"Kalau Pilkada Dilakukan DPRA, Tak Akan Ada Sosok seperti Abusyik"
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Bila pemilihan kepala daerah dilakukan lewat DPRA, tidak akan pernah memunculkan atau dimenangkan sosok seperti Abusyik di Pidie.
Demikian disampaikan oleh Ibnu Rusdi, Ketua DPD Hanura Provinsi Aceh, Sabtu (24/2). Abusyik yang dimaksudnya adalah Roni Ahmad, Bupati Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh.
Menurut Ibnu Rusdi, Pro dan kontra mengenai permasalahan sistem pemilihan kepala daerah, antara pemilihan langsung oleh rakyat dengan pemilihan oleh DPRD memicu perdebatan kembali.
Prinsip pemilihan langsung oleh rakyat katanya adalah esensi dari demokrasi itu sendiri. Dengan keterlibatan langsung rakyat untuk memilih pemimpin mereka, harapannya pemimpin yang terpilih tersebut dapat bekerja untuk kepentingan rakyat yang telah memilihnya.
"Jadi pertanggungjawaban langsung para pemimpin ialah untuk rakyat, memenuhi segala kebutuhan dan kepentingan yang rakyat inginkan adalah menjadi standar kerja tersendiri untuk pemimpin terpilih." sebutnya.
Jika pemimpin yang terpilih tersebut kata Ibnu Rusdi tidak bisa bekerja sebaik mungkin seperti yang seharusnya, maka rakyat akan menghukumnya langsung yaitu dengan tidak memilih dia kembali dipemilihan yang akan datang.
Kemudian kelebihan sistem pemilihan ini dialah rakyat dapat memilih langsung calon yang dianggap mampu, berkualitas, figur yang dekat dengan masyarakat, dan yang dianggap sebagai pembela kepentingan mereka.
Namun negatifnya dari sistem pemilihan langsung oleh rakyat ialah akan memerlukan biaya yang sangat besar dalam proses pemilihan langsung, disamping biaya besar yang akan dikeluarkan oleh setiap kandidat yang akan bertarung dan biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah sebagai penyelenggara pemilihan.
Sehingga efek buruknya berlanjut ketika pemimpin tersebut menduduki kursi pemimpin, kaerena dalam pemilu cost yang dikeluarkan yang sangat besar, maka ketika terpilih akan cenderung terlibat dalam tindakan-tindakan melanggar hukum (korupsi) untuk menguntungkan pribadi secara materi karena pemimpin tersebut terlibat dalam berbagai kepentingan yang menyangkut materi biaya kampanye dan biaya lainnya pada saat pemilihan diawal.
Hal lain akan banyak hutang yang harus dilunasi. Kemudian rawan terjadinya kecurangan-kecurangan dan manipulasi politik yang dilakukan oleh kandidat yang lebih mampu secara sumber daya finansial jaringan atau dan lain-lain, Sehingga hasil pemilihan kadangkala tidak seperti yang diharapkan yaitu asas jujur dan adil, sebutnya.
"Sering terjadinya money politik, hal tersebut terjadi karena unsur pendidikan politik belum menyeluruh untuk rakyat indonesia," ungkapnya.
Sedangkan sistem pemilu dipilih oleh DPRD efek positifnya ialah calon kandidat kepala daerah yang akan diseleksi oleh DPRD itu, cenderung akan memenuhi unsur kualifikasi yang dibutuhkan oleh seorang pemimpin seperti kecerdasan, kecakapan, kompetensi, jaringan dan berbagai prestasi lainnya.
Ada beberapa argumen yang mendukung alasan tersebut seperti, DPRD pasti ngin menciptakan hubungan kerja yang harmonis dan stabil dengan kepala daerah sehingga kandidat yang mempunyai kemampuan itu dianggap lebih baik daripada kandidat yang dianggap bodoh/tidak mampu karena akan mengganggu kinerja pemerintahan ke depan.
Kemudian kata Ibnu Rusdi, jikapun ada permainan kongkalingkong antara kedua belah pihak eksekutif dan legislatif itu, maka DPRD juga tetap akan memilih orang yang lebih berkompeten dibandingkan dengan orang yang tidak berkompeten, hal itu disebabkan jika terjadi sesuatu kesalahan manajemen pemerintahan maka DPRD akan terkena imbasnya.
Aspek negatifnya adalah pemimpin tidak terlalu memikirkan program-program yang berbasis kerakyatan karena mereka berargumen dipilih oleh DPRA, bukan karena rakyat. Hal tersebut menjadkan tanggung jawab moril mereka terhadap rakyat berkurang.
"Terjadinya praktik KKN yang besar dan politik dagang sapi dalam berbagai kepentingan, mengingat DPRD mempunyai fungsi ataupun andil yang besar dalam terpilihnya kandidat tersebut menjadi pemimpin daerah," sebutnya.
Peran partai kembali kuat, minusnya kepala daerah terjebak dengan agenda agenda politik praktis di dalam pemerintahan, demikian Ibnu Rusdi. (j)