Kabulkan Gugatan Walhi, PTUN Cabut Izin PLTA Tampur
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pengadilan Tata Usaha Negara Banda Aceh telah memutuskan untuk memenangkan gugatan Walhi Aceh atas penerbitan izin Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Tampur-1. di Kabupaten Aceh Tamiang, Gayo Lues, dan Aceh Timur, Provinsi Aceh. Pembangunan PLTA yang berada di dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) tersebut dinilai akan merusak habitat gajah Sumatera, mengancam kelangsungan hidup dan mata pencarian penduduk yang hidup di hilir sungai Tamiang serta melanggar aturan perizinan.
Muhammad Reza Maulana, SH Ketua Tim Pengacara Walhi mengatakan bahwa, "Intinya dalam pertimbangannya majelis hakim menyatakan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) No.522.51/DPMPTSP/1499/2017 yang diterbitkan Gubernur Aceh, dihubungkan dengan UUPA (Pasal 156, 165 dan 150) UU Kehutanan dan aturan Pelaksananya (UU 41/1999, PP 24/2010, Permen LHK No. P-50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 dan seterusnya), menyatakan bahwa Gubernur hanya berwenang menerbitkan IPPKH untuk luasan paling banyak 5 hektar dan bersifat non-komersial. Sedangkan fakta hukumnya IPPKH yang dikeluarkan oleh Gubernur Aceh kepada PT. Kamirzu terbit dengan luasan 4.407 Hektar, oleh karena itu majelis hakim menyatakan Gubernur Aceh tidak berwenang menerbitkan IPPKH. Selain itu dalam pertimbangannya Majelis Hakim juga menyampaikan Penerbitan Izin di dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) juga bertentangan dengan Pasal 150 UU Pemerintahan Aceh." Ujarnya melalui siaran pers yang diterima media ini, Kamis (29/8/2019)
Menurut Reza, ada yang menarik dalam putusan ini, dimana menurut kami, adanya bentuk penemuan hukum oleh majelis yaitu objek sengketa (IPPKH) ternyata telah diubah atau direvisi dengan IPPKH baru pada tanggal 29 Januari 2019, dan Majelis Hakim menyatakan karena bentuknya revisi maka dianggap satu kesatuan sehingga majelis hakim menarik perubahan tersebut ke dalam persidangan dan disebutkan pembatalan di dalam putusannya.
Artinya, selain telah dengan objektif menilai dan memutuskan, majelis hakim juga memberikan pelajaran hukum baru bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sementara itu Muhammad Nur selaku Direktur Walhi Aceh menyebutkan keputusan ini sebagai kemenangan rakyat yang berjuang untuk pemenuhan hak dan keadilan hukum demi terciptanya lingkungan yang sehat.
M. Nur mengapresiasi putusan ini, karena saat ini sangat langka ada pengadilan yang memberikan putusan hukum dengan gugatan aspek lingkungan hidup. M. Nur juga menyampaikan sangat berterima kasih kepada majelis hakim yang telah dengan teliti melihat perkara ini dari berbagi aspek.
Hingga saat ini dukungan dari masyarakat juga ditunjukkan melalui petisi "Batalkan Proyek PLTA Tampur yang Mengancam Jutaan Jiwa" yang mencapai hingga 144.000 tandatangan.M. Fahmi, salah satu anggota tim Perhimpunan Pengacara Lingkungan Hidup (P2LH) menyambut keputusan ini sebagai kemenangan besar bagi lingkungan.
"Keputusan pengadilan untuk mencabut IPPKH bendungan PLTA Tampur ini diharapkan bisa menjadi preseden bagi proyek-proyek lain yang mengancam perlindungan hutan di Indonesia."
Berikut ini seluruh amar putusan hakim:
• Dalam eksepsi, menolak Eksepsi Tergugat dan Tergugat II Intervensi untuk seluruhnya.
• Dalam pokok perkara,
1. Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya.
2. Menyatakan batal dan/atau tidak sah Keputusan Gubernur Aceh No. 522.51/DPMPTSP/1499/2017, tanggal 09 Juni 2017 tentang Pemberian IPPKH dalam Rangka Pembangunan Pembangkit Listrik tenaga air Tampur-I (443 MW) seluas -+ 4.407 Ha atas nama PT. Kamirzu di Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Tamiang, dan Kabupaten Aceh Timur Provinsi Aceh beserta perubahnnya.
3. Mewajibkan tergugat untuk mencabut objek sengketa beserta perubahannya.
4. Membayar biaya perkara secara tanggung renteng.
Selebihnya majelis hakim memberikan kesempatan untuk para pihak yang berkeberatan mengajukan banding ke PT. TUN Medan paling lama 14 hari sejak putusan ini dibacakan. (pd)