KontraS Tagih Janji Pemerintah Aceh Tentang 245 orang Korban Pelanggaran HAM
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh menagih realisasi dari kebijakan Pemerintah Aceh terkait reparasi mendesak bagi 245 orang korban pelanggaran HAM masa lalu di Aceh yang diklaim oleh Pemerintah Aceh sebagai salah satu capaian kinerja terkait dengan indicator Perdamaian.
Koordinator KontraS Aceh, Hendra Saputra mengatakan, sebelumnya kebijakan itu diterbitkan lewat Surat Keputusan (SK) Gubernur Aceh Nomor: 330/1209/2020, pada tanggal 27 Mei 2020. Namun hingga kini kebijakan itu tak kunjung direalisasikan.
“Seharusnya tidak boleh sebatas SK gubernur saja, tapi yang namanya reparasi mendesak itu ya segera direalisasi dalam tahun yang sama dengan terbitnya SK tersebut. Kalau direalisasikan tahun berikutnya, maka tidak bisa digolongkan lagi sebagai reparasi mendesak, lebih kepada reparasi konprehensif” ujar Hendra, Kamis, 8 Juli 2021.
Untuk diketahui kembali, reparasi mendesak mengacu pada Qanun tentang KKR Aceh bertujuan untuk mendorong proses pengungkapan kebenaran atas peristiwa pelanggaran HAM masa lalu di Aceh. Reparsi mendesak diberikan kepada mereka yang membutuhkan, sehingga proses pengungkapan kebenaran bisa berlangsung tanpa ada hambatan.
“Kondisi mendesak dalam reparasi kalau mau kita umpakan dalam situasi bencana alam, mirip seperti proses emergency respon pasca bencana, dimana masyarakat terdampak bencana musti dibantu dulu kebutuhan dasar pangan untuk dia bertahan hidup,” terangnya lagi.
Sementara itu, dalam SK Gubernur Aceh tentang penetapan reparasi mendesak bagi korban pelanggaran HAM, jenis layanan reparsi mendesak yang diberikan dapat digolongkan dalam: 1) layanan medis, 2) layanan psikologis, 3) bantuan usaha, 4) jaminan sosial bagi korban lansia, dan 5) layanan keperdataan.
Karena itu, KontraS Aceh mendesak pemerintah aceh agar segera merealisasikan reparasi sebagaimana yang tercantum dalam lampiran SK tersebut, supaya bisa menjadi klaim terhadap capaian kinerja tahun ke lima.
Jika belum ada realisasi hanya masih sebatas SK Gubernur Aceh, menurutnya tidak tepat diklaim bahwa reparasi mendesak sebagai capaian 4 tahun Pemerintah Aceh dalam isu perdamaian.
“Kebijakan sejak 2020 yang belum ada realiasi, kok diklaim sebagai capaian?” tanya Hendra.
Ia juga menggaris bawahi, bahwa kritikan terhadap pemerintah harus dipandang sebagai upaya masyarakat sipil mendukung kinerja pemerintah menjadi lebih Good and Clin Goverment.
“Kebijakan pemerintah tidak boleh hanya sebatas ‘Jargon’ tapi harus radikal dan dapat dirasakan langsung oleh masyarakat,” pungkasnya.