Kasus Dugaan Pembunuhan Tahanan, FKPH: Polda Aceh Harus Terapkan Equality Before The Law
Font: Ukuran: - +
Ketua Umum Forum Kajian dan Penulisan Hukum (FKPH) FH Unimal, Aris Munandar. [Foto: Ist.]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kisah pilu melanda seorang warga Aceh Utara setelah ditangkap dugaan kasus penadahan di salah satu SPBU Diski KM 16 Sei Semayang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang. Saifullah dianiaya oleh oknum Polres Bener Meriah hingga tewas. Korban dipukul hingga tewas, ini menjadi dugaan motif pembunuhan yang merenggut nyawa korban.
Ketua Umum Forum Kajian dan Penulisan Hukum (FKPH) FH Unimal, Aris Munandar mengatakan, Dalam proses penanganan tersangka atau juga proses penangkapan ada tahapan-tahapan yang tidak boleh dilanggar oleh aparat penegak hukum.
"Di dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 Angka 20 disebutkan "Penangkapan suatu tindakan penyidikan berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini."," jelasnya dalam siaran pers yang diterima Dialeksis.com, Sabtu (18/12/2021).
Aris menambahkan, kasus Ini telah merusak slogan Polri, yaitu presisi, yang sering dikampanyekan oleh Kapolri. Bahkan diduga Polri masih tebang pilih dalam penegakan hukum. Karena faktanya hingga saat ini masih kerap terjadi kekerasan yang dialami masyarakat ketika berurusan dengan pihak kepolisian.
"Saat ini keluarga korban telah membuat laporan ke SPKT Polda Aceh dengan Nomor Laporan: LP/B/260/XII/2021/SPKT/POLDA ACEH. Polda Aceh harus menerapkan Equality Before The Law, yang dimana harus adanya persamaan hak di mata hukum. Maka dari itu, kami mendesak Propam Polda Aceh harus mengambil tindakan yang tegas untuk memecat para oknum kepolisian itu secara tidak terhormat, dan diberikan hukuman pidana yang seberat-beratnya, dikarenakan diduga oknum Polres Bener Meriah tersebut telah melakukan Tindak Pidana Pembunuhan," tegas Aris.
Ia melanjutkan, tindak pidana pembunuhan diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Buku Kedua Bab XIX tentang Kejahatan Terhadap Nyawa Pasal 338 KUHP yang menyatakan Barang Siapa yang merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
"Padahal Korban masih diduga tersangka. Belum adanya proses putusan perkara di Pengadilan Negeri. Berarti ini masih menjadi asas praduga tidak bersalah sebagai ketentuan yang menganggap seseorang yang menjalani proses pemidanaan tetap tidak bersalah sehingga harus dihormati hak-haknya sebagai warga negara sampai ada putusan Pengadilan Negeri yang menyatakan kesalahannya," ujarnya.
Hak Asasi Manusia merupakan hal fundamental yang harus dihormati hak-hak nya sebagai warga negara, dimana warga negara berhak mendapatkan perlindungan untuk hak hidup dan perlindungan secara hukum. Di dalam UUD 1945 Tentang HAM pasal 28D ayat (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum, kata Aris.
"Kami berharap kepada Kapolri untuk memberikan atensi khusus terhadap kasus ini, dan memerintahkan Polda Aceh untuk segera menindaklanjuti kasus tersebut dengan memberi hukuman yang seadil-adilnya, karena kasus ini sudah merusak slogan Presisi yang sering dikampanyekan oleh Kapolri, khususnya di Aceh. Belum lagi kita berbicara keluarga korban yang ditinggalkan, dari istri hingga anaknya. Kami juga mendesak propam Polda Aceh untuk memecat para oknum yang terlibat secara tidak terhormat dan diberikan hukuman yang seberat-beratnya. Kami berharap Polda Aceh transparan dalam mengungkapkan kasus ini dengan memperhatikan prinsip pro justitia," pungkas Ketua FKPH FH Unimal tersebut. [*]