditipu dengan alasan tanda tangan hanya untuk survei awal. Ternyata digunakan untuk rekomendasi izin tambang. Ini jelas sebuah kecurangan,” kata Marisi.

Ippelmakuba juga menyoroti tidak adanya berita acara musyawarah desa sebelum izin keluar. Masyarakat yang berpotensi terdampak, menurut mereka, sama sekali tidak pernah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan.

Lebih jauh, Marisi menyebut keterlibatan Pj Bupati Abdya, Darmansyah, dalam memberikan rekomendasi kepada PT Abdya Mineral Prima. 

Ia menilai langkah tersebut merupakan bentuk praktik menjual daerah demi keuntungan pribadi.

“Ini ulah Pj Bupati Darmansyah. Beliau tahu proses ini cacat, tapi tetap memberikan rekomendasi. Kalau benar-benar terjadi, maka beliau harus bertanggung jawab,” tegasnya.

Menurut Ippelmakuba, dampak lingkungan dari aktivitas tambang akan sangat besar. Tujuh desa yang berada di bawah lokasi tambang berpotensi menerima pencemaran air dan udara. Setidaknya terdapat tujuh sungai besar dan kecil yang menjadi sumber kehidupan masyarakat, rentan terkontaminasi limbah tambang.

“Kalau air sungai kami tercemar, bukan hanya hari ini masyarakat menderita, tapi anak cucu kami sampai ratusan tahun ke depan akan kehilangan sumber kehidupan. Ini bukan hal sepele,” ujar Marisi.

Sebagai bentuk sikap resmi, Ippelmakuba merilis 14 poin tuntutan, di antaranya menolak IUP Eksplorasi PT Abdya Mineral Prima di tujuh gampong Kuala Batee. Mendesak DPMPTSP Aceh membatalkan izin karena cacat prosedur. Menilai rekomendasi keuchik dimanipulasi oleh perwakilan perusahaan. Mengkritik Pj Bupati Abdya Darmansyah yang dianggap menjual daerah demi kepentingan pribadi.

Selain itu, Meminta Gubernur Aceh, Dinas ESDM, dan DPMPTSP Aceh meninjau ulang dan membatalkan izin tersebut. Mendesak DPRK Abdya menyurati gubernur agar segera membatalkan izin eksplorasi. Menolak keras jika PT Abdya Mineral Prima mengajukan izin operasi produksi. Menyatakan siap menggelar aksi berkala bila pemerintah tidak mengindahkan tuntutan ini.

Marisi berharap, pemerintah provinsi melalui Gubernur Aceh dan DPMPTSP, serta lembaga terkait lainnya, mendengar dan mengindahkan suara penolakan dari mahasiswa dan masyarakat Kuala Batee.

“Kami tidak anti pembangunan. Tapi jangan sampai atas nama investasi, tanah kami dijual dan kehidupan kami dihancurkan. Kami meminta gubernur Aceh untuk segera membatalkan izin ini sebelum terlambat,” tutupnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

perkim, bpka, Sekwan
riset-JSI
pelantikan padam
17 Augustus - depot
sekwan - polda
damai -esdm
bpka