Ketua Fraksi Gerindra DPRA: Kinerja Pemerintah Aceh Lambat
Font: Ukuran: - +
Reporter : Auliana Rizki
Ketua Fraksi Parta Gerindra DPRA, Abdurrahman Ahmad. [Foto: Auliana/Dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Fraksi Partai Gerindra Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Abdurrahman Ahmad mengatakan, kinerja Pemerintah Aceh lambat, hampir semua program tidak terealisasikan.
Tanggapan tersebut disampaikan usai Rapat Paripurna dengan agenda “Pembukaan Masa Persidangan I Tahun 2022 dan Persetujuan Terhadap Rancangan Qanun Aceh tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Tahun Anggaran 2022 untuk Menjadi Qanun Aceh” di gedung utama DPRA, Selasa (11/1/2022).
Ia menyampaikan, kita sudah sahkan anggaran tepat waktu, jangan sampai pelaksanaan nanti berlarut-larut.
"Badan Pendapatan Jasa (BPJ) selama ini banyak sekali hambatan dalam proses kegiatan, termasuk pemenang tender terus diulurkan waktunya. Oleh karena itu, yang harus diutamakan kepentingan rakyat bukan kepentingan kelompok-kelompok tertentu," tegas Abdurrahman.
Jadi tugas PBJ, katanya, adalah menender kegiatan, menandatangani kontrak, dan menetapkan pemenang, jangan diulur waktu sehingga waktu yang dimiliki tidak cukup lagi.
“Walaupun mereka katakan cukup waktu, tapi secara rasional tidak cukup waktunya. Jadi dalam mempertimbangkan itu harus menetapkan hari untuk selesai,” ucapnya saat diwawancarai Dialeksis.com usai rapat paripurna.
Ia menekankan Pemerintah Aceh supaya mengontrol, menindaklanjuti, dan bila ada personil yang bermain-main dan mengundurkan waktu untuk kepentingan lain itu dipindahkan saja.
“Dipindahkan saja kalau memang tidak sesuai, dievaluasi kemudian dimutasi, termasuk kepalanya sendiri kalau memang ketuanya mementingkan kelompok-kelompok tertentu bukan kepentingan pembangunan daerah,” tegasnya.
Ia juga mengatakan, dari indikator SILPA semakin meningkat, itu membuktikan bahwa pengelolaan tata daerah semakin hari semakin buruk, jadi harus diperbaiki, yang menderita rakyat, yang kasihan rakyat.
“Betapa mirisnya kita bila suatu kegiatan tidak terealisasi, misalnya irigasi tidak jadi dibuat, yang menderitakan masyarakat,” ujarnya lagi.
Ia menyebut, peran kepala daerah tidak boleh membiarkan UMP seperti itu, dia harus dikontrol, PBJ itu bawahannya langsung dari Sekda, tidak ada istilah alasan mencampuri urusan proyek, ketika sebuah program tidak jalan harus diselesaikan.
Tidak hanya itu, terkait penanggulangan banjir yang terjadi saat ini juga jadi permasalahan. Pemerintah Aceh hanya menyelesaikan akibat dari banjir yang terjadi di beberapa kabupaten kemarin, seperti Aceh Utara, Aceh Tamiang, dan Aceh Timur.
"Problema dana, kita cari uang dari lobi-lobi pusat. Harusnya ada anggaran penanggulangan banjir, jika tidak setiap tahun akan terjadi banjir. Saat ini, pemerintah hanya menanggulangi penyebab banjir tersebut, sebenarnya bukan bantuan ketika banjir yang dibutuhkan tapi penanggulangan dari banjir tersebut,” tambahnya.
“Yang penting desain penanggulangannya. Masalah uang bisa kita cari sama-sama. Bisa ada uang dari APBA, APBN, atau dana Otsus yang ditransfer ke kabupaten/kota,” pungkasnya. [AU]