kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Kemendagri Batalkan Pokir, MaTA: Sejak Awal Kita Tak Sepakat DPRA Kelola Uang

Kemendagri Batalkan Pokir, MaTA: Sejak Awal Kita Tak Sepakat DPRA Kelola Uang

Jum`at, 08 Januari 2021 20:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar
Koordinator Bidang Advokasi Kebijakan Publik, Hafidh. [Foto: Akhyar/Dialeksis]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Rancangan Qanun (raqan) Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) tahun anggaran 2021 mendapat evaluasi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Dalam surat itu, mendagri melarang penggunaan dana Pokok Pikiran (pokir) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) sebesar 2,7 T atau 16,24 persen dari total anggaran APBA 2021.

Menanggapi hal itu, Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) melalui Koordinator Bidang Advokasi Kebijakan Publik, Hafidh menyampaikan keberatannya dengan Raqan APBA 2021. Ia mengatakan, lembaganya sudah sedari awal tidak setuju dengan raqan APBA 2021 karena DPRA diikutkan mengelola sejumlah uang anggaran. 

“Sudah sejak awal kita enggak bersepakat DPRA mengelola sejumlah uang. Karena yang seharusnya melakukan perencanaan atau pembangunan itu ranahnya eksekutif. Entah itu pembangunan jalan, jembatan seharusnya Dinas teknis yang lebih paham mengusulkan anggaran untuk pembangunan,” kata Hafidh saat ditemui Dialeksis.com di kantor MaTA, Jumat (8/1/2021).

Ia melanjutkan, adanya pokir dalam perencanaan anggaran APBA mengakibatkan terganggunya sistem perencanaan APBA. Hal itu, telah terbukti dalam beberapa tahun kebelakang. Seharusnya, lanjut Hafidh, usulan pokir DPRA baru bisa diusulkan setelah Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) melakukan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) Rencana Kerja Pemerintah Aceh (RKPA) bahkan setelah pembahasan Kebijakan Umum APBD dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS).

Sementara itu, Hafidh menjelaskan pokok-pokok pikiran (pokir) DPRA bukan dalam bentuk usulan anggaran tetapi menyampaikan pokir-pokir dari permasalahan dan menyikapi permasalahan perencanaan.

“DPRA seharusnya menyikapi perencanaan yang ada di eksekutif, membawa aspirasi dari masyarakat bawah, serta melakukan pengawasan terhadap eksekutif. Kemudian, memastikan setiap usulan yang diusulkan dari Dapilnya itu terakomodir,” jelasnya.

Hafidh menyampaikan, jika pengelolaan anggaran yang dilakukan oleh pihak legislatif akan mengganggu fungsi pengawasan yang ada di Eksekutif. Ia juga juga mengatakan, tidak akan efektif bila DPRA juga ikut mengawasi alokasi anggaran yang mereka kelola sendiri.

“Siapa yang akan mengawasi dana yang dikelola oleh ketua anggaran, siapa yang akan mengawasi anggaran program, siapa juga yang akan mengawasi anggaran yang akan beredar. Apakah mereka sendiri? Efektif? Namanya jeruk makan jeruk kan. Makanya, dari awal kita memang tidak bersepakat,” tegasnya.

Hafidh menegaskan, Raqan APBA tahun anggaran 2021 yang melibatkan pokir DPRA masuk dalam usulan anggaran seharusnya dibatalkan. Hal tersebut, kata Hafidh, telah menyalahi dan bertentangan dengan dasar hukum. 

“Seharusnya Raqan itu dibatalkan, DPRA enggak punya hak. Mana dasar hukum DPRA mengelola anggaran, apa dasar hukumnya. Enggak ada dasar hukum. Karena dari awal kami tegaskan, kita tidak sepakat legislatif mengelola anggaran,” pungkasnya

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda