kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Kadis Kelautan dan Perikanan Aceh : Saya tidak Mau Terjerat Hukum

Kadis Kelautan dan Perikanan Aceh : Saya tidak Mau Terjerat Hukum

Kamis, 29 Agustus 2019 20:42 WIB

Font: Ukuran: - +

Cut Yusminar A.Pi, M.Si. Kadis Kelautan dan Perikanan Aceh (foto/ go aceh)


DIALEKSIS.COM| Banda Aceh - Cut Yusminar A.Pi, M.Si mengakui dirinya tidak mau terjerat hukum, karena mengelola paket proyek di Dinas Keluatan dan Perikanan Aceh. "Saya harus ketat, saya tidak mau terjerat hukum," sebutnya. 

Pernyataan itu disampaikan Cut Yusminar, Kadis Keluatan dan Perikanan Aceh, menjawab Dialeksis.com, Kamis (29/8/2019) via selular. Dia berjanji akan mengelola proyek untuk tepat sasaran, tepat manfaat dan tepat guna.

Pernyataan itu disampaikan Cut, ketika Dialeksis, menanyakan besarnya anggaran untuk pengadaan benih ikan nila mencapai Rp 37,8 miliar pada anggaran APBA 2019. Sementara untuk pengadaan benih bandeng hanya Rp 26,6 milyar dan untuk benih udang Rp 14,5 miliar. Mengapa nila anggaran pengadaan benihnya lebih besar.

 "Saya akui nilainya besar, 37, 8 milyar. Mengapa bisa nilainya lebih besar? Pertama nila itu bisa dibudidayakan, didaratan, di air tawar dan di pesisir. Perbatasan dari Subulussalam sampai ke Tamiang ada nila," sebut Cut.

Nila menurutnya, lebih mudah dibudidayakan. Angka mortalitas rendah (kematian), sementara angka kehidupan lebih besar. Nila itu tingkat hidupnya tinggi, pasti bisa dipanen.

"Berbeda dengan udang. Kalau udang rentan terhadap penyakit, sebulan dua bulan kena penyakit. Sementara nila belum tentu terkena penyakit. Unit pembenihan rakyat juga banyak. Di seluruh Aceh banyak, semua punya bibit pembenihan ikan nila," jelasnya.

Di Aceh itu, jelasnya dimana mana bisa dikembangkan nila, baik untuk air tawar dan air asin dikawasan pantai pesisir. Budi daya ikan nila tertinggi di Aceh, disusul kemudian lele. Pengembangan ikan nila juga tidak terlalu rumit.

Petani ikan sudah menyiapkan bakalan bibit. Yang sudah menjadi induk akan dibawa ke unit pembenihan untuk dikembangkan. Jadi nila tidak susah mengembangkanya, jelas Cut.

"Pembenihanya mudah,tidak rumit seperti gurami. Kalau gurami harus sediakan tempat bersarang untuk bertelur. Kalau nila tidak, selain itu untuk mengembangkanya tidak susah," kata Cut.

Dialeksis menanyakan bagaimana nanti bila disahkan peraturan hibahnya, apakah benih dan penyaluranya akan tepat sasaran?

"Kebutuhan benih ikan nila itu stand by. Pembenihan rakyat itu ada di kabupaten Aceh Tenggara, Aceh Tengah, gayo Lues, Bener Meriah, Bate Ilek, Abdya, Aceh Selatan, Subulussalam. Kita tidak akan kekurangan benih," sebutnya.

"Unit pembenihan rakyat hampir di semua wilayah unit ada. Jadi tidak menjadi kendala. Insya Allah Aceh harus mandiri benihUpr hampir semua wilayah unit pembenihan rakyat.

Jadi tidak ada kendala. Insya Allah tidak ada kendala. Aceh harus mandiri benih. Itu sudah komitmen. Bila nanti benar benar tidak mencukupi, baru benihnya akan didatangkan dari Sumatra Utara. Namun kita upayakan Aceh mandiri benih nila, sebut Cut.

"Aceh harus memiliki benih udang dan nila. Udang juga sekarang banyak. Udang Pidie Jaya dipinggir pantai banyak tersedia. Demikian dengan Aceh Timur, Aceh Utara, semua ada pembenihan udang. Kalau jalan jalan di pinggir laut, kita lihat sudah ada benih udang," jelasnya.

Dasar indicator pengembangan ikan nila bukan berpedoman pada luas area. Namun indikatornya area budidayanya. Lima kabupaten di Aceh yang tak punya laut, merupakan potensi pengembangan ikan nila yang sangat luar biasa.

Hamparan budidaya pengembangan ikan nila dapat dilihat di kabupaten kawasan pengunungan ini. Hamparan budidaya ikan nila di Danau Lut Tawar misalnya, disana dikembangkan ikan nila dan ikan mas.

Sementara paktor area di kawasan pesisir juga luar biasa. Tambak dikawasan pesisir hamparanya luas. Di Langsa misalnya, ketika kadis ini menyusuri kawasan sungai Lung, jauh ke dalam, terdapat hamparan tambak yang luar biasa.

Kalau di Biruen, kawasan Jangka itu merupakan pengembangan yang sangat baik. Aceh memang memiliki potensi untuk pengembangan ikan nila, bandeng dan udang.

Bagaimana agar program ini tepat sasaran, tepat dan manfaat dan tepat guna?

 "Kami akan libatkan tim indepeden. Saat penyaluran benih, kami akan melibatkan pihak lain, disertai dengan dokumen yang lengkap. Penyuluh perikanan di Aceh sudah didata, mereka akan dilibatkan, dengan memberikan honor kepada mereka, walau nilainya minim," sebut Cut.

"Informasi di luar kan tidak enak, Ini bibit bibit ikan aspirasi. Kita akan salurkan dengan baik, agar masyarakat puas. Jangan gara gara ini saya dituduh macam macam, dituduh tidak baik, melanggar hukum," jelas Cut.

Cut mengakui dia pernah punya pengalaman ketika menjadi Kadis perikanan di kabupaten/ kota. Dia dapat mengambil pelajaran dari cara penyaluran benih yang dilakukan pihak dinas provinsi. Pengalaman ini membuat dia harus membenahinya.

"Saya ingin benahi, penyaluran bibit supaya masyarakat puas. Bahkan kami akan mengajak kantibabinmas dan babinsa untuk mendampingi saat disalurkan benih," katanya.

Dalam persoalan ini, Cut mengakui tegas. Dia pernah punya pengalaman ketika menyalurkan bantuan mesin. Setiap disalurkan dia mengambil dokumen, ada foto. Bantuan itu tidak boleh dipindah tangankan dan tidak boleh diperjual belikan.

"Saya ketat diberita acaranya. Saya tidak mau main main, karena ini berhafapan dengan hukum. itu yang saya tidak mau. Kalau ada yang jual, atau entah dikemanakan, kami punya dokumen, maka laporan kami tebal tebal, " jelasnya.

"Kalau ditanya polisi, ini buk tidak tepat sasaran, ini dokumen kami, ini saya punya foto. Bahkan kami rencanakan akan memvideokan ketika menyerahkan bantuan. Artinya harus tepat sasaran," jelasnya.

MaTA

Sebelumnya, Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menggelar konferensi pers, sehubungan dengan anggaran yang dikelola Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh. Nilai yang dikelola dinas ini terdiri dari 762 paket pengadaan yang total anggaranya mencapai Rp 335.486.565.780.

Menurut Hafidh, dari total anggaran Rp.129.918.429 dana APBA 2019, untuk pengembangan benih ikan nila anggaranya mencapai Rp 37,8 miliar. Pengadaan bibit bandeng Rp26,6 miliar dan Rp14,5 miliar untuk bibit udang .

Untuk wilayah sebaran benih , MaTA menilai Kabupaten Aceh Utara dan Bireuen paling banyak mendapatkan gucuran dana. Aceh Utara mendapatkan Rp 17,1 miliar. Bireuen Rp 16,3 miliar. Aceh Besar juga tergolong besar mencapai Rp 11 milyar.

Menurut MaTA ini daftar data alokasi pengadaan bibit ikan nila untuk berbagai kabupaten di Aceh, disusun sesuai besaran alokasi anggaran.

Aceh Utara Rp. 5, 2 miliar lebih. Bireuen Rp.4.4 miliar lebih. Untuk Pidie Rp.3,1 miliar. Aceh Tamiang Rp.2,9 miliar lebih, Aceh Tenggara Rp. 2.6 miliar lebih. Pidie Jaya Rp 2, 3 miliar lebih.

Aceh Besar Rp2.3 miliar, Aceh Tengah Rp2,24 miliar. Gayo Lues Rp.1.81 miliar, Aceh Timur Rp1,5 miliar, Aceh Jaya Rp1,35 miliar, Aceh Selatan Rp1,35 miliar, Aceh Barat Daya Rp1,3 miliar , Bener Meriah Rp1,165 miliar

Lhokseumawe Rp1,4 miliar. Aceh Barat Rp 870 juta, Langsa Rp.435 juta, Aceh Singkil, nagan raya, Subulussalam masing masing mendapatkan Rp400 juta. (baga)


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda