Kasus Pemerkosaan Aktivis di UMY, Ketum BEM USK: Sangat Disayangkan
Font: Ukuran: - +
Reporter : fatur
Ketua Umum Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Syiah Kuala (USK), Fikrah. [Foto: Istimewa]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Korban dugaan kasus pemerkosaan oleh aktivis kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang terduga pelaku berinisial MKA yang disebut-sebut salah satu aktivis dikampus UMY alias OCD bertambah menjadi 3 orang.
Dilansir dari cnnindonesia.com, Rabu (5/1/2022), pada Oktober 2021 lalu, korban kedua yang pergi ke salah satu klub malam di Jalan Solo, mengalami mabuk berat dan tak sadarkan diri.
Menurut laporan, korban yang tak sadar diperkosa oleh MKA alias OCD. Korban sempat tersadar sesaat lantaran merasakan sebuah paksaan saat tindakan pemerkosaan.
Korban tak mampu melawan karena ditindih oleh terduga pelaku. Ia melihat dirinya sudah tak berbusana sama sekali ketika mulai siuman.
Kemudian, korban ketiga, menyebut kejadian dugaan pemerkosaan berlangsung pada Desember 2018. Korban pada saat itu masih berstatus mahasiswi baru (maba) yang ikut dalam tes rekrutmen Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan dinyatakan lolos.
Kemudian korban diajak MKA (OCD) untuk kumpul di kontrakannya. Korban mau diajak ke kontrakan MKA (OCD), karena korban mengenal beberapa anggota BEM dan korban berpikir bahwa akan ada banyak orang di sana (kontrakan MKA/OCD)
Selanjutnya, Sesampainya korban di kontrakan MKA alias OCD, tak ditemui anggota BEM lain kecuali terduga pelaku yang berujar jika rekan-rekan lainnya belum datang dan biasa molor. Setengah jam berlalu, mereka tak kunjung tiba.
Korban mulai merasa resah sekaligus tak nyaman hendak pulang namun dicegah MKA alias OCD dengan dalih meminta bantuan memisahkan berkas pendaftar BEM sambil bercerita. Akan tetapi, lama kelamaan cerita menjurus ke hal intim. Korban berusaha mengalihkan pembicaraan, namun MKA alias OCD tetap melanjutkan pembahasan tersebut.
Korban yang mencoba berpamitan pulang selalu ditahan oleh MKA alias OCD. Hingga akhirnya ia direbahkan di kasur dan pakainnya dibuka secara paksa. Korban mengaku tak kuasa melawan karena kalah kuat. Terduga pelaku disebut melakukan pemerkosaan melalui lobang anus hingga korban pulang dalam keadaan kesakitan.
Sementara sebagaimana diberitakan sebelumnya, laporan pertama datang dari rekan mahasiswi MKA alias OCD yang mengaku diperkosa di kost terduga pelaku sekitar 3,5 bulan lalu. MKA alias OCD disebut memerkosa korbannya dalam keadaan terpengaruh minuman keras.
Ketua Umum Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Syiah Kuala (USK), Fikrah mengatakan, yang pertama, lucu sekali kita mendengar kabar seperti ini.
“Sedangkan kawan-kawan aktivis itu selalu bersuara terhadap kasus kekerasan seksual, nah disini malah pelakunya ada diantara kita, inikan jadi tidak sesuai dengan apa yang disuarakan, kan itu jadi lucu sekali kita melihatnya, jadi apa yang sebenarnya digaungkan,” ucapnya kepada Dialeksis.com, Rabu (5/1/2021).
Dirinya mengatakan, jadi juga banyak sekali mahasiswa ini yang latah. “Ini karena dia gabung organisasi ini dia aktivis, atau ketika dia jadi ketua maka akan pro dengan banyak pihak, kadang belum tentu ini, kebijakan yang pro atau yang disepakati itu mencerminkan dirinya,” tukas Fikrah.
Walaupun banyak sekali kasus kekerasan seksual, Fikrah menyampaikan, dimana organisasi internal kampus yang membawa cahaya terhadap penyelesaian atau membawa suara tehadap isu-isu ini, malah pelakunya ada dialamnya pula.
“Itu aneh sekali, jika ditanyakan pendapat mengenai hal ini kepada saya, disini saya mengatakan, sebaiknya kawan ormawa yang ada di kampus tersebut mempertanyakan kredabilitas organisasi atau pelaku yang disebut aktivis yang tergabung dalam organisasi yang di ikuti pelaku itu,” ujar Fikrah.
Selanjutnya, Fikrah mengatakan, jika kita bicara internal organisasi, dalam hal ini oknum tersebut wajib diberikan sanksi yang tegas.
“Kemudian otomatis ketika berita ini mencuat, kawan eksternal ini akan memandang sebelah mata terhadap oknum tersebut dan ini bisa juga berdampak terhadap organisasinya, namun dalam hal ini harus ada sikap tegas terkait kasus-kasus seperti ini,” sebut Fikrah.
Dirinya mengatakan, ini yang sangat disayangkan jika ada hal yang seperti ini. “Seharusnya, mereka terhadap pro dalam sebuah kebijakan, mereka harus lihat terlebih dahulu sudah benar belum internal mereka,” sebutnya.
Lebih lanjut, Fikrah mengatakan, dalam hal ini harus diberikan sanksi tegas terhadap oknum. “Tidak ada pandang bulu dalam hal ini, tidak ada yang istimewa dalam hal ini, bukan karena dia aktivis ataupun ketua, jadi sama rata,” tegasnya.
Dalam hal ini, Fikrah mengakui kebingungan juga jika ditanyakan apa yang harus disampaikan terkait hal-hal seperti didalam lingkungan organisasi internal kampus.
“Karena saya tahu, mereka yang tergabung dalam organisasi itu sudah tahu dan sadar bahwa hal-hal seperti ini, karena isu-isu seperti kekerasan pada perempuan dan anak inikan terus digaungkan oleh kawan-kawan aktivis dikampus-kampus, mereka semua tidak hanya dikampus tersebut, namun semua kampus atau aktivis di seluruh Indonesia sadar terkait hal-hal ini, karena sama-sama mengaungkan terhadap kebijakan dan isu-isu kekerasan seksual yang terus terjadi ditengah-tengah kita semua, karena ini terus diperjuangkan oleh kawan-kawan aktivis, karena mereka semua, termasuk kami di USK sudah tahu akan hal-hal seperti ini, jadi sudah sadar semua, namun sangat disayangkan, orang yang pro kebijakan dan memperjuangkan hal ini, malah menjadi pelaku,” pungkasnya. [ftr]