Jadi Polemik, Wais Alqarni Jelaskan Apa Itu Pokir dan Sejauh Mana Kewenangan DPRA
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pembuatan Peraturan Daerah (Perda) Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) ikut melibatkan dua lembaga daerah. Lembaga yang dimaksud ialah eksekutif dan legislatif.
Eksekutif dan legislatif akan bersama-sama membahas rancangan Perda APBD lalu kemudian juga akan bersama-sama menyetujui rancangan Perda tentang APBD. Dalam sistem pemerintah daerah, kedua lembaga tersebut bersifat kemitraan. Artinya, keduanya memiliki hubungan saling mendukung dan bukan merupakan lawan pesaing satu sama lain.
Memasuki tahun anggaran 2021, Aceh telah membuat rancangan Perda tentang APBD. Rancangan Perda tersebut termaktub dalam Rancangan Qanun (Raqan) tentang Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) tahun anggaran 2021. Raqan tersebut telah dibahas dan disetujui bersama oleh pihak pemerintah Aceh dan anggota DPRA.
Akademisi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) dari Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, Wais Alqarni untuk memberikan sedikit pemahamannya mengenai fungsi dan tupoksi dua lembaga daerah tersebut dalam penyelenggaraan APBA.
Wais menjelaskan masing-masing tupoksi dari dua lembaga daerah tersebut berbeda-beda. Pertama, ada yang bertugas sebagai penyusun rencana kerja atau pembuatan program anggaran APBA serta mengelolanya. Kedua, bertugas sebagai pemberi usulan dan pengawasan.
Lembaga eksekutif daerah atau pemerintah daerah, kata Wais, mereka bertugas untuk menyusun rencana kerja program dari anggaran dana daerah.
"Eksekutif ini nantinya juga akan menjalankan program daerah yang telah disetujui bersama dengan anggota legislatif dalam raqan APBA 2021," kata Wais saat dihubungi Dialeksis.com, Minggu (10/1/2021).
Sedangkan legislatif, jelas Wais, mereka bertugas sebagai pemberi usulan atau pemberi masukan terhadap rencana kerja yang sedang disusun eksekutif. Sehingga, legislatif bisa menyampaikan Pokok Pikiran (Pokir) anggota DPRA terhadap kebutuhan dari aspirasi masyarakat yang telah dijaring di masa-masa reses.
Selain itu, legislatif juga memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap perjalanan alokasi anggaran ke daerah-daerah dan juga sebagai pengawasan terhadap kinerja eksekutif dalam mengelola anggaran.
Akademisi itu menegaskan, anggota DPRA hanya bisa memberi usulan atau masukan terhadap rencana kerja. Sedangkan untuk pengelolaan anggaran, tidak ada dasar hukum yang memperbolehkan DPRA mengelola dana anggaran.
Baru-baru ini, masyarakat Aceh sedang diviralkan dengan kata-kata pokir. Hal itu terjadi setelah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI menyurati Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) dan DPRA dengan surat evaluasi raqan APBA 2021.
Dalam isi surat tersebut, Kemendagri melarang penggunaan dana pokir DPRA yang bejumlah Rp 2.7 Triliun untuk dimasukkan dalam APBA karena tidak sesuai atau bertentangan dengan tahapan-tahapan pasal 178 Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 86 Tahun 2017.
Hal itu ditegaskan pada point E dalam surat Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri. Pokok?pokok pikiran DPRD diselaraskan dengan sasaran dan prioritas pembangunan, ketersediaan kapasitas riil anggaran, serta disampaikan paling lambat satu minggu sebelum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dilaksanakan.
Untuk Pokir sendiri, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh akademisi tadi merupakan penyampaian aspirasi masyarakat melalui anggota DPRA ke pihak pemerintah Aceh terhadap pengusulan rencana kerja untuk dimasukkan dalam agenda kerja APBA.
Dalam hal ini, lanjut Wais, pihak legislatif tidak boleh menyatakan berapa nominal anggaran yang harus disediakan terhadap rencana kerja dari pokir Dewan. Karena, kata Wais, untuk masalah berapa jumlah dana dalam rencana kerja APBA merupakan kewenangan pihak eksekutif ketika melakukan peninjauan lapangan melalui dinas terkait.
Kemudian, pihak eksekutif selama peninjauan lapangan dilakukan melalui dinas-dinas terkait, mereka akan melakukan pengkajian secara mendalam sehingga melalui dinas tersebut nominal dana pokir DPRA bisa ditetapkan.
"Lalu, setelah penetapan berapa jumlah dana pokir, kemudian pihak eksekutif dan legislatif kembali bermusyawarah sehingga ketemu lah titik temunya (bersepakat)," pungkasnya.