Kenapa Budaya Konsumtif Menggerusmu? Berikut Penjelasan Kaprodi KPI UIN Ar Raniry
Font: Ukuran: - +
Reporter : akhyar
Ketua Program Studi (Prodi) Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Ar Raniry Banda Aceh, Dr Hendra Syahputra. [Foto: Sumberpost]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Program Studi (Prodi) Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Ar Raniry Banda Aceh, Dr Hendra Syahputra menyebutkan, dasar awal budaya konsumtif timbul di masyarakat karena adanya mindset (Pemikiran) negatif yang timbul dalam benak seseorang.
Ia menjelaskan, tindakan menghamburkan uang dalam jumlah besar atas nama mindset negatif menjadi kegagalan besar yang tidak bisa dibendung dalam sebuah mindset baru dan tidak bisa digunakan untuk memproses menghadapi kegagalan.
"Di saat sudah membeli barang yang diincar, matanya akan berbinar-binar. Namun, saat susah nanti bakal mikir, ini gimana, ya? Apa harus ngutang? Nah, konsumtif ini dapat diasumsikan juga sebagai tindakan pemborosan yang kadang-kadang tanpa disadari sudah menghampiri dirinya," kata Dr Hendra saat mengisi acara Webinar Literasi Digital secara daring melalui aplikasi Zoom, Selasa (27/7/2021).
Pola hidup seorang konsumtif, jelas dia, tak terlepas dari hidup yang moderat dan serba praktis. Sehingga orang-orang tidak lagi mengandalkan kecakapan tangannya sebagai kreativitas dan produktivitas.
Ia mencontohkan, misalnya kaum hawa yang gemar berbelanja pakaian secara online, sehingga kadang pakaian yang cocok menjadi tidak cocok dan yang tidak cocok menjadi cocok. Seolah menjadi keterpaksaan ikut tren dengan tidak memikirkan secara panjang apa yang dibutuhkan tetapi lebih pragmatis pada apa yang diniatkan.
Hal ini, lanjutnya, bisa terjadi karena ada pengaruh praktis dari gawai yang digunakan, walaupun tak dipungkiri juga terdapat dukungan canggih dari teknologi yang berkembang.
Di era digitalisasi ini, kata Dr Hendra, daya beli dari perilaku konsumtif seringkali tidak disadari banyak orang. Perilaku senang memborong barang atas ego padahal barang tersebut tidak memiliki nilai kebutuhan menjadikan kebiasaan konsumtif ini jadi sebuah karakter buruk yang sangat sulit dihilangkan.
Dampak konsumtif ini, kata dia, sangat berisiko tinggi dan kurang baik bagi kesehatan finansial dan kesehatan jiwa, apalagi di masa-masa pandemi seperti ini.
Ia mengatakan, persiapan sedini mungkin dengan cara menabung atau memenajemen anggaran belanja harian akan berimbas baik dalam membantu seseorang keluar dari masalah krisis keuangan.
Kemudian, sambung dia, memprioritaskan kebutuhan pokok dan meneguhkan pendirian untuk jarang mengunjungi Mall juga akan membantu seseorang menjaga stabilitas keuangan yang tidak boros.
Karena menurut dia, gaya hidup mode (fesyen) tidak melulu diakibatkan karena tingkat konsumtif yang tinggi, melainkan juga bisa didapat dari kreativitas dan produktivitas yang mandiri.
"Dengan memunculkan rasa bersyukur, atau istilahnya 'change your world with change your mindset' (ubah duniamu dengan mengubah cara berpikirmu) merupakan kegiatan yang harusnya dilakukan oleh banyak orang sekarang ini," pungkas Dr Hendra. [akh]