Komnas Perempuan Prihatin Tentang Pemulihan Hak Korban di Aceh
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas-Perempuan), prihatin dengan Keputusan Gubernur No. 330/1209/2020 tentang Penetapan Penerima Reparasi Mendesak Pemulihan Hak Korban kepada Korban Pelanggaran HAM.
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengatakan, keputusan gubernur tersebut sampai saat sekarang ini belum dilaksanakan, bahkan alokasi dana untuk pelaksanaan reparasi mendesak ini dikabarkan baru akan tersedia pada tahun anggaran 2022.
“Sebelumnya, KKR Aceh telah memverifikasi 245 korban penerima reparasi mendesak, termasuk 58 perempuan korban. Badan Reintegrasi Aceh (BRA) adalah pihak yang dimandatkan sebagai pelaksana reparasi mendesak, sesuai dengan amanat Qanun No. 6 Tahun 2015 dimana BRA adalah lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan program kegiatan reintegrasi,” ujar Andy melalui siaran persnya, Minggu (16/8/2021).
Andy menambahkan, Komnas Perempuan memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Aceh dan DPRA, agar memastikan alokasi bagi pelaksanaan reparasi mendesak bagi korban konflik sebagaimana telah ditetapkan pada tahun 2020.
Begitu juga pada Badan Reintegrasi Aceh, memastikan penyaluran reparasi mendesak diikuti dengan mekanisme pengawasan yang akuntabel dan mekanisme pendampingan agar bantuan dapat bermanfaat secara optimal.
“Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh memastikan keberlanjutan pengembangan sistem database, mekanisme pengambilan kesaksian yang sekaligus menjadi ruang pemulihan korban, upaya memorialisasi dan pendidikan publik, kerja berjejaring dengan masyarakat sipil, serta komunikasi konstruktif dengan berbagai pihak di tingkat lokal dan nasional,” tutur Andy.
Tambahnya, Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian Koordinasi Politik, Hukum dan Keamanan, untuk menindaklanjuti temuan KKR Aceh dalam kerangka mendorong pemenuhan hak-hak korban dan menghadirkan perdamaian sejati di Indonesia.
Baitul Mal Aceh mengembangkan mekanisme dan alokasi untuk mendukung korban konflik dengan perhatian khusus pada perempuan dan kelompok rentan lainnya.
Komunitas korban dan masyarakat sipil, khususnya di Aceh, untuk terus menguatkan kerja bersama KKR Aceh dan jejaring kerja pemenuhan hak asasi manusia di tingkat lokal dan nasional sebagai perwujudan pelaksanaan prinsip kerja penegakan hak asasi manusia;
“ Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia untuk turut mendukung upaya penguatan kelembagaan KKR Aceh, termasuk dengan mendorong pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi dari laporan dari hasil pengambilan kesaksian korban yang akan diterbitkan oleh KKR Aceh,” kata Andy.