KPA Minta Polda dan DPRK Tak Jadi Tameng Pejabat Aceh Jaya yang Tersangkut Dugaan Pelecehan Seksual
Font: Ukuran: - +
Mahasiswa Peduli Aceh Jaya (MPJ) menggelar aksi di Bundaran Simpang Lima, Banda Aceh. (Foto : GATRA/Teuku Dedi/far)
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kaukus Peduli Aceh (KPA) meminta agar Polda Aceh segera mengungkap ke publik dan tidak menyembunyikan apalagi menjadi tameng bagi pejabat Aceh Jaya yang tersandung kasus dugaan pelecehan seksual kepada mahasiswi Aceh Jaya yang berinisial N.
"Kapolda Aceh sebagai institusi penegakan hukum hendaknya segera menindak lanjuti dan tidak menutup-nutupi kasus dugaan pelecehan seksual kepada mahasiswi Aceh Jaya yang berinisial N yang diduga dilakukan oleh pejabat teras di Aceh Jaya. Karena persoalan akan terus dipantau dan disoroti publik serta akan berpengaruh kepada marwah kepolisian dan marwah penegakan hukum di mata hukum di mata masyarakat," ungkap Koordinator KPA, Muhammad Hasbar melalui rilis yang diterima media ini, Jum'at (09/08/2019).
Menurut Hasbar, dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum pejabat teras Aceh Jaya merupakan perbuatan tercela yang menjatuhkan marwah Aceh sebagai negeri syari'at Islam.
"Kita mendesak terduga yang merupakan pejabat teras di Aceh Jaya tersebut segera diproses secara hukum karena perbuatannya telah menjatuhkan marwah Aceh di mata publik. Apalagi, korban telah memiliki bukti yang relatif kuat yang dilaporkan berupa screenshoot video call. Bukti lainnya yang sangat memungkinkan yakni CCTV dan database kendaraan masuk ke Bandara SIM sehingga dapat dijadikan bukti kuat," ujarnya.
Selain itu, KPA juga meminta agar tidak ada upaya penghilangan bukti dalam kasus ini. "Publik harus terus pantau, jangan sampai ada upaya penghilangan barang bukti," cetusnya.
KPA juga mendesak agar DPRK Aceh Jaya sebagai perwakilan rakyat untuk segera melakukan pansus. "DPRK harus segera melakukan pansus untuk membongkar siapa pejabat teras tersebut. Jika seorang pejabat eselon maka DPRK harus merekomendasikan kepada Bupati Aceh Jaya agar pejabat berinisial I tersebut dipecat, namun jika yang terlapor tersebut adalah kepala atau wakil kepala daerah maka DPRK memiliki wewenang untuk melakukan hak angket dan impeacmen. Publik akan lihat apakah DPRK main kucing-kucingan dalam kasus ini atau tidak," tegasnya.
Kendatipun, banyak pihak menyatakan bahwa inisial I tersebut adalah Bupati Aceh Jaya namun pihaknya tetap menganut asas praduga tak bersalah.
"Terkadang wajar publik menduga inisial I tersebut adalah orang nomor satu di Aceh Jaya, selain faktor inisial yang sama juga faktor umur terlapor dalam BAP yang sama yakni 51 tahun," sebutnya.
"Sementara setelah kami telusuri Bupati Aceh Jaya pada 26 Juni 2019 genap berumur 51 tahun. Agar tidak terjadi simpang siur seharusnya Bupati Aceh Jaya menelusuri siapa pejabat berumur umur 51 tahun dengan inisial I, atau meminta supaya Polda memberi penjelasan siapa terlapor, sehingga dapat menetapkan sanksi yang tepat untuk terduga pelaku. Jika itu tidak dilakukan, maka jangan salahkan jika masyarakat menduga inisial I tersebut orang nomor satu di Aceh Jaya," jelasnya. (pd/rel)