Beranda / Berita / Aceh / Koalisi Masyarakat Sipil Respons Penanganan 93 Pengungsi Rohingya di Kota Langsa

Koalisi Masyarakat Sipil Respons Penanganan 93 Pengungsi Rohingya di Kota Langsa

Rabu, 19 Februari 2025 16:45 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Redaksi

Imigran etnis Rohingya di Terminal Tipe A, Kota Langsa, Provinsi Aceh. [Foto: Humas Res Langsa]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Koalisi masyarakat sipil yang terdiri atas AWPF, KontraS Aceh, YKMI, PKBI, Rumah Relawan Remaja, SUAKA, dan Yayasan Panca Jiwa Madani (YPJM) merespons terkait penanganan pengungsi etnis Rohingya yang ditahan polisi saat razia di Langsa.

Dalam pernyataan bersama Koalisi Masyarakat Sipil yang diterima dialeksis.com pada Rabu (19/2/2025), mereka menceritakan kronologis kejadian.

Pada Senin, 17 Februari 2025, sebanyak 93 pengungsi ditahan di depan Terminal Tipe A, Simpang Lhee, Langsa Barat, Kota Langsa. Para pengungsi yang terdiri dari 32 laki-laki, 51 perempuan, dan 10 anak-anak ini, ditemukan dalam bus tanpa nomor polisi saat razia Operasi Keselamatan Seulawah 2025 yang digelar Polres Langsa, pada pukul 10.00 WIB.

Menurut keterangan sopir bus tersebut , pengungsi dijemput di seputaran wilayah Kabupaten Bireuen, untuk selanjutnya dibawa menuju Pekanbaru. Saat terjaring razia di Langsa, bus dan pengungsi lalu ditahan di terminal tersebut selama 10 jam, tanpa melalui proses pendataan pengungsi oleh pihak berwenang (Imigrasi dan Kepolisian).

Usai ditahan, pada pukul 20.00 WIB, pengungsi kembali dinaikkan ke dalam bus, kemudian dikembalikan ke lokasi awal penjemputan. Hingga siaran pers ini diturunkan, berbagai lembaga kemanusiaan tidak mendapatkan akses untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada pengungsi.

Pada hari yang sama, digelar rapat koordinasi melibatkan pemangku kepentingan dari kalangan pemerintah dan lembaga terkait hal ini . Hasil koordinasi tersebut, para pengungsi dikembalikan ke lokasi penjemputan di Bireuen.

"Buruknya penanganan pemerintah terhadap pengungsi, bukan pertama kalinya terjadi di Aceh. Pada November 2024 lalu, pengungsi telantar tanpa dipenuhi hak dasarnya, saat mereka diangkut ke dalam truk dan menempuh perjalanan selama 48 jam dari wilayah Aceh Selatan ke Banda Aceh, hingga mereka tiba di Kantor Wilayah Kemenkumham Aceh," Alja, perwakilan dari AWPF.

Mengacu Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri, organisasi masyarakat sipil menegaskan beberapa catatan penting. Di antaranya, perihal tindakan pengembalian pengungsi ke lokasi penjemputan, merupakan tindakan keliru dan dapat membahayakan keselamatan pengungsi. Padahal, dalam Pasal 18, 19, dan 20 dalam Perpres ini ditegaskan, bahwa polisi wajib mengamankan pengungsi untuk diserahkan ke pihak Imigrasi guna proses pendataan, untuk memastikan status 93 orang ini merupakan pengungsi atau imigran.

"Tindakan keliru ini, tak lepas dari buruknya koordinasi antar instansi yang berwenang dalam penanganan pengungsi. Dalam hal ini, Satgas Penanganan Pengungsi Luar Negeri tidak menjalankan fungsinya dalam mengoordinasikan penanganan pengungsi, mulai dari tahap penemuan, penampungan, pengamanan hingga pengawasan, sebagaimana diamanatkan dalam Perpres tersebut," ucap Azharul Husna dari KontraS Aceh.

Sementara pada Pasal 31 ayat (3) disebutkan, instansi pemerintah berkewajiban menciptakan kondisi yang aman guna menghindari tindak kejahatan, terhadap pengungsi. Tindakan mengembalikan pengungsi ke lokasi awal penemuan, dapat mengancam keselamatan mereka, karena pengungsi tersebut rentan menjadi korban kejahatan berikutnya.

Koalisi masyarakat sipil juga menyesalkan tindakan Pemerintah Kota Langsa yang tidak melakukan penanganan pengungsi sesuai aturan yang ada. 

"Dalam pernyataannya kepada media pada Senin (17/2/2025), Pj Wali Kota Langsa menolak kedatangan 93 pengungsi yang sempat ditahan petugas di Terminal A Kota Langsa. Padahal sebelumnya, Kota Langsa memiliki pengalaman baik di masa lalu dalam penanganan pengungsi, dan menjadi salah satu rujukan praktik baik penanganan pengungsi di Aceh," ungkap Elfi Hasnita, perwakilan dari YKMI.

Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Pemerintah Kota Langsa untuk kembali berpegang pada prinsip-prinsip kemanusiaan. 

"Kami berharap pemerintah berkomitmen dalam memastikan perlindungan terhadap pengungsi, baik seperti yang tertera dalam Perpres 125/2016 maupun sebagaimana yang telah dilakukan sebelumnya. Dengan mengedepankan solidaritas dan kemanusiaan, kita dapat menjaga citra Aceh sebagai wilayah yang ramah terhadap mereka yang membutuhkan perlindungan," tutup pernyataan dari Koalisi Masyarakat Sipil. [red]


Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI