kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Kanwil BPN Aceh : Tanah Untuk Kombatan Disiapkan

Kanwil BPN Aceh : Tanah Untuk Kombatan Disiapkan

Rabu, 16 September 2020 20:34 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh- Kanwil BPN (Badan Pertanahan Nasional ) Aceh mengakui, soal tanah untuk mantan kombatan Aceh, saat ini sudah menunjukan kemajuan. Sudah ada kesepakatakan soal tanah kepada kombatan.

“Sudah dilakukan musyawarah antara BRA, para bupati, walikota, untuk menginventaris tanah tanah, lahan lahan yang bisa dibagikan kepada kombatan,” sebut Agusyarsyah, menjawab Dialeksis.com, via selular, ketika disingung soal tanah kombatan.

Menurutnya, sudah dibentuk gugus tugas reforma BRA, ketuanya bupati/walikota. Ketua pelaksana harianya kepala kantor. Dulu belum terbentuk, hari ini sudah 100 persen terbentuk di Aceh. Dalam waktu 8 bulan ini kita bekerja untuk menginventarisir subjek, sebutnya.

“Menginventarisir orang orang GAM yang masih layak diberikan lahan. 15 tahun sudah berlalu. Saat ini ada orang orang yang memang tidak layak lagi diberikan. Mereka sudah mampu, kekayaanya sudah lebih,” kata Agustyarsyah.

Ada orang orang yang memang dibawah garis kemiskinan yang memang harus diberikan. Itu subyek harus sesuai, indikatornya harus jelas. Siapa yang berhak menerima dan siapa yang tidak lagi berhak menerima. Harus jelas, katanya.

Demikian dengan tanahnya juga harus jelas, tanah yang mana. Apakah tanah bekas HGU, apakah tanah hutan, kehutanan yang harus dilepaskan. Apakah tanah negara bebas, obyek ini harus jelas. Jadi subyek dan obyek itu yang kini diinventaris.

“Untuk saat ini sudah ada 7 kabupaten kota yang kler dalam persoalan obyek. Belum clear di subyek. Belum kler di orang-orang, siapa yang berhak mendapat tanah ini. Kita akan kejar terus, mudah mudahan seluruh kabupaten kota itu memberikan kontribusi,” pintanya.

“Kalau sudah memberikan kontribusi, sudah punya lahan yang cukup, kemudian sudah kita petakan, menjadi data basenya pemerintah Aceh. Dsini ada lahan, disini ada orang miskin, kita bisa inventaris semuanya dan itu luar biasa,” jelasnya.

Menurut Agustyarsyah, namun harus ada dasar hukumnya. Agar, semuanya bisa bergerak dengan nyaman. Karena dalam GTRA (Gugus Tugas Reforma Agraria) yang dibentuk itu, semua intansi ada, ada bupati sebagai ketuanya. Ada kepala kantor sebagai pelaksana harianya. Ada BRA, ada dinas lingkungan hidup, pertanahan, semuanya ada.

“Setelah kita inventaris, kita sudah punya stok, kapan mau kita gunakan kita sudah bisa. Namun tidak bisa mengunakan semena mena. Jangan mentang mentang punya tanah sekian hektar, di Aceh Tengah misalnya, kemudian pecah dibagi bagi, enggak bisa seperti itu,” sebutnya.

“Kan ada GTRA yang tugasnya mengontrol tim itu semua. Ada dinas pertanahan, ada gecik, semuanya mengontrol. Semua tim yang sudah memberikan tanah itu kepada siapa, semuanya harus bertanggungjawab kepada Allah dan kepada seluruh manusia,” jelasnya.

Apakah ini tidak akan memicu konflik interest, like or dis like. Suka tidak suka? Tidak ada istilah like and dis like, kan nanti tim akan mengumumkan prioritas. Siapa yang berhak mendapatkan. Tidak akan muncul gejolak kalau tim ini fair dengan cara cara yang mereka lakukan, sebut Agustyarsyah.

“Nanti akan diumumkan di desa, siapa yang akan mendapatkan tanah. Ada pengakuan dari tuha puet, prosedurnya harus ditempuh,” sebutnya.

Setelah tanah itu dapat, orang yang mendapatkanya akan bagun akses reformnya. Orang yang bukan petani dilatih, supaya punya skil pertanian, bibit dipikirkan, produknya dipikirkan, demikian dengan kualitasnya dan pasarnya. Itu disebut dengan agres reform dalam GTRA.

Ada yang mengkhawatirkan tentang orang orang yang menerima tanah. Menurut Kakanwil BPN Aceh ini, bila kita berpikir seperti ini terus dibudayakan, bagaimana mau maju. Bagaimana kita mau maju kalau tidak percaya pada pimpinan yang amanah dan tim orang yang amanah yang memilih mana yang berhak mendapatkan, dengan benar benar keadilan.

“Konsep penentuan subyek siapa yang berhak mendapatkan itu yang benar benar dikontrol. Sistemnya yang harus dibangun. Perlu ada satu daerah yang dijadikan pilot project, bagaimana pilot project itu benar benar menjadi acuan bagi kabupaten kota yang lain,” jelasnya.

“Kita akan terus berupaya semaksimal mungkin, dalam 8 bulan ini persoalan inventaris subyek dapat diselesaikan,” demikian penjelasan Kanwil BPN Aceh. (baga)


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda