Kasus Beasiswa, Advokat: Yang Harus Dikejar Aktor Utamanya, Bukan Mahasiswa
Font: Ukuran: - +
Reporter : Fatur
Para Advokat di Aceh yang tergabung dalam Solidaritas Advokat Aceh Untuk Mahasiswa menggelar konferensi pers, Senin (21/2/2022) terkait kasus beasiswa dimana ratusan mahasisw terancam Pidana.
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Para Advokat di Aceh pasang badan terkait kasus dugaan korupsi beasiswa yang mana ratusan mahasiswa terancam Pidana. Seperti diketahui, beberapa hari lalu Polda Aceh mengumukan bahwa ada 400 mahasiswa penerima beasiswa tahun 2017 yang tidak memenuhi syarat.
Polda Aceh menyerukan para mahasiswa yang tidak memenuhi syarat untuk mengembalikan uang beasiswa itu ke kas negara. Para mahasiswa pun terancam pidana bila tidak mengembalikan uang tersebut ke kas negara.
Menyikapi terkait perihal pengembalian biaya yang diwajibkan kepada penerima beasiswa dimaksud, para advokat di Aceh pasang badan. Dalam konferensi pers, Senin (21/2/2022), Solidaritas Advokat Aceh Untuk Mahasiswa menyatakan bahwa para mahasiswa adalah korban dalam kasus ini, dan meminta Polda Aceh mengusut aktor utamanya.
Para Advokat yang tergabung dalam Solidaritas Advokat Aceh Untuk Mahasiswa ini antara lain Erlanda Juliansyah Putra SH., M.H., Kasibuan Daulay S.H., Nourman, S.H., Ilham Zahri, S.H., M.H., Raja Inal Manurung, S.H., Faisal Qasim, S.H., M.H., Hidayatullah, S.H., T.Ade Pahlawan, S.H., Muttaqin Asyura, S.H., Shahnaz nabila, S.H., M. Al Aziz, S.H., Andir Putri Amanda S.H., Nazaruddin SH, Zakaria Muda S.H.
“Menurut kami, mahasiswa/i ini adalah korban bukan sebagai pelaku utama,” tegas Advokat Kasibuan Daulay dalam konferensi pers, Senin (21/2/2022) di D’Energy Cafe, Aceh Besar. Dia menambahkan, seharusnya yang dikejar itu adalah kebenaran materil, bukan kebenaran formil.
“Kalau secara formil mungkin yang memegang itu adalah mahasiswa/i, tapi secara materil kami dorong teman-teman Polda Aceh untuk menemukan kebenaran materilnya kemana saja aliran dana itu dan siapa pelakunya. Seperti yang kami sampaikan bahwa ini kejahatan tindak pidana korupsi yang terstruktur secara sistematis, oleh karenanya harus dituntaskan dan harus dibawa ke Pengadilan,” sebutnya.
Kasibuan meminta pihak kepolisian agar tidak berhenti kasus tersebut di lapisan terbawah, tetapi harus mengambil aktor utamanya atau orang yang secara fakta hukum memang bersalah. Solidaritas Advokat Aceh Untuk Mahasiswa, kata Kasibuan, siap mendampingi mahasiswa jika terjadi diskriminasi hukum sampai ke Pengadilan.
“Sejauh ini sudah ada puluhan orang yang melaporkan kepada kami dan akan terus bertambah, mereka sudah sampaikan bagaimana kronologisnya, berapa yang dipotong, dan lainnya. Hal tersebut sudah ada di kita namun kita belum bisa mempublish ke Publik untuk saat ini,” tukasnya.
Adapun yang dilakukan Polda Aceh dengan membuka posko pengembalian uang itu, Dirinya sangat menghormati hal tersebut. Namun, secara pribadi, Kasibuan menyarankan, kalau belum saatnya dikembalikan jangan dikembalikan terlebih dahulu, kalau sudah saatnya berarti itu sudah benar-benar diyakini oleh hakim bahwa dialah pelakunya maka baru dikembalikan.
“Tapi kalau saat ini dikembalikan, takut saya, karena dalam UU Tipikor itu tidak ada yang namanya pengembalian, dengan begitu bisa saja dianggap bahwa itu adalah pengakuan melakukan tindak pidana korupsi, padahal dia (Mahasiswa/i) tersebut hanya formil saja menerima beasiswa tersebut, dan secara materilnya bukan dia yang menerima uang tersebut,” jelasnya.
Menurutnya, jangan dulu dikembalikan uang itu sampai benar-benar jernih penyelidikan ini baru proses berikutnya yang menentukan.
Konferensi pers yang digelar oleh Solidaritas Advokat Aceh Untuk Mahasiswa ini juga memberikan beberapa catatan penting yaitu, sebagai berikut:
1. Kami mengapresiasi berjalannya penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus beasiswa yang sedang ditangani oleh Kepolisian Daerah Aceh, akan tetapi menurut kami yang harus segera di usut adalah dalang di balik kasus beasiswa ini sebab mereka adalah aktor intelektual yang merencanakan dan mengambil keuntungan dari kasus tersebut.
2. Pasal 29 Pergub No. 58 Tahun 2017 tentang Beasiswa Pemerintah Aceh terdapat klausul yang mewajibkan penerima untuk mengembalikan beasiswa yang diterimanya apabila si penerima memberikan keterangan yang tidak benar dalam laporan progres akademik. Laporan inilah yang dianggap dilakukan oleh 400 penerima beasiswa dengan tidak memenuhi persyaratan.
3. Faktanya dalam proses ini terdapat suatu mekanisme penyeleksian yang telah dilakukan oleh Panitia “Pengelola Beasiswa” dalam hal ini adalah BPSDM (Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Aceh) terhadap syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh BPSDM selaku pengelola Beasiswa Pemerintah Aceh. Sehingga apabila syarat-syarat tersebut telah terpenuhi maka BPSDM baru bisa menyalurkan beasiswa ini kepada penerima yang dinyatakan lulus seleksi dengan mewajibkan si penerima beasiswa untuk melengkapi dan menyampaikan dokumen yang dibutuhkan untuk pencairan beasiswa tersebut.
4. Pasal 22 ayat (5) Pergub No. 58 Tahun 2017 juga menyebutkan bahwa terkait dana beasiswa yang disalurkan tersebut harus melalui proses validasi dan verifikasi dokumen sehingga dalam hal ini mahasiswa yang dinilai tidak memenuhi syarat seharusnya tidak diloloskan sebagai penerima, namun buktinya mahasiswa dalam hal ini dituduhkan seolah-olah melakukan persengkongkolan jahat kepada oknum tertentu untuk mendapatkan beasiswa sehingga harus mengembalikan uang yang diterima kepada penyidik.
5. Posisi mahasiswa dalam hal ini adalah korban. Pasal 1 ayat (3) UU Perlindungan Saksi dan Korban menyebutkan “korban adalah orang yang mengalami kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana” adanya pihak pihak dalam hal ini adalah oknum penghubung “korlap” yang menjadi dalang dalam kasus ini seharusnya terlebih dahulu dimintai pertanggung jawabannya mutlak secara pidana sebab mereka merugikan korban “mahasiswa” secara ekonomi, mahasiswa yang menerima beasiswa adalah mereka yang dinilai memenuhi syarat, dan para mahasiswa ini telah memenuhi segala persyaratan yang disyaratkan oleh pengelola beasiswa dalam hal ini BPSDM sehingga dalam hal ini para oknum itu lah yang seharusnya bertanggung jawab penuh terhadap masalah ini.
6. Solidaritas Advokasi Aceh untuk Mahasiswa meminta polisi untuk tidak menjadikan mahasiswa sebagai subjek utama dalam penyidikan kasus ini dan tidak memaksa mahasiswa yang telah menerima beasiswa pada tahun 2017 untuk segera mengembalikan uang beasiswa secara penuh, penegakkan hukum harus diarahkan kepada aktor intelektual yang memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan pribadi.
7. Advokat yang tergabung dalam solidaritas ini adalah para advokat yang terdiri dari berbagai macam organisasi advokat dan bersedia membantu para mahasiswa untuk memenuhi haknya sebagai penerima yang sah.
8. Aksi solidaritas ini adalah tanggung jawab moril kami sebagai advokat dalam merespon permasalahan hukum yang sedang dialami oleh para mahasiswa baik dari strata 1 sampai dengan strata 3, sebab mereka adalah ujung tombak generasi intelektual muda aceh dimasa yang akan datang.
Kemudian, Solidaritas Advokat Aceh Untuk Mahasiswa ini juga membuka posko disetiap kantor mereka masing-masing, atau bisa melalui link: https://bit.ly/pendaftaranadvokasimahasiswapenerimabeasiswa. [ftr]