DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Aceh Tamiang pada Jumat pagi disambut harapan besar dari warga yang masih berjibaku memulihkan kehidupan pasca banjir besar.
Muhammad Hendra Vramenia, warga terdampak banjir yang juga menjabat sebagai Ketua Sarikat Hijau Indonesia (SHI) Kabupaten Aceh Tamiang dan Wakil Sekretaris Karang Taruna Aceh mengatakan bahwa pemerintah pusat harus segera menetapkan status bencana nasional untuk Aceh, mengingat skala kerusakan dan dampaknya yang sangat luas.
Ia menekankan bahwa persoalan yang dihadapi masyarakat jauh lebih kompleks daripada sekadar kekurangan sembako.
Hendra mengatakan bahwa banyak warga Aceh Tamiang saat ini kehilangan tempat tinggal karena rumah mereka hancur dihantam banjir bandang. Sektor pendidikan pun lumpuh total.
"Sekolah-sekolah itu luluh-lantak. Anak-anak kita tidak bisa belajar. Sarana dan prasarana publik juga hancur. Ini masalah yang sangat besar,” ujarnya kepada media dialeksis.com, Jumat (12/12/2025).
Ia mengingatkan bahwa tanpa penetapan status bencana nasional, proses tanggap darurat dan pemulihan bisa berjalan lambat dan berpotensi diabaikan seiring berjalannya waktu.
“Kalau tanpa status bencana nasional, persoalan ini bisa hilang begitu saja. Seperti yang sudah pernah terjadi,” katanya.
Hendra juga menyinggung pernyataan salah satu pejabat pusat beberapa waktu lalu yang menyebut kondisi kelistrikan di Aceh sudah pulih 93 persen. Menurutnya, pernyataan tersebut jauh dari kenyataan di lapangan.
“Faktanya Aceh Tamiang masih gelap gulita. Tidak ada lampu, tidak ada listrik. Jadi jangan sampai Pak Presiden diprank oleh laporan yang tidak konkret. Banda Aceh saja yang tidak terdampak banjir, lampunya banyak yang belum hidup, apalagi Aceh Tamiang,” ungkapnya.
Ia menilai, laporan-laporan yang terlalu indah di atas kertas dapat menyesatkan dan menghambat upaya penanganan sesuai kebutuhan sebenarnya.
Hendra juga menjelaskan kondisi infrastruktur yang rusak parah. Banyak jalan nasional dan jalan provinsi yang masih berlumpur tebal. Akses menuju desa-desa terputus, sementara alat berat untuk membersihkan akses terbilang sangat minim.
“Sekarang banyak warga dengan lumpur setinggi dada di rumah mereka. Tanpa alat berat, mereka tidak mungkin membersihkan rumah atau membangun ulang tempat tinggal. Ini bukan pekerjaan ringan," tegasnya.
Ia menyebutkan kebutuhan mendesak berupa eskavator, beko, dan alat berat lain untuk membuka akses serta membantu masyarakat membersihkan material lumpur yang menimbun rumah.
Hendra mengajak Presiden Prabowo untuk mencontoh langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat menangani bencana tsunami Aceh 2004.
“Waktu tsunami, Presiden SBY berkantor di Aceh untuk memimpin langsung penanganan bencana. Saya berharap Pak Prabowo juga mau berkantor sementara di daerah terdampak, entah di Tamiang atau di wilayah tengah,” ujarnya.
Menurutnya, kehadiran langsung Presiden akan membuat proses koordinasi jauh lebih efisien dan memastikan penanganan bencana dilakukan berdasarkan kondisi nyata, bukan sekadar laporan para pejabat.
Hendra berharap kepada Presiden Prabowo agar segera menetapkan status bencana nasional. Ia menegaskan bahwa keputusan tersebut sangat penting demi keselamatan dan pemulihan hidup warga Aceh.
“Demi rakyat, Pak. Demi rakyat,” tutupnya. [nh]