Laporan BI: Pertumbuhan Ekonomi Aceh Menurun
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pertumbuhan ekonomi Aceh menurun pada triwulan berjalan yaitu 3,88% yoy (di bawah pertumbuhan nasional dan Sumatera). Angka ini menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,43%, yoy.
Sementara laju inflasi pada bulan laporan 2,51% (yoy) lebih rendah dibanding nasional (2,83%, yoy). Demikian disampaikan Kepala Kantor Bank Indonesia (BI) Perwakilan Aceh, Zainal Arifin Lubis, dalam keterangan tertulis yang diterima Dialeksis.com, Sabtu (01/06/2019).
Zainal menyebutkan, pertumbuhan kredit atau pembiayaan yang disalurkan perbankan sebesar 8,29%(yoy), dengan dominasi kredit/pembiayaan untuk keperluan konsumsi 58% diikuti modal kerja 30% dan investasi 12%. Dari sisi risiko, tingkat kredit/pembiayaan bermasalah (NPL/NPF) di Aceh menunjukkan tren penurunan sejak tahun 2016, yaitu di bawah 2%.
Namun, BI memperkirakan, perekonomian Aceh secara keseluruhan tahun ini diperkirakan tumbuh 4,54-4,94% (yoy) dengan laju inflasi di kisaran 2,85-3,25% (yoy).
Guna mencapai target pertumbuhan ekonomi serta pengendalian inflasi tersebut diperlukan percepatan kegiatan ekonomi terutama di sektor pertanian, industri dan pertambangan, serta peningkatan produktivitas, pasokan bahan pangan dan kelancaran distribusinya.
"Upaya ini perlu didukung oleh adanya sinergi antara Pemda, BI, dan institusi terkait lainnya, termasuk TPID," sebut Zainal.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi global melambat baik di negara maju maupun berkembang.
Berdasarkan World Economic Outlook, angka proyeksi pertumbuhan ekonomi global terkoreksi menjadi 3,3% (yoy). Pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan melambat menjadi 2,3% (yoy), sementara pertumbuhan ekonomi Tiongkok diprediksi 6,3% (yoy).
Zainal menyebut, ketidakpastian pasar keuangan global kembali meningkat seiring dgn ketegangan perang dagang yang kembali tereskalasi. Fed Fund Rate diperkirakan tetap sepanjang 2019 dan 2020 seiring dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi dan tekanan inflasi AS yang rendah.
Demikian pula kebijakan moneter Eropa yang diperkirakan tetap sepanjang 2019 untuk merespon perlambatan ekonomi dan penurunan tekanan inflasi. Aliran modal ke negara berkembang termasuk Indonesia masih meningkat, meski tidak setinggi aliran modal ke negara maju seiring dengan ketidakpastian pasar global yang meningkat.
Pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat berpengaruh pada volume perdagangan dan harga komoditas global yang menurun, seperti kopi, alumunium, CPO, nikel dan tembaga, kecuali harga minyak yang naik dipengaruhi faktor geopolitik.
Kondisi ekonomi global berdampak pada ekonomi Indonesia. Dalam catatan BI, perekonomian Indonesia pada triwulan berjalan 2019 tumbuh 5,07% (yoy), melambat dibanding triwulan sebelumnya (5,18%).
"Pertumbuhan tersebut lebih rendah dari perkiraan, dipengaruhi oleh penurunan ekonomi global yang berdampak pada kinerja ekspor, serta perlambatan konsumsi rumah tangga," sebut Kepala BI Aceh.
Ditengarai, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dibayangi risiko eksternal ekonomi global yang tumbuh melambat, ketegangan perdagangan yang berlanjut, geopolitik terutama ketidakpastian Brexit, volume perdagangan dunia yang melambat, dan harga komoditas yang turun.
Sementara dari domestik masih terdapat risiko terkait current account deficit yang masih tinggi. Prospek ekonomi Indonesia 2019 diprakirakan berada di bawah titik tengah kisaran 5,0-5,4%, sementara prospek inflasi diprakirakan tetap rendah dan stabil, berisiko dibawah titik tengah kisaran sasaran inflasi 3,5±1% pada 2019.(red)