kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Komnas HAM Evaluasi Kebijakan Pendirian Tempat Ibadah

Komnas HAM Evaluasi Kebijakan Pendirian Tempat Ibadah

Jum`at, 04 September 2020 19:30 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Jakarta -  Pengaduan terkait pendirian tempat ibadah cenderung meningkat.  Kondisi ini mendorong Tim Kajian Peraturan Bersama Menteri (PBM) Rumah Ibadah, Bagian Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM RI menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertema “Pendalaman dan Wawancara terkait PBM Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 dengan Pemerintah dan Stakeholders Terkait”, di Hotel Mercure, Jakarta Pusat beberapa hari lalu.  

FGD ini menyoroti tugas kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan pendirian rumah ibadah berdasarkan PBM Menteri Agama dan Menteri Dalama Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006.  

Agus Suntoro, Ketua Tim Kajian PBM Rumah Ibadah menyebutkan, Komnas HAM ingin memastikan masyarakat tetap bisa melakukan hak beribadah di tengah sengketa rumah ibadah. Untuk mempertajam analisis, Komnas HAM menggandeng para ahli dari universitas, perwakilan dari Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Agama. 

Perwakilan dari penganut agama di Indonesia turut diminta pendapatnya. Seperti terlihat dalam sesi FGD online bersama Ketua Bidang Organisasi Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) I Wayan Suyasa dan Ketua Bidang Pelayanan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) Ws. Rudi Gunawijaya [KomnasHAM]. 

Pada dasarnya, PHDI tidak keberatan dengan ketentuan dalam PBM. Namun, Suyasa mengingatkan bahwa kewajiban pemerintah untuk menyiapkan fasilitas rumah ibadah bagi penganut agama Hindu di luar wilayah Bali.  

Matakin pun mencermati aturan PBM banyak membantu dan mendukung peribadahan umat Konghucu. Aksi penolakan terhadap pendirian klenteng ditengarai akibat provokasi sejumlah orang di luar lingkungan tempat ibadah dan aksi anarki ormas tertentu.

Kedua perwakilan umat beragama tadi menilai PBM memfasilitasi aspirasi melalui Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Forum ini dianggap berperan penting dalam menyosialisasikan dan menjadi penengah jika gesekan antarmasyarakat mulai terpantau.

Dalam sesi selanjutnya, perwakilan penganut agama Buddha mengapresiasi PBM yang memfasilitasi terselenggaranya sosialisasi pemahaman mengenai kerukunan melalui FKUB. Persyaratan minimal jumlah umat beragama untuk pembangunan rumah ibadah pun dirasa tidak memberatkan. 

Perwakilan umat Katolik Romo Heri berharap langkah Komnas HAM akan memperlancar hak konstitusi terkait tempat beribadah dan hak beribadah. Untuk menunjang kajian Komnas HAM, pihaknya tengah mengumpulkan data dan ragam permasalahan dari 37 keuskupan yang tersebar di 34 provinsi. PMB sebagai sebuah peraturan, dinilainya tidak bermasalah. Namun, praktik di lapangan, tidak semua unsur didukung oleh stakeholders. 

Para perwakilan menilai, kelemahan PBM terlihat karena tidak mencakup aturan atau regulasi terkait orang yang menolak pembangunan rumah ibadah. Mereka pun menyarankan sebaiknya ada penegasan tindakan hukum bagi pihak yang menolak pembangunan rumah ibadah.  

Berbagai masukan tersebut, menurut Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Sandrayati Moniaga akan dielaborasi sehingga bermanfaat dalam memperbaiki riset dan kebijakan di pemerintah.

 “Sudah waktunya kita menelaah dengan kritis terkait dengan produk hukum ini, apa produk hukumnya memadai atau tidak atau apakah malah implementasinya yang bermasalah,” tegas Sandra. 

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda