kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Kasus Jembatan Kilangan Aceh Singkil Tak Kunjung Terungkap, MaTA Sebut Perlu Audit BPKP

Kasus Jembatan Kilangan Aceh Singkil Tak Kunjung Terungkap, MaTA Sebut Perlu Audit BPKP

Rabu, 24 November 2021 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora
Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian. [Foto: IST] 

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Berdasarkan monitoring Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) terhadap proses penyelidikan terhadap pembangunan jembatan Kilangan Aceh Singkil yang saat ini ditangani oleh pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh belum ada perkembangan.

Padahal, pemanggilan para pihak yang dianggap bertangung jawab terhadap kebijakan dan pelaksana pembangunan jembatan tersebut sudah dilakukan pendalaman dengan meminta keterangan kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Pokja IV, Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Aceh, pihak Rekanan dan Konsultas Pengawas yang diperiksa dari tanggal 22 hingga 24 Februari 2021 oleh Kejati Aceh.

"Akan tetapi, perkembangan kasus tersebut belum ada, termasuk permintaan audit kepada BPKP Aceh juga belum dilakukan," ungkap Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian kepada Dialeksis.com, Rabu (24/11/2021).

Soal kelanjutan proyek di tahun anggaran 2019 banyak pihak yang menyorotinya. Anggarannya terbilang besar mencapai Rp 42,9 miliar. Proyek ini dikerjakan oleh PT Sumber Yoenanda. Perusahaan ini memenangkan tender, sesuai kontrak perjanjian kerja nomor 31-AC/Bang/PUPR/APBA/2019 tanggal 2 Juli 2019. Perusahaanya beralamat Jl Nasional Ds. Baharu Kecamatan Blangpidie - Aceh Barat Daya.

Potret Pembangunan Jembatan Kilangan Aceh Singkil yang diambil pada 20 November 2021. [Foto: MaTA]

Sementara itu, kata dia, waktu pemeriksaan sudah 9 (sembilan) bulan berlalu. Jadi secara waktu sudah lama setelah dilakukan pemanggilan terhadap para pihak di bulan Februari. Seharusnya sudah ada permintaan audit kerugian kepada BPKP Aceh. Nyatanya belum dilakukan.

Berdasarkan analisa MaTA, atas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Aceh ditemukan permasalahan yang tidak patut, yang kemudian dilakukan pendalaman atas temuan itu oleh pihak Inspektorat Aceh juga.

MaTA menilai ada dua katagori yang menjadi temuan dan itu sangat berpotensi terjadi tindak pidana korupsi.

Pertama, Adanya temuan secara adminitrasi di awal proses tender, adanya persengkongkolan terjadi antara rekanan dengan pihak ULP dalam hal ini Pokja IV. Sehingga banyak kewajiban yang harus dipenuhi oleh rekanan tetapi tidak dilakukan dan itu sengaja dibiarkan oleh pihak pokja IV.

"Secara aturan dalam adminitrasi, nyata terjadi pelanggaran dan ini sudah menjadi temuan hukum kalau secara audit yang telah dilakukan oleh BPK," ungkapnya lagi.

Kedua, lanjutnya, temuan secara keuangan ada upaya manipulasi dokumen sehingga dengan mudah dapat dicairkan uang 100% padahal kebijakan tersebut tidak patut dilakukan oleh pihak Dinas Pekerjaan Umum dan Penata Ruang (PUPR) Aceh.

MaTA mendesak aparat penegak hukum untuk memberikan sanksi tegas kepada Pokja, karena dari kebijakan tersebut dapat merugikan keuangan daerah.

Kemudian, atas nama perusahaan pelaksana pembangunan jembatan tersebut wajib dilakukan pencantuman dalam daftar hitam (black list). Karena menyampaikan dokumen laporan keuangan yang diduga palsu.

"Jadi setelah kami dalami terhadap temuan tersebut potensi korupsi terjadi dan kemudian penting segera Kejati untuk meminta audit kepada BPKP Aceh, audit yang kami maksud adalah, audit berupa kebijakan, adminitrasi, keuangan dan pembagunan jembatan tersebut," tegasnya.

Untuk itu, dapat memudahkan bagi penyidik dalam melakukan tahapan selanjutnya. MaTA meminta konsistensi Kejati Aceh dalam penangani kasus tersebut harus jelas dan transparan.

"Kangan ada upaya melindungi karna apabila tidak ada kepastian hukum maka kepercayaan publik terhadap kinerja Kejati Aceh menjadi hilang. Apalagi penanganan kasus tersebut oleh Kejati sudah menjadi atensi publik Aceh," tutupnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda