kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Kepala ARC USK: Industri Nilam Aceh Memasuki Babak Baru

Kepala ARC USK: Industri Nilam Aceh Memasuki Babak Baru

Selasa, 05 Maret 2024 22:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Focus Group Discussion Digitalisasi Ekosistem Rantai Nilai Nilam Aceh dan Akses Keuangan di Kantor OJK Aceh, Selasa (5/3/2024). [Foto: dok. ARC-USK]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kepala Atsiri Research Center (ARC) Pusat Unggulan Iptek Perguruan Tinggi (PUIPT) Nilam Aceh Universitas Syiah Kuala (USK) Syaifullah Muhammad mengatakan bahwa saat ini industri nilam Aceh telah memasuki babak baru dengan ekosistem rantai pasok dan nilai yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan bagi semua stake holders nilam. 

Hal tersebut disampaikan dalam Focus Group Discussion (FGD) Digitalisasi Ekosistem Rantai Nilai Nilam Aceh dan Akses Keuangan di Kantor OJK Aceh, Selasa (5/3/2024).

Industri Nilam Aceh masa lalu berada pada jalur budi daya, penyulingan untuk menghasilkan minyak nilam (crude patchouli) dan ekspor. Dalam jalur ini ruang inovasi untuk nilai tambah lokal hampir tidak ada, atau sangat kecil. Nilai tambah hampir seluruhnya diambil oleh luar negeri. 

Syaifullah menjelaskan sejak 8 tahun terakhir dengan dikembangkannya inovasi teknologi molecular distillation and fractionation pada tekanan vakum oleh ARC USK, proses purifikasi minyak nilam dari pengotor (impurities) berhasil dilakukan sehingga menghasilkan intermediate product berupa hi-grade patchouli pada range persentase Patchouli Alhokol (PA) yang variatif. 

Purified Patchouli ini kemudian dapat digunakan sebagai bahan aktif berbagai produk akhir (end products) yang bernilai ekonomi tinggi. Untuk PA>60% digunakan sebagai fiksatif parfum, untuk PA<10% digunakan untuk skincare, kosmetik, toiletries dan lain-lain.

ARC bersama stake holders lainnya dari pemerintah, dunia usaha, masyarakat dan media (pentahelix approach) berhasil membentuk ekosistem baru industri nilam Aceh melalui transfer teknologi, penguatan UMKM lokal, pengembangan kerjasama internasional, gerakan literasi dan inklusi nilam melalui media massa dan lain-lain. 

Saat ini ekosistem industri nilam Aceh tidak hanya budi daya, suling dan ekspor. Tapi juga purifikasi, produk inovasi, dan penguatan market lokal dan juga internasional.

"Kita sudah memasuki sejarah baru nilam Aceh. Dulu semua minyak nilam diekspor ke luar negeri. Tapi sekarang sebagian kita purifikasi di Aceh dan bisa digunakan oleh para UMKM untuk mengembangkan produk parfum, skincare, toiletries, aroma terapi dll, yang memberikan nilai tambah ekonomi dan sebagian lagi kita ekspor untuk devisa negara," jelas Syaifullah.

"Transfer teknologi dan skill kepada UMKM Nilam Aceh sudah dilakukan oleh ARC USK dalam 6 tahun terakhir, dan saat ini mereka mulai berkembang usahanya dengan produk turunan nilam yang berkualitas," lanjut Syaifullah yang juga merupakan Direktur Bisnis dan Dana Lestari USK ini.

"Sebagai contoh, Koperasi Inovasi Nilam Aceh (Inovac) yang melakukan komersialisasi hasil riset ARC. Pada 2023 mereka menerima penghargaan yang diserahkan oleh Gubernur Aceh sebagai Koperasi Produsen Berprestasi Peringkat 1 di Aceh," jelas Syaifullah lebih lanjut. 

"Pada tahun yang sama Inovac juga memperoleh penghargaan dari BPOM RI di Jakarta sebagai UMKM yang produktif dan inovatif," urai Syaifullah

"UMKM lainnya, Biona Ceudah Rupa yang melakukan komersialisasi Skincare Serum Antiaging Biona, berhasil menjadi Start Up terbaik 2023 Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Dalam waktu setahun Biona telah diundang ke Jerman, Singapura, Kamboja dan China," sebut Syaifullah.

"Bahkan ada produk skincare nilam hasil riset ARC USK yang diproduksi di Kawasan Industri Cileungsi Bogor oleh PT. Focustindo dengan Merk Elgeena dan sudah beredar di marketplace. Ini menunjukkan bahwa kita Aceh-Indonesia mampu melakukan hilirisasi teknologi yang berdampak pada peningkatan nilai tambah setara dengan negara lain," pungkasnya.

Nara sumber lainnya Ketua OJK Yusri, memaparkan secara gamblang tentang kinerja keuangan di Provinsi Aceh dan dampaknya pada pertumbuhan ekonomi. 

Menurut Yusri, kontribusi PDRB Aceh yang paling besar dari sektor Pertanian. Tapi pihak bank relatif kecil terlibat dalam pembiayaan sektor pertanian. Salah satu pertimbangannya karena resiko yang dianggap besar. Untuk itu Yusri menyarankan agar di Aceh dihadirkan semacam lembaga penjamin kredit pertanian.

"Regulasi terkait lembaga penjamin kredit pertanian daerah harus diperjuangkan bersama oleh pemerintah daerah dan DPRA," jelas Yusri.

Sementara itu Thomas dari PROMISE 2 IMPACT Project ILO memaparkan rencana ILO untuk terlibat dalam digitalisasi rantai pasok dan nilai industri nilam Aceh.

"Kita akan bersinergi dengan ARC, OJK dan stake holders lainnya. Kami akan siapkan platfom digital agar membantu berbagai kepertuan informasi dan transaksi keuangan," jelas Thomas.

"Tahap awal, minggu lalu telah dilakukan ToT untuk 25 orang di Hotel The Pade, yang diharapkan menjadi bagian dari penguatan rantai nilai dari ekosistem nilam Aceh," tutup Thomas.

FGD juga diisi oleh sambutan Mr. Ariya dari SECO Kedutaan Swiss di Jakarta. Mr. Ariya menyampaikan bahwa program digitalisasi nilam Aceh ini menjadi komitmen kuat bagi SECO untuk menyukseskannya.

FGD yang berlangsung di Lantai 4 Kantor OJK Aceh merupakan kolaborasi antara OJK Aceh, International Labour Organization (ILO) melalui PROMISE 2 IMPACT Project, ARC USK dan State Secretariat for Economic Affair (SECO) Kedutaan Besar Swis di Jakarta. 

Tampil sejumlah narasumber seperti Ketua OJK Aceh Yusri, Project Manajer PROMISE 2 IMPACT ILO Djauhari Sitorus, dan Thomas, serta perwakilan dari SECO Kedutaan Swis dan Kepala ARC USK. Selain itu FGD juga dihadiri para pelaku perbankan dan jasa keuangan seperti Saiful Musadir Deputi BSI Aceh, perwakilan Bank Aceh Syariah, Ayu Manajer Bank Permata Syariah Aceh. [*]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda