Izin Lintas Angkutan Batubara Disebut Belum Selesaikan Legalitas Kerja PT PBM
Font: Ukuran: - +
Reporter : akhyar
Koordinator GeRAK Aceh Barat Edy Syahputra. [Foto: Ist]
DIALEKSIS.COM | Aceh Barat - Wujud dukungan Bupati Ramli MS terhadap hadirnya investasi di Aceh Barat termanifestasi dalam bentuk pengeluaran izin lintas untuk pengangkutan batubara PT Prima Bara Mahadana (PBM) menuju Pelabuhan Calang, Kabupaten Aceh Jaya.
Namun, izin lintas saja dinilai masih belum menjawab legalitas PT PBM dalam beroperasi. Pasalnya, terdapat beberapa hal yang perlu diklarifikasi kembali mengenai ketentuan hukum operasional PT PBM.
Ketentuan hukum yang dimaksud diantaranya ialah terkait masalah AMDAL, izin stockpile (area tampung batubara), jaminan reklamasi pasca tambang, serta penyelesaian ganti rugi lahan warga yang berada dalam IUP wilayah tambang PT PBM.
Para pihak terkait diminta menyampaikan kejelasan mengenai ketentuan hukum itu kepada publik. Tujuannya supaya tuntas dari segala asumsi dan menjawab segala pertanyaan terhadap polemik PT PBM.
Perihal AMDAL diminta konfirmasi/kejelasan ke DLHK setempat. Izin stockpile di Pelabuhan Calang Aceh Jaya diminta konfirmasi ke Syahbandar pelabuhan.
Kemudian jaminan reklamasi pasca tambang diminta kejelasan dari pihak Dinas ESDM Provinsi Aceh, serta konfirmasi/kejelasan pihak perusahaan (PT PBM) dalam masalah biaya ganti rugi lahan warga.
"Kami belum melihat ada iktikad baik tentang penyelesaian kesemuanya ini, baik dari perusahaan, pemkab serta dari pihak provinsi," kata Koordinator GeRAK Aceh Barat Edy Syahputra kepada reporter Dialeksis.com, Aceh Barat, Kamis (25/11/2021).
Ia melanjutkan, apabila persoalan legalitas PT PBM ini belum terselesaikan seutuhnya dan perusahaan bebas melakukan aktivitas angkut batubara, maka sesuai perundang-undangan, sanksinya mulai dari teguran hingga pencabutan izin IUP.
"Persoalan ini harus dilihat secara menyeluruh dan komprehensif penyelesaiannya. Tak boleh sepenggal-penggal. Karena ada dampak di kemudian hari. Apalagi bicara soal aturan hukum," tegasnya.
Dengan nada kesal, Edy menegaskan bahwa pihak GeRAK Aceh Barat bisa saja menyurati Menteri ESDM RI untuk memberikan semacam warning (peringatan) kepada perusahaan dan pemerintah dalam polemik PT PBM ini.
GeRAK Aceh Barat menegaskan bahwa pihaknya tak pernah sekalipun berupaya untuk menolak investasi. Mereka menegaskan bahwa pihaknya sangat mendukung investasi di Aceh Barat.
Namun, kata Edy, hal yang mereka sorot ialah operasional investasi yang berjalan tidak mengkhianati aturan yang berlaku di Indonesia.
PT PBM juga diminta setop beroperasi sementara. Perusahaan itu diminta menyelesaikan segala ketentuan hukum tambang batubara.
Apabila proses pengangkutan dan bongkar muat masih terus dilakukan sebelum operasional legalitas dibuktikan semua pihak, maka pekerjaan itu disebut sebagai tindakan yang melawan hukum dan ilegal.
"Saya sangat berharap ada klarifikasi yang jelas dari Syahbandar, Dinas DLHK kabupaten atau Pemkab Aceh Jaya atas pengelolaan batubara di pelabuhan Calang Aceh Jaya," pungkasnya.
Sekedar informasi, dilansir dari laman Minerba One Data Indonesia (MODI), PT Prima Bara Mahadana (PBM) sudah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) di Aceh Barat.
Nomor IUP PT PBM adalah 190 tahun 2012. Sedangkan kode WIUP adalah 3111053032014004.
Luas cakupan wilayah kerja PT PBM di Aceh Barat seluas 2.024,00 ha. Izin IUP di Aceh Barat berlaku mulai tahun 2012 dan berakhir pada tahun 2032 (20 tahun). [Akh]