kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Ketua IKAL Aceh: Pancasilais Itu Bukan Soal Ucapan

Ketua IKAL Aceh: Pancasilais Itu Bukan Soal Ucapan

Senin, 01 Juni 2020 10:04 WIB

Font: Ukuran: - +

Ketua Umum Ikatan Keluarga Alumni Lemhanas (IKAL) Provinsi Aceh Prof Syahrizal Abbas. [Foto: IST]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Setiap 1 Juni diperingati hari lahir Pancasila. Ketua Umum Ikatan Keluarga Alumni Lemhanas (IKAL) Provinsi Aceh Prof Syahrizal Abbas mengatakan, ada tiga poin yang menjadi refleksi bagi bangsa ini.

"Pertama, bangsa Indonesia harus mendalami sejarah bangsanya terutama ketika bangsa itu dibentuk dengan satu ideologi besar yang namanya Pancasila. Jadi kita harus tahu betul bahwa bangsa ini dibangun oleh pendiri bangsa dengan gagasan Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara," jelas Prof Syahrizal saat dihubungi, Senin (1/6/2020).

"Nah di dalam Pancasila adalah hasil dari pemikiran bangsa Indonesia melalui tokoh-tokoh bangsa waktu itu, yang mengambil dari ajaran agama, kebudayaan dan jati diri bangsa yang tercermin dalam sila-sila Pancasila. Itu cita-cita bangsa. Hampir diyakini sepenuhnya bahwa inilah jalan yang dapat mengantarkan bangsa Indonesia adil dan makmur, sejahtera dan bahagia di dalam negara kesatuan republik Indonesia," tambahnya.

Ketua IKAL Aceh ini berujar, Pancasila adalah hasil ijtihad intelektual para pendiri bangsa. Dan ini bagian dari kehendak bangsa yang harus dipahami mulai dari masyarakat sampai tokoh-tokoh pemimpin bangsa sekarang.

"Kedua, bagaimana mengimplementasikan Pancasila itu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di kehidupan sehari-hari. Kalau kita mau lihat akar dari Pancasila ini yaitu berasal dari doktrin ajaran agama, kemudian nilai-nilai universal, nilai budaya," jelas Prof Syahrizal.

Hal itu bisa dilihat, lanjutnya, misalnya Pancasila itu dalam sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Bangsa Indonesia harus meyakini bahwa ajaran agama, termasuk Islam yang paling dominan di sini dan itu merupakan penggagas di dalam konteks Pancasila, yakni umat beragama harus menjalankan agama dengan baik.

"Ketaatan beribadah harus berimplikasi pada kemampuan seseorang untuk menghadirkan dirinya bermanfaat bagi orang lain," ungkap Ketua IKAL Aceh itu.

"Misal seorang ASN, dia menjalankan ajaran ibadah, katakanlah dia seorang muslim, seperti menjalankan perintah salat, puasa dan itu harus berimplikasi pada kehidupan bermasyarakat yang lain. Kehadiran dia harus dirasakan manfaatnya. Seorang ASN hadir di masyarakat bisa membantu orang lain, memberikan pencerahan kepada orang lain, bisa mengajak orang lain untuk menciptakan kedamaian dan kebaikan di mana ia berada. Ini contoh yang paling kecil," tambahnya.

Prof Syahrizal melanjutkan, kalau pemegang otoritas kebijakan, misal dalam konteks keadilan sosial, apakah kebijakan itu bisa memihak rakyat atau tidak. Bisa mendatang kesejahteraan, keadilan, pendapatan ekonomi atau tidak. Ini bisa diukur.

"Tidak mesti seseorang mengatakan saya ini Pancasilais. Tidak perlu. Bagi saya tidak penting. Tapi yang penting, seorang aparatur negara, seorang tokoh bangsa, seorang pemimpin masyarakat bahkan secara pribadi, dia bisa menjalankan perintah agama dengan baik, kehadirannya bisa mendatangkan kebaikan, membantu orang lain, mendorong kemajuan ekonomi, itu sudah Pancasilais," ungkap Prof Syahrizal.

"Sekali lagi ingin saya sampaikan bahwa bukan persoalan oral yang diharapkan oleh pendiri bangsa, tapi bagaimana cita-cita, tindakan dan kebijakannya itu bisa menghadirkan keadilan, kesejahteraan, kedamaian di tengah-tengah masyarakat," tambahnya.

Ketiga, lanjutnya, hari lahir Pancasila harus diperingati dengan baik. Karena ini suatu momentum untuk merefleksi diri apa yang sudah dikerjakan itu sudah sejalan atau tidak dengan nilai dan kehendak pendiri bangsa yang tertuang dalam Pancasila.

"Kalau belum maksimal, maka kita merefleksi supaya ke depan bisa kita perbaiki. Harapan masyarakat itu besar sekali untuk mewujudkan keadilan, kesejahteraan, kemakmuran, gotong royong, musyawarah," ungkap Prof Syahrizal.

"Melalui peringatan 1 Juni ini, harus kita refleksikan kembali dan apa yang harus kita bangun. Sehingga pendiri bangsa itu merasakan bahwa cita-cita bangsa dilanjutkan oleh generasi setelah mereka," pungkasnya. (sm)

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

Berita Terkait
    riset-JSI
    Komentar Anda