KMPAN Aceh Desak Angkasa Pura Gunakan Bahasa Aceh di Bandara SIM
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Ac - Komite Mahasiswa dan Pemuda Aceh Nusantara (KMPAN) sudah menyurati pihak Angkasa Pura II selaku pengelola Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) Blangbintang, Aceh Besar supaya menggunakan Bahasa Aceh di bandara tersebut.
Hal tersebut Sekjen KMPAN Fadhli, kepada Dialeksis.com, Jumat (28/6/2019).
Pada kesempatan tersebut Fadhli mengatakan Surat itu merupakan yang kedua kalinya dikirim oleh KMPAN untuk Angkasa Pura. Surat tersebut juga ikut ditembusi kepada Gubernur Aceh, DPRA dan Wali Nanggroe.
Fadhli menjelaskan tujuan KMPAN meminta bandara menggunakan bahasa Aceh dalam rangka melahirkan terobosan-terobosan otentik lainnya di bidang bahasa dan kebudayaan.
Dikatakan, sebelumnya KMPAN juga sudah mengirim surat dengan tuntutan yang sama pada tanggal 19 Februari 2019.
"Namun, melihat respon dari bandara yang mungkin terkesan abai, kami berinisiatif mengirim ulang surat tersebut agar usulan ini dapat diagendakan ulang oleh pihak yang berwenang," kata Fadhli.
Karena para pemangku kepentingan di Aceh ini juga memiliki kepentingan berpikir dalam menyelamatkan bahasa dan kebudayaan Aceh dalam cakupan lebih luas.
Fadhli melanjutkan, pada prinsipnya mereka tidak hanya menyasar bandara saja, namun kedepan juga akan meminta diberlakukan di tempat lainnya dalam rangka menjaga budaya.
Ini lima poin permintaan KMPAN dalam surat yang dilayangkan kepada PT Angkasa Pura II Bandara SIM Blangbintang, Aceh Besar:
1. Meminta General Manager Sultan Iskandar Muda Airport untuk menggunakan Bahasa Aceh sebagai pelengkap Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris dalam menyampaikan informasi
dalam wilayah Bandara Sultan Iskandar Muda.
2. Penggunaan Bahasa Aceh dalam ruang lingkup Bandara adalah untuk memperkenalkan dan mempromosikan Bahasa Aceh kepada wisatawan Domestik dan Mancanegara, selain itu juga dapat mempermudah penumpang yang hanya mengerti Bahasa Aceh.
3. Mendorong General Manager Sultan Iskandar Muda Airport untuk berkonsultasi dengan Gubernur Aceh, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, Wali Nanggroe dan Majelis Adat Aceh terkait penggunaan Bahasa Aceh di Bandara Sultan Iskandar Muda, dan terus memfollow up agenda ini sampai dengan keluarnya kebijakan baru.
4. Penggunaan Bahasa Aceh di Bandara ini adalah upaya menjaga kearifan lokal. Usulan ini juga dapat dikembangkan dengan penggunaan Bahasa-Bahasa Daerah di tempat lain seperti penggunaan Bahasa Gayo di Bandara Rembele, Bahasa Singkil di Bandara Hamzah Fansuri, Bahasa Simeulue di Bandara Lasikin dan lain sebagainya.
5. Mengajak seluruh rakyat Aceh untuk mendukung dan terus mendesak pihak yang memiliki otoritas dan wewenang untuk segera mensahkan peraturan ini. (Fajrizal)