Lembaga MAA Sudah di Obok-obok, Usman Sebut Gubernur Harus Melihat Secara Obyektif!
Font: Ukuran: - +
Reporter : fatur
Usman Lamreung. [Foto: Istimewa]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Akademisi, Usman Lamreung mengatakan Polemik Majelis Adat Aceh (MAA), sepertinya sudah menjadi benang kusut, salah satu lembaga bidang Keistimewaan Aceh kini sudah mulai tawar, hampa dan tak berdaya dalam menyelesaikan masalah internal mereka sendiri.
“Kita ketahui bahwa dilembaga terhormat tersebut di dalamnya ada para tokoh adat, cendikiawan dan akademisi,” ucapnya kepada Dialeksis.com, Minggu (13/2/2022).
Kemudian Dirinya mengatakan, kisruh dan polemik MAA di internal ini tidak diselesaikan dengan cara-cara terhormat, sesuai adat dan budaya Aceh, tapi lebih dominan penyelesaian dengan pendekatan kekuasaan.
“Ini secara terang-terangan, nampak sekali ada segelintir pengurus internal yang memamfaatkan Lembaga MAA untuk kepentingan mendapatkan posisi ketua dan pengurus dengan menghalalkan segala cara, termasuk melanggar ketentuan Qanun Aceh No. 8 Tahun 2019 tentang Majelis Adat Aceh,” jelasnya.
Bahkan, kata Usman, Lebih parah lagi segelintir anggota pengurus dengan menggunakan kedekatan lingkaran kekuasaan mengobok-obok kesepakatan musyawarah, dengan cara melobi Paduka Yang Mulia (PYM) Wali Nanggroe (WN) untuk menerbitkan surat rekomendasi dukungan pada salah satu pengurus MAA yaitu Tgk. Yus Dedi kepada Gubernur untuk ditetapkan sebagai Ketua Majelis Adat Aceh. Sesuai dengan No. 089/11/I/2022.
Sehingga, kata Usman, PYM WN mengusulkan Penetetapan Ketua Majelis Adat Aceh (MAA), agar gubernur mempertimbangkan untuk menetapkan saudara Tgk Yus Dedi ditetapkan sebagai Ketua definitif.
“Ini sudah dengan jelas melanggar Qanun dan keputusan hasil musyawarah yang sudah dilaksanakan oleh pengurus internal MAA,” kata Usman.
Sebelumnya, Usman menjelaskan, Putusan MA yang sudah inkrach dan juga Yusdedi masuk sebagai Pengurus MAA dengan jabatan Wakil Ketua 1 itu bukanlah hasil MUBES, bahkan dalam Rapat Musyawarah pemilihan Ketua tanggal 10 Januari 2022 yang Tgk Yus Dedi sudah kalah telak dengan meraih 10 suara sedangkan Sdr. Safrul Muluk menang Mutlak dengan menggondol 21 suara.
Berdasarkan hasil tersebut atas dasar apa Wali Nanggroe merekomendasikan sosok Tgk Yus Dedi, karena yang bersangkutan juga sudah kalah telak, kata Usman.
“Dengan rekomendasi dan dukungan Wali Nanggroe kepada yang bersangkutan ini menjadi sangat rancu sekali, sungguh sangat rancu, memalukan!. Dan menciptakan kembali suasana kekisruhan yang tidak habis-habisnya yang dapat membawa konflik berkepanjangan,” tegasnya.
Setingkat dan sekaliber Wali Nanggroe dengan menyandang predikat Pemersatu Masyarakat, tidak wajar mengeluarkan surat yang di dalam dunia perpolitikan sering disebut dengan "SURAT TUPÈ".
“Anehnya lagi, surat dukungan tersebut tertanggal 11 Februari 2022 atas dasar menanggapi surat dari Lembaga MAA yang ditujukan kepada Gubernur dan tembusan al. kepada WN yang tertanggal juga tanggal 11 Februari 2022, dalam hal ini, tentu kita dapat berkesimpulan luar biasa, bahwa skenario yang dimainkan dalam upaya menghalalkan seribu cara demi meraih ambisius kekuasaan,” ungkapnya.
Usman menyampaikan, masyarakat sangat menaruh harapan kepada mereka untuk berbuat lebih berkualitas, mengingat mereka adalah orang-orang berintegritas sebagai Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh Politik dan Tokoh Pendidikan yang bergelar Prof dan Doktor yang hemat kami tidak berlebel gadungan.
Lebih lanjut, Usman mengatakan, bahwa Kisruh MAA selama ini ada yang memamfaatkan kepentingan diri atau kelompok untuk mendapatkan jabatan sebagai ketua ataupun pengurus.
“Oleh karena itu, sudah sepatutnya Gubernur segera menetapkan Ketua MAA yang baru penganti Almarhum Prof. Dr. Farid Wajdi MA, agar konflik MAA terselesaikan dengan terhormat, dan dapat mempertimbangkan hasil rapat musyawarah pada 10 Januari 2022 yang dimana sosok Safrul Muluk mendapat 21 suara pada saat itu sebagai ketua defenitif, atau Gubernur menetapkan hasil putusan MA, sebagai tanda tunduk pada putusan hukum,” sebutnya.
Dalam hal ini, Usman juga menyampaikan, Gubernur dalam memutuskan dan menetapkan Ketua dan Pengurus MAA benar-benar obyektif sesuai hukum yang sudah ditetapkan atau atau Gubernur menetapkan hasil putusan MA, sebagai tanda tunduk pada putusan hukum, dan memberikan contoh yang baik pada masyarakat. [ftr]