Keterbukaan Informasi Publik Aceh Mengakar Kuat dan Evolutif
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia, Arya Sandhiyudha menyebutkan keterbukaan informasi publik Aceh punya akar yang khas, alami, dan evolutif.
Pernyataan itu disampaikan Arya Sandhiyudha dalam kegiatan Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) yang didiskusikan di Focus Group Discussion (FGD) bersama informan ahli dan stake holder di Hermes Hotel, Banda Aceh, Selasa (23/7)/2024.
"Kalau kita lihat perkembangan Keterbukaan Informasi Publik Aceh itu punya akar kuat, karena dilatari tahapan demokratisasi lokal, seperti dampak Tsunami 2004 yang mengundang lampu sorot perhatian anak segala bangsa pada peristiwa saat itu, momentum rekonsiliasi 2005, dan tren media baru pada skala nasional tahun 2010," jelas Arya.
Arya yang merupakan peraih Doktor Hubungan Internasional dari kampus Turki, menyebutkan situasi 2005 dan 2010 menjadi fase yang secara bertahap menguatkan agenda Keterbukaan Informasi Publik.
"Situasi krisis pasca Tsunami, rekonsiliasi lokal, dan media baru nasional itu mendukung tumbuhnya kebebasan pers, demokratisasi budaya, dan regulasi lokal yang kondusif buat keterbukaan informasi publik. Ekosistem itu yang kita lihat mempengaruhi indikator dalam Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) yang didiskusikan di Focus Group Discussion (FGD)," ucapnya.
Sementara tim Ahli dari Universitas Indonesia DR Maria Puspita Sari mengatarakan keterbukaan informasi publik ini menjadi titik awal dari Aceh untuk diteruskan ke provinsi lain di Indonesia.
Untuk mengukur IKIP Aceh ada melibatkan lima kelompok Informan Ahli yakni unsur pemerintah, unsur pengusaha atau bisnis, akademisi, jurnalis dan masyarakat.
Konsepnya dalam rangka menilai sejauh mana keterbukaan informasi publik agar lebih terbuka lagi dengan pemberian penilaian secara obyektif sehingga Konsep demokrasi dan HAM, politik, hukum, dan lingkungan/sosial menjadi prioritas bagi IKIP sehingga dapat mendukung salah satu program pemerintah yang bersih dan transparan.
Karena itu penilaian yang diberikan oleh informan ahli di daerah menjadi sangat penting dengan proporsional mana yang sudah benar-benar melaksanakan ataupun juga yang masih terus berproses menuju keterbukaan informasi kepada publik.
Informan ahli daerah direkrut dari unsur akademisi, pengusaha, LSM, dan Jurnalis yang siap memberikan penilaian kepada instansi pemerintah dan lembaga lain.
Sementara Ketua Komisi Informasi Aceh Arman Fauzi didampingi Ketua Pokja Muhammad Hamzah menyebutkan selama ini pihaknya terus mendata lembaga-lembaga yang belum atau sedang dalam melakukan keterbukaan informasi maupun terkait kasus kasus sangketa publik yang dibawa ke ranah hukum.
"Kita perlu terus mendorong agar pemerintah Aceh maupun lembaga lainnya untuk dapat memberikan informasi yang akurat dan tidak ditutupi," pungkas Hamzah. [*]