Jadikan Perempuan Alat Barter Hutang, Bukti Mundurnya Kesetaraan Gender
Font: Ukuran: - +
Reporter : Sherly Maidelina
Ilustrasi gang rape. [Foto: baomoi.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Adanya kasus seorang anak perempuan di bawah umur menjadi korban perkosaan oleh 10 remaja dan pemuda secara bergiliran di Kota Langsa karena persoalan hutang pihak lain, dinilai bahwa perjuangan menuju kesetaraan gender dan perlindungan hak perempuan dan anak di Aceh mundur drastis.
Kepada media online Dialeksis.com, Presidium Balai Syura, Suraiya Kamaruzzaman mengatakan bahwa kita perlu mengingatkan semua pihak di Aceh untuk serius terlibat dalam penanganan kejahatan seksual di Aceh, Kamis (1/4/2021).
“Ini udah darurat seksual. Ini pola baru, perempuan dijadikan sebagai alat pembayar hutang, sangat mengerikan. Tidak cukup elemen sipil, aktifis perempuan, dinas pemberdayaan perempuan yang peduli. Sudah darurat, maka ulama, tokoh adat harus turun tangan untuk mengkampanyekan upaya pencegahan kekerasan seksual di setiap wilayah Aceh," harapnya.
Sementara itu Komisioner Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak (KPPA) Aceh Firdaus D Nyak Idin menilai kasus pelunasan hutang yang diminta bayar dengan pengganti perempuan menunjukkan masih rendahnya penghargaan sebagian kita terhadap perempuan.
“Perempuan masih dianggap rendah dan bukan manusia. Masih ada yang menganggap perempuan hanya sebatas pemuas nafsu belaka. Artinya, perjuangan menuju kesetaraan gender dan perlindungan hak perempuan dan anak di Aceh mundur drastis," tegasnya. (Mai)