Jangko Soroti Dana Hibah Rp 9,5 Miliar; Gubernur Abaikan Petani Kopi
Font: Ukuran: - +
DIALAKESIS.COM | Takengon - Jaringan Anti Korupsi Gayo (Jang-KO) menyoroti realisasi belanja dana hibah tahun anggaran 2020 yang diperuntukkan kepada lembaga non nirlaba. Jumlahnya sangat fantastis mencapai Rp 9,5 Miliar, namun sama sekali tidak menguntungkan masyarakat di akar rumput.
Hal itu dikatakan Saradi Wantona, Divisi Kebijakan Publik dan Anggaran Jangk-KO, dalam keteranganya kepada media, Kamis (14/1/2021).
Menurutnya, peruntukkan Bansos tersebut tidak memiliki skala prioritas sebagai biaya penanggulan covid-19 selama 10 bulan terakhir. Sebab, dari 100 lembaga penerima bantuan hibah tersebut tidak tepat sasaran.
“Jang-Ko menilai, Gubernur seperti sedang membangun kelompoknya sendiri. Kucuran dana yang besar itu tidak akan berdampak pada penguatan ekonomi masyarakat Aceh, hanya program populis yang tidak efeketif sama sekali,” sebutnya.
Menurut Saradi stimulus bantuan hibah yang kerap dikucurkan, tidak pernah betul-betul menyentuh kebutuhan masyarakat kecil. Informasi realisasi dana hibah yang telah dikucurkan oleh pemerintah Aceh pada tahun 2020, membuktikan bahwa pemerintah Aceh tidak pernah serius dalam menangani dan mengatur kepentingan masyarakat luas.
“Bagi kami pemerintah Aceh abai dan tidak peduli pada kepentingan masyarakat kelas bawah. Kita bisa melihat bagaimana amatirannya Gubernur mengelola Aceh ini hanya dengan bagi-bagi bansos yang tidak memiliki sasaran yang jelas,” sebutnya.
Dijelaskanya, Pemerintah Aceh melalui keputusan telah menetapkan dana hibah Kepada Badan Lembaga/Organisasi Swasta Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 19 Provinsi Aceh tahun 2020 sebanyak Rp. 9.597.000.000.
Sebagai contoh sebutnya, kasus di Wilayah Tengah Aceh, yakni, Aceh Tengah, Bener meriah, dan Gayo Lues yang merupakan sentra penghasil kopi mengalami paceklik yang berat dengan merosotnya harga kopi sejak pandemi covid-19 melanda dunia.
Seharusnya, Pemerintah Aceh melihat persoalan ini dengan serius dan memberikan stimulus pembiayaan untuk membantu petani-petani kopi di wilayah Tengah Aceh.
“Sekarang ini harga kopi anjlok nyaris 60 persen, pendapatan masyarakat menurun drastis, daya beli masyarakat menurun hampir kita temui di setiap wilayah,” terangnya.
Jang-Ko menyimpulkan, bahwa pemerintah ternyata memang abai terhadap persoalan masyarakat kecil. Sebab, sampai saat ini kejelasan terhadap skema bantuan untuk petani-petani di wilayah Tengah hanya sebatas omong kosong belaka dan tidak pernah ada realisasinya.
Menurut Jang-Ko, berdasarkan data yang dirilis dari situs setda acehprov, jumlah masyarakat petani yang memiliki usaha perkebunan kopi ditaksir mencapai 78.624 KK. Tersebar ditiga Kabupaten yakni, Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues. Dengan luas lahan mencapai 101.473 Ha dengan total produksi sebanyak 61.761 ton per tahun atau dengan rata-rata produksi 773 ton/hektar.
Berdasarkan data, produksi kopi untuk wilayah Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah adalah 66,249,275 ton/tahun, dengan perkiraan produksi sebanyak 5.520,77 ton.
Estimasi realisasi berdasarkan data dinas perdagangan Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah dalam kurun Januari-April 2020 sebanyak 22,083 ton. Sedangkan belum terealisasi yang dihitung dari bulan Mei-Desember 2020 adalah sebanyak 44,160 ton, kata Saradi. (rel/ baga)