Kedatangan Etnis Rohingya, Panglima Laot Ingatkan Nelayan untuk Melapor
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Miftach Tjut Adek, Panglima Laot Aceh. [Foto: Dokumen untuk dialeksis.com]
DIALEKSISIS.COM | Banda Aceh - Lembaga Hukom Adat Laot, yang dikenal luas dengan panggilan Panglima Laot, kembali menegaskan peran dan tanggung jawabnya dalam menjaga keamanan dan ketertiban di perairan Aceh.
Miftach Tjut Adek, Panglima Laot Aceh, menjelaskan bahwa lembaga adat ini tidak hanya berperan sebagai penjaga tradisi dan nilai-nilai maritim, tetapi juga sebagai mitra strategis pemerintah dalam menangani berbagai masalah di laut, termasuk fenomena kedatangan etnis Rohingya yang kerap terjadi di perairan Aceh.
Miftach menjelaskan bahwa Panglima Laot merupakan institusi yang memiliki peran penting dalam menjaga keamanan, ketertiban, dan kerukunan di laut melalui hukum adat laot yang telah berlangsung turun-temurun.
"Setiap nelayan di Aceh memiliki kewajiban untuk memberikan pertolongan kepada siapapun yang mengalami kesulitan di laut. Namun, kewajiban ini harus dilakukan dengan syarat tidak membahayakan keselamatan diri mereka sendiri," ujarnya kepada Dialeksis.com, Jumat (18/10/2024).
Panglima Laot mengingatkan kembali bahwa adat sosial di laut tidak hanya mengikat secara moral, tetapi juga telah menjadi bagian dari hukum adat yang harus ditaati oleh setiap nelayan Aceh.
"Setiap nelayan yang melihat atau mengetahui adanya kecelakaan, kesulitan, atau gangguan di laut, wajib melakukan pertolongan sebatas kemampuan dan keselamatan dirinya terjaga," jelas Miftach.
Namun, dengan meningkatnya gelombang kedatangan etnis Rohingya yang memasuki perairan Aceh, Miftach menegaskan bahwa para nelayan harus bertindak hati-hati dan mematuhi ketentuan pemerintah.
"Dalam kasus kapal pengungsi seperti Rohingya, nelayan tidak memiliki wewenang untuk menarik kapal ke darat atau menolak mereka secara langsung. Tugas nelayan adalah melapor ke pihak berwenang, seperti pihak pemerintah daerah atau otoritas maritim, sehingga tindakan lebih lanjut dapat diambil sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," ujarnya.
Fenomena kedatangan pengungsi Rohingya yang terdampar di perairan Aceh bukanlah hal baru. Dalam beberapa bulan terakhir, laporan terkait keberadaan kapal-kapal pengungsi yang terombang-ambing di tengah laut akibat kerusakan mesin terus bermunculan.
Salah satu kejadian terbaru terjadi di perairan Labuhan Haji, Aceh Selatan. Sebuah kapal motor yang mengangkut sekelompok etnis Rohingya dikabarkan mengalami kerusakan mesin dan terombang-ambing di perairan tersebut.
Fazli Ras, Pelaksana Tugas (Plt) Camat Labuhan Haji, mengonfirmasi insiden tersebut.
"Ada satu kapal yang membawa etnis Rohingya terdampar di laut setelah mesin kapal mereka rusak. Masyarakat setempat menolak kedatangan kapal tersebut dan tidak mengizinkan para pengungsi mendarat," kata Fazli, dikutip dari Antara.
Menurut laporan, situasi ini menimbulkan ketegangan di kalangan masyarakat setempat yang khawatir akan dampak dari kedatangan pengungsi tersebut.
Beberapa warga bahkan menuntut agar kapal tersebut segera dipindahkan dari perairan Labuhan Haji untuk menghindari potensi masalah sosial yang mungkin timbul.
Miftach Tjut Adek menegaskan bahwa lembaga Panglima Laot memahami kekhawatiran masyarakat terhadap gelombang kedatangan pengungsi, namun ia mengimbau agar masyarakat tetap bijak dalam menyikapi situasi ini.
"Kami menghimbau masyarakat nelayan untuk tidak bertindak sendiri dan segera melaporkan keberadaan kapal yang mencurigakan atau kapal pengungsi ke instansi pemerintahan terkait, baik di tingkat daerah maupun pusat," jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa dalam kasus pengungsi Rohingya, pemerintah memiliki prosedur dan kebijakan khusus yang harus diikuti untuk memastikan bahwa penanganan dilakukan secara manusiawi dan sesuai dengan hukum internasional.
"Kami tidak berwenang untuk menolak atau menerima pengungsi. Peran Panglima Laot dan nelayan di sini adalah memastikan keselamatan di laut dan melapor ke otoritas yang berwenang. Ini adalah tugas yang harus kita lakukan bersama, tanpa harus menimbulkan masalah baru di masyarakat," tegasnya.
Selain dalam hal penanganan pengungsi, Miftach Tjut Adek juga menekankan pentingnya peran Panglima Laot sebagai mitra pemerintah dalam pembangunan kenelayanan dan penegakan hukum adat di laut.
Ia menyebutkan bahwa Panglima Laot telah banyak terlibat dalam berbagai program pembangunan di sektor perikanan, serta menjadi garda depan dalam menjaga kelestarian ekosistem laut di Aceh.
"Panglima Laot bukan hanya institusi adat, tetapi juga menjadi bagian integral dari upaya pemerintah dalam menjaga kelangsungan kehidupan nelayan dan kelestarian sumber daya laut Aceh. Kami selalu siap untuk berkolaborasi dengan pemerintah, baik dalam hal keamanan laut, pendidikan kenelayanan, maupun penegakan hukum adat yang berlaku," pungkasnya. [nh]