DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS), Iskandar Zulkarnaen, menegaskan bahwa pengelolaan layanan di lingkungan BPKS tidak bisa dilimpahkan sepenuhnya kepada dirinya semata.
Menurutnya, BPKS sebagai Lembaga Pemerintah Non-Struktural yang berstatus Badan Layanan Umum (BLU) memiliki mekanisme kerja kolektif yang melibatkan seluruh unit dan deputi.
“BPKS menyelenggarakan layanan kepelabuhanan, perizinan maupun non-perizinan, serta pemanfaatan barang milik negara seperti tanah dan bangunan. Semua itu berada dalam pengendalian deputi sesuai bidangnya, termasuk mitigasi risiko, kebijakan komersialisasi, hingga pengembangan bisnis dan infrastruktur kawasan,” kata Iskandar dalam keterangan resminya yang diterima Dialeksis, Rabu (27/8/2025).
“Jadi tidak tepat jika seluruh tanggung jawab tersebut hanya ditimpakan kepada Kepala BPKS tanpa menilai kontribusi unit pelaksana lain,” tegasnya.
Pernyataan ini disampaikan Iskandar menanggapi mosi tidak percaya yang dilayangkan sejumlah pejabat tinggi BPKS, yakni Wakil Kepala BPKS T. Hendra Budiansyah, Deputi Umum Fajran Zain, Deputi Komersial dan Investasi Jeliteng Pribadi, serta Deputi Teknik, Pengembangan, dan Tata Ruang Azwar Husein, kepada Gubernur Aceh selaku Ketua Dewan Kawasan Sabang pada 23 Agustus 2025.
Iskandar menegaskan, pengambilan keputusan dan distribusi tugas di BPKS dilakukan secara transparan melalui sistem administrasi digital Aplikasi Srikandi, grup komunikasi internal, hingga rapat pimpinan bulanan maupun rapat insidental. Seluruh instruksi, katanya, terdokumentasi dan dapat diakses oleh jajaran manajemen dari tingkat Kepala hingga pejabat teknis.
“Selain itu, hampir setiap bulan kami mengadakan pertemuan dengan Dewan Pengawas BPKS untuk membahas capaian, tantangan, serta tindak lanjut arahan pemerintah, baik pusat maupun Dewan Kawasan Sabang,” jelasnya.
Iskandar turut menyinggung soal rapat koordinasi agenda strategis kawasan Sabang yang digelar pada 25 Agustus 2025 dan dipimpin Sekretaris Daerah Aceh. Rapat tersebut, menurutnya, menghasilkan sejumlah rekomendasi penting, termasuk penataan kelembagaan BPKS.
“Namun sangat disayangkan, para penyusun mosi justru tidak hadir tanpa alasan yang jelas. Mereka baru muncul setelah rapat selesai untuk menyerahkan mosi tidak percaya kepada Sekda Aceh,” ungkapnya.
Iskandar menilai tudingan soal ketidakmampuan manajerial maupun gaya kepemimpinan yang tidak akomodatif hanyalah asumsi sepihak. “Klaim seperti itu tidak pernah dikomunikasikan langsung kepada saya selaku pimpinan BPKS. Sangat tidak tepat bila klarifikasi dilakukan secara sepihak,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa komunikasi dengan berbagai pemangku kepentingan tetap berjalan, baik di tingkat nasional seperti dengan Komisi VI DPR RI, Bappenas, Kementerian Keuangan, maupun kementerian terkait lainnya maupun di tingkat daerah bersama Dewan Kawasan Sabang dan SKPA.
“Alhamdulillah, hingga hari ini kami selalu mendapatkan arahan dan bimbingan dari Gubernur Aceh selaku Ketua Dewan Kawasan Sabang untuk pengelolaan organisasi BPKS,” kata Iskandar.
Dalam komentarnya, Iskandar menekankan bahwa dinamika organisasi adalah hal biasa, namun sebaiknya disikapi secara bijaksana.
“Perbedaan pandangan dalam manajemen wajar terjadi, tetapi yang lebih penting adalah mencari solusi bersama, bukan saling menyalahkan. BPKS adalah amanah negara untuk mengelola kawasan strategis Sabang. Maka sudah sepatutnya kita semua, baik pimpinan maupun jajaran, menjaga marwah lembaga ini dengan profesional,” pungkasnya. [arn]