Kadis ESDM Aceh Tinjau Lokasi Penambang Tradisional Tertimbun Longsor di Aceh Selatan
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Aceh Selatan - Pemerintah Aceh melalui Dinas ESDM Aceh telah menurunkan tim untuk melakukan pengecekan langsung lokasi kejadian tertimbunnya penambang tradisional di Gampong Simpang Dua Kemukiman Manggamat Kecamatan Kluet Tengah Kabupaten Aceh Selatan, Sabtu (20/3/2021).
Tim ESDM Aceh (5 orang) terdiri Kepala Bidang Minerba, Kepala Seksi Wilayah Minerba, Koordinator Inspektur Tambang Aceh, Analis K3 Pertambangan dan dipimpin langsung oleh Ir. Mahdinur, MM selaku Kepala Dinas ESDM Aceh.
Tim ESDM Aceh turut didampingi oleh Instansi terkait Kabupaten Aceh Selatan diantaranya Asisten II Sekda Kab Aceh Selatan, Kepala DPMPTSP Kab. Aceh Selatan, Perwakilan DLHK Kab. Aceh Selatan, Perwakilan Dinas Pertanian Kab Aceh Selatan, Camat Kluet Tengah, Kabag Perekonomian Setda Kab. Aceh Selatan dan Polsek Kecamatan Kluet Tengah.
Berdasarkan hasil peninjauan dilaporkan data dan fakta bahwa lokasi kejadian tertimbunnya penambangan tradisional tepatnya pada titik koordinat 03°11'03"N / 97°20'35"E, yang berada pada areal wilayah yang telah memiliki Izin Usaha Pertambangan (WIUP) Operasi Produksi Komoditas Bijih Besi DMP atas nama KSU Tiega Manggis.
“Kejadian tersebut menimpa 5 orang masyarakat penambang tradisional dimana 2 orang diantaranya meninggal dunia akibat tertimbun oleh longsoran di dalam lubang tambang yang dibuka secara ilegal pada lokasi WIUP, dan pada lokasi kejadian telah terdapat police line. Untuk sementara waktu Pemegang IUP berhenti melakukan aktifitas operasi produksi pada lokasi tersebut,” ujar Mahdinur.
Berdasarkan temuan dilapangan, kejadian tersebut terjadi di luar jam kerja pemegang IUP pukul 07.00 WIB s/d. 17.00 wib). Setiap harinya ±150-200 orang melakukan kegiatan penambangan tanpa izin (ilegal) setelah jam kerja dilakukan yaitu pada sore sampai malam hari bahkan sampai pagi hari baru berhenti.
Pihak Pemegang IUP telah memasang tanda larangan Dilarang masuk tambang tanpa izin, namun hal tersebut tidak diindahkan oleh para penambang tradisional tanpa izin (PETI).
Sampai dengan saat tinjauan dilakukan, belum ada lagi aktifitas PETI/masyarakat yang masuk ke tambang untuk melakukan kegiatannya.
Dalam hal aspek teknis disampaikan bahwa kegiatan tambang merupakan suatu kegiatan yang memiliki resiko yg sangat tinggi (high risk) terutama dalam hal keselamatan kerja, sehingga sangat diperlukan perhatian dan penanganan secara profesional dan terkendali. Apabila tidak diperhatikan maka resiko kecelakaan sangat mungkin terjadi.
Kegiatan pertambangan wajib dilakukan secara prosedural untuk semua aspek mulai dari aspek teknis, keselamatan pertambangan, lingkungan dan konservasi.
Penambang tradisional tersebut bekerja tanpa memiliki Izin baik dari Pemerintah atau tanpa se izin dari Pemegang IUP dengan kata lain dilakukan secara Ilegal Mining sehingga tidak dapat diawasi oleh pihak pemegang IUP.
Metode/cara menambang yang dilakukan dengan membuat lubang-lubang dengan kedalaman tertentu & arahnya mengikuti urat-urat (vein) batuan yang memiliki indikasi mineral emas (glory hole).
Kegiatan penambangan tanpa izin (ilegal mining) melanggar UU No. 03 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Pasal 158).
Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten telah sering kali melakukan Sosialisasi tentang bahaya penambangan secara ilegal dan menggunakan menggunakan bahan kimia seperti Merkuri atau Air Raksa dalam melakukan pemisahan emas, diantaranya telah menerbitkan edaran/instruksi Gubernur dan peyebaran poster-poster yang kerap dilakukan.
“Fenomena tambang tanpa izin (ilegal mining) kerap muncul saat diberikannya lahan konsesi kepada badan usaha/koperasi pemegang IUP Eksplorasi dan Operasi Produksi khususnya komoditas emas yang selanjutnya melakukan kegiatan eksplorasinya/penambangannya, dan disaat itu juga masyarakat penambang tradisional melakukan kegiatan ilegalnya dilahan konsesi badan usaha/koperasi tersebut,” ujar Mahdinur.
Langkah-langkah yang telah dan akan ditempuh oleh Pemerintah Aceh berkoloborasi dengan Pemda Kabupaten Aceh Selatan sebagai berikut:
Terus melakukan upaya sosialisasi terkait bahaya penambangan secara ilegal dan menggunakan menggunakan bahan kimia seperti Merkuri atau Air Raksa dalam melakukan pemisahan emas.
Mencari solusi masyarakat yang bekerja melakukan penambangan tradisional, dimana tentunya masyarakat yg menekuni tambang ini dapat dipastikan bahwa terjadinya pengalihan dari mata pencaharian yg sebelumnya berkebun atau pertanian menjadi penambang, dengan harapan mencari ekonomi yang lebih baik dan hasilnya cepat. (Solusinya kembali ke kegiatan semula dan dengan bantuan Program Pemberdayaan Masyarakat sekitar tambang/CSR).
Tetap dengan kegiatan ?barunya? (sebagai penambangan tradisional) namun bekerja sama dengan Pemegang Izin Usaha Pertambangan (Win Win Solution) tentunya dengan cara ini masyarakat harus mengikuti ketentuan dan prosedur dari Pemegang IUP.
Masyarakat yg menekuni tambang di lahan konsesi tersebut dapat menjadi pekerja pada perusahaan atau pemegang Izin tersebut atau hasil dari kegiatan tambang oleh masyarakat tersebut dapat di tampung/dibeli oleh pemegang izin tersebut dengan syarat mengikuti ketentuan teknis dan keselamatan kerja dari Pemegang IUP tersebut.
Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral Aceh merencanakan akan mengundang pihak instansi terkait Pemkab aceh selatan beserta ketua KSU tiega manggis ke banda aceh guna membahas lebih lanjut terhadap solusi/opsi yang akan disimpulkan nantinya.