JMSPS Menyeminarkan Penelitian tentang Qanun Jinayat
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Jaringan Masyarakat Sipil Peduli Syariah (JMSPS) bekerja sama dengan Balai Syura Inong Aceh (BSIA) dan Relawan Perempuan untuk Kemanusiaan (RPuK), Minggu, 9 September 2018 melaksanakan diseminasi hasil penelitian tentang Qanun Jinayat Aceh (Qanun No. 6 tahun 2014).
Menurut Khairani Arifin, presidium Balai Syura Inong Aceh, penelitian ini dilakukan sejak Agustus 2017 - Agustus 2018. Penelitian melibatkan 11 orang peneliti yang berasal dari akademisi yang berasal dari Aceh Barat, Banda Aceh, dan Langsa dengan sembilan orang asisten peneliti.
Penelitian yang didukung oleh The Asia Foundation (TAF) ini telah didiseminasi beberapa kali dengan komunitas akademik yang beragam, yang selanjutnya akan dibukukan. "Diseminasi telah dilakukan di Bogor dan Jakarta, dan kali ini dilaksanakan di Banda Aceh, agar komunitas pengampu di Aceh bisa mengerti dan merasa mengambil tanggung-jawab atas pelaksanaan QJ secara adil dan konstitusional, ungkap Khariroh Ali, komisioner Komnas Perempuan yang ikut hadir dalam acara ini.
Menurut Norma Susanti Manalu, koordinator JSMPS dan juga koordinator penelitian, latar belakang penelitian ini untuk melihat pada subtansi qanun yang dalam praktiknya masih terbuka pada tafsir sewenang-wenang sehingga membuka peluang diskriminasi terhadap perempuan. Hal yang paling riskan adalah adanya peluang memberikan ruang "kriminalisasi" dan "viktimisasi" perempuan terutama untuk delik pidana (jarimah) hal-hal yang berhubungan dengan seksual.
Tambah Norma, yang paling miris pada kasus pemerkosaan (Al-Mu’tashabah). Pada kasus pemerkosaan bisa muncul delik pidana lain yaitu Qadzhaf. Pada delik jarimah Qadzhaf atau menuduh pria yang memperkosa dan sang perempuan tak bisa membuktikan, maka ia berubah statusnya menjadi tersangka, sehingga malah dicambuk. Hal ini tentu jauh dari semangat keadilan di dalam Islam. Belum lagi korban pemerkosaan tidak mendapatkan hak-hak konstitusionalnya seperti restitusi dan pemulihan, yang itu menjadi tanggung –jawab negara.
Demikian pula kasus zina dan pemerkosaan. Ada relasi yang timpang antar laki-laki dan perempuan. Lelaki yang menjadi terdakwa dan dihukum cambuk akan dengan cepat bisa berbaur kembali di masyarakat, tapi tidak bagi perempuan. Ia mendapatkan stigma sosial sehingga ia tidak bisa bangkit pascakasus seksual. Banyak kasus-kasus susila terjadi akibat sikap masyarakat yang sedang melakukan pengintaian (tajasus) yang malah mengarah kepada persekusi kepada pasangan yang tertangkap, dan tidak ada penindakan hukum kepada kelompok persekusi.
Apalagi untuk kasus pemerkosaan, pihak aparat keamanan cenderung mengarahkan pada penyelesaian damai sehingga sangat tidak ada perlindungan keadilan kepada perempuan korban. Terlebih bagi perempuan dari keluarga miskin dan masyarakat pedesaan, proses penyelesaian secara damai adalah wujud dari eksploitasi ketidakadilan yang paling tinggi, yang bisa mengarah kepada munculnya kesan negatif pada praktik QJ, bukan saja di tingkat masyarakat tapi juga dunia internasional.
Penelitian ini sedang berada pada proses editing untuk diterbitkan. Upaya membukukan penelitian ini untuik memberikan peluang keterbacaan lebih luas dan memberikan daya manfaat bagi masyarakat dan peneliti yang akan mengembangkan lebih lanjut penelitian ini", ujar Yogi Febriandi, salah seorang peneliti dan juga dosen Antropologi Universitas Malikussaleh. Judul buku yang dipilih adalah "Menyusuri Jalan Keadilan : Upaya Peningkatan Layanan Bagi Perempuan Berhadapan dengan Hukum di Aceh". Yang menjadi editor buku adalah Andy Yentriyani dengan penerbit Mahara Publishing. (k)