Selasa, 26 Agustus 2025
Beranda / Berita / Aceh / KPK Surati 24 Kepala Daerah di Aceh, Minta Data Proyek Strategis dan Bansos

KPK Surati 24 Kepala Daerah di Aceh, Minta Data Proyek Strategis dan Bansos

Selasa, 26 Agustus 2025 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Surat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta setiap kepala daerah menyerahkan data terkait 10 proyek strategis, daftar pokok pikiran (pokir) DPRD, daftar hibah, serta bantuan sosial (bansos). [Foto: Dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menunjukkan sikap tegas dalam memperkuat pengawasan keuangan daerah. Lembaga antirasuah itu resmi melayangkan surat kepada seluruh 24 kepala daerah di Aceh, yang mencakup Gubernur Aceh, 18 bupati, dan 5 wali kota.

Surat dengan nomor B/5380/KSP.00/70-72/08/2025, tertanggal 21 Agustus 2025 itu, ditandatangani oleh Pelaksana Tugas Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK, Agung Yudha Wibowo.

Dalam isi surat yang dilansir media dialeksis.com pada Selasa (26/8/2025) tersebut, KPK secara tegas meminta setiap kepala daerah menyerahkan data terkait 10 proyek strategis, daftar pokok pikiran (pokir) DPRD, daftar hibah, serta bantuan sosial (bansos).

Batas waktu yang diberikan tidak main-main paling lambat 3 September 2025. Artinya, para kepala daerah hanya memiliki waktu kurang dari dua pekan untuk mengompilasi dan melaporkan data tersebut.

Tak ada satu pun daerah di Aceh yang luput dari pengawasan. Surat ini ditujukan kepada Gubernur Aceh serta seluruh bupati dan wali kota mulai dari Aceh Besar, Aceh Utara, Pidie, hingga Wali Kota Banda Aceh, Lhokseumawe, Sabang, dan Subulussalam.

KPK menegaskan, langkah ini bukan sekadar formalitas, tetapi bagian dari supervisi antikorupsi yang selama ini menjadi mandat lembaga tersebut.

“Data ini untuk memperkuat transparansi sekaligus menjadi bagian dari pengawasan potensi rawan korupsi di daerah,” tulis KPK dalam surat resmi yang diterima para kepala daerah.

Surat KPK ini menyoroti empat sektor yang selama ini dianggap paling rawan penyalahgunaan anggaran, yaitu Proyek Strategis Daerah, proyek bernilai besar, seringkali multi-tahun, dan melibatkan banyak pihak. Kondisi ini membuka celah praktik mark-up, pengaturan pemenang tender, hingga kualitas pekerjaan yang tidak sesuai.

Selain itu, ada Pokok Pikiran (Pokir) DPRD, pokir kerap disebut sebagai jalan tol kepentingan politik. Banyak kasus di daerah lain menunjukkan bagaimana pokir dijadikan ajang barter politik antara eksekutif dan legislatif.

Ada juga Dana Hibah, Hibah pemerintah daerah kerap tidak transparan dalam penyalurannya, bahkan rawan disalurkan ke kelompok tertentu yang dekat dengan penguasa dan Bantuan Sosial (Bansos), bansos sering dipakai sebagai alat pencitraan atau bahkan amunisi politik menjelang pemilu.

KPK melihat keempat pos anggaran ini sebagai titik rawan yang membutuhkan pengawasan ekstra. Dengan batas waktu 3 September 2025, KPK seolah ingin menguji komitmen kepala daerah di Aceh dalam hal keterbukaan.

"Data mohon dapat disarmpaikan sebelum tanggal 3 September 2025. Untuk pengiriman data dan informasi lebih lanjut dapat menghubungi PIC Wilayah masing-masing kontak terlampir). Atas perhatian dan kerja sama Saudara, disampaikan terima kasih," tutup isi dokumen tersebut. [nh]

Keyword:


Editor :
Redaksi

perkim, bpka, Sekwan
riset-JSI
17 Augustus - depot
sekwan - polda
bpka