Kadis Pendidikan Aceh Janji Perbaikan Mutu Pasca Evaluasi BPKP
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Marthunis. [Foto: Dokumen untuk dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Marthunis, memberikan tanggapan terkait hasil evaluasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tentang kinerja pendidikan di Aceh tahun 2023.
Hasil evaluasi ini menyoroti sejumlah persoalan dalam penerapan Kurikulum Merdeka di berbagai jenjang pendidikan, terutama di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
"Kami berterima kasih atas evaluasi BPKP terkait beberapa kinerja pendidikan Aceh tahun 2023. Hasil evaluasi ini akan menjadi prioritas perbaikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan Aceh," ujar Marthunis kepada media, Jumat (27/9/2024).
Berdasarkan laporan BPKP, salah satu masalah utama yang diidentifikasi adalah ketimpangan penerapan Kurikulum Merdeka di SMA dan SMK.
Dari 542 SMA di Aceh, hanya 146 sekolah atau sekitar 26,98 persen yang telah menerapkan Kurikulum Merdeka secara penuh.
Sebaliknya, di tingkat SMK, penerapan kurikulum ini jauh lebih baik, dengan 209 dari 222 sekolah (94,14 persen) yang telah mengimplementasikan Kurikulum Merdeka secara optimal.
Pemerhati kebijakan publik, Dr. Usman Lamreung, M.Si., yang juga turut memberikan pandangannya, menyoroti bahwa penerapan Kurikulum Merdeka di Aceh masih jauh dari harapan, khususnya di jenjang SMA.
"Upaya yang dilakukan pemerintah, seperti workshop pengembangan kurikulum, memang positif, tetapi belum memberikan dampak signifikan," ungkap Usman.
Menurutnya, permasalahan mendasar terletak pada kualifikasi dan sertifikasi guru yang masih belum memadai. Berdasarkan Permendikbud Nomor 12 Tahun 2024, pemerintah daerah memiliki tanggung jawab penuh dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka.
Sayangnya, menurut Usman, Pemerintah Aceh belum optimal dalam memenuhi kualifikasi guru yang diperlukan. Hal ini menjadi salah satu penghambat utama dalam penerapan kurikulum secara merata.
"Belum optimalnya intervensi pemerintah dalam memenuhi kebutuhan dan distribusi guru yang merata menjadi persoalan serius. Kondisi ini berdampak pada capaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Pendidikan yang tidak sesuai target," jelas Usman.
Temuan BPKP juga mengungkap bahwa dari 22 kegiatan pendidikan dengan anggaran sebesar Rp282,26 miliar, implementasinya dinilai tidak tepat sasaran untuk menyelesaikan permasalahan kewilayahan di Aceh.
Kegiatan yang direncanakan, menurut evaluasi, tidak mampu menjawab tantangan terkait peningkatan kualitas pendidikan secara keseluruhan di daerah tersebut.
"Salah satu yang mengejutkan, anggaran sebesar itu ternyata tidak mampu menyelesaikan permasalahan pokok pendidikan di Aceh, terutama dalam meningkatkan kemampuan belajar siswa, kompetensi guru, dan peran sekolah dalam mengembangkan literasi dan numerasi," ucap Usman.
Menurutnya, rendahnya kemampuan literasi dan numerasi peserta didik di Aceh menjadi cerminan dari kurangnya dukungan pemerintah dalam hal pengembangan kualitas pendidikan di tingkat lokal.
"Kondisi ini, harus segera diatasi dengan pendekatan yang lebih strategis dan holistik," pungkasnya. [nh]