DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Jembatan Bailey yang menghubungkan Desa Awe Geutah Paya, Kecamatan Peusangan Siblah Krueng, dengan Desa Teupin Reudeup, Kecamatan Peusangan, Kabupaten Bireuen, kini ramai dilalui warga.
Jembatan darurat tersebut menjadi jalur alternatif sementara pada lintas nasional Banda Aceh-Medan pascabencana banjir.
Sejak diresmikan pada Kamis (18/12/2025), antrean kendaraan di Jembatan Awe Geutah kerap mengular panjang. Kepadatan terjadi karena tingginya volume kendaraan yang melintas serta sistem buka-tutup arus lalu lintas di jembatan tersebut.
Abdul, salah seorang warga yang melintasi jembatan itu, mengaku harus mengantre hingga empat jam untuk bisa menyeberang. Ia mengatakan, arus kendaraan kerap terhenti total dalam waktu lama.
“Stak di jalan, tidak jalan sama sekali hampir dua jam. Setelah itu bergerak sedikit, lalu berhenti lagi,” ujarnya saat diwawancarai Dialeksis, Rabu.
Menurut Abdul, melewati jalur tersebut membutuhkan kesabaran ekstra. Perjalanan yang biasanya ditempuh dari Banda Aceh menuju Aceh Utara selama enam hingga tujuh jam, kini bisa mencapai 13 jam sejak terjadinya bencana.
Selain di wilayah Bireuen, ia menyebutkan kemacetan juga terjadi di beberapa ruas jalan lain, meski tidak separah antrean di Jembatan Awe Geutah.
Abdul berharap pembangunan Jembatan Bailey Krueng Tingkeum-Kuta Blang, Kabupaten Bireuen, dapat segera dirampungkan. Kehadiran jembatan tersebut dinilai penting untuk mengurai kepadatan lalu lintas.
“Kalau jembatan itu sudah selesai, arus kendaraan di jalur nasional Banda Aceh-Medan pasti lebih lancar,” katanya.
Pemerintah dan pihak terkait diharapkan dapat mempercepat penyelesaian infrastruktur darurat tersebut agar mobilitas masyarakat dan distribusi logistik kembali normal pascabencana banjir.