Lestarikan Tradisi Lokal Lewat Aceh Culinary Festival 2019
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah yang diwakili oleh Plt Sekretaris Daerah Aceh Helvizar Ibrahim secara resmi membuka Aceh Culinary Festival 2019 di Taman Sulthanah Shafiatuddin, Jum'at malam (5/7/2019).
Festival ini digelar oleh Pemerintah Aceh lewat Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh untuk menampilkan berbagai jenis kuliner Aceh.
Dalam sambutannya, Nova mengucapkan terimakasih kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh serta Tim Penggerak PKK Aceh yang telah menggagas terlaksananya Aceh Culinary Festival ini. Kegiatan ini bukan sekedar memamerkan ragam masakan khas Aceh kepada masyarakat luas. Lebih dari itu, festival ini adalah bagian dari upaya untuk melestarikan budaya Aceh, sebab kuliner tidak semata berkaitan dengan pangan, melainkan bagian dari tradisi lokal yang perlu dilestarikan.
"Kita berharap kuliner Aceh dapat bertahan sebagai tuan rumah di daerah sendiri, sehingga ia mampu menandingi kehadiran ragam kuliner asing yang mulai menjarah di berbagai tempat," sebutnya.
Data Badan Pusat Statistik menyebutkan, usaha kuliner mampu memberi kontribusi hingga 42 persen terhadap ekonomi kreatif di berbagai wilayah di Indonesia. Pertumbuhan bisnis kuliner berkembang sangat pesat, sehingga usaha ini menghadirkan daya tarik tersendiri dalam mengundang minat para wisatawan. Bahkan tidak jarang kelezatan kuliner lokal menghadirkan inspirasi bagi kalangan dunia usaha untuk mengembangkan usaha ini di daerah lain.
Sebagai contoh, tingginya daya tarik Mie Aceh, Kopi Gayo, Ayam Tangkap dan berbagai jenis makanan Aceh lainnya bagi masyarakat luar Aceh. Bahkan hingga di Indonesia bagian timur pun, Mie Aceh mampu menghadirkan daya tarik bagi masyarakat luas.
"Selain Mie Aceh, Kopi gayo dan makanan khas Aceh lainnya, setidaknya ada ratusan lebih jenis kuliner yang secara tradisi telah hadir di daerah kita ini sejak lama. Tradisi kuliner ini cukup berkembang sejalan dengan siklus kehidupan masyarakat Aceh yang suka makanan khas daerah. Jika ada pesta, pasti menu yang disajikan adalah makanan khas daerah. Demikian juga saat kenduri di hari-hari tertentu, selalu diwarnai masak bersama makanan khas daerah," jelasnya.
Kebiasaan ini membuat kuliner Aceh menghadirkan daya tarik tersendiri bagi wisatawan, sehingga budaya yang diturunkan endatu ini tetap lestari sebagai salah satu ciri khas Aceh sepanjang masa.
"Meski Aceh memiliki ragam kuliner yang sudah dikenal masyarakat Indonesia secara luas, namun ada pula beberapa jenis masakan tradisional Aceh yang mulai dilupakan banyak orang. Contohnya, Apam yang dulu kerap ditemukan di wilayah pedesaan Pidie dan sekitarnya. Demikian juga kue Subang Gadeng yang terbuat dari bahan ubi jalar, tepung ketan dan gula merah, yang bentuknya mirip kerabu bundar berwarna gading. Ada pula makanan yang namanya Sie Reuboh, yang terbuat dari daging sapi atau daging kerbau yang dimasak dengan menggunakan bumbu tertentu," imbuhnya.
Pada festival ini, lanjut Nova, akan disuguhkan sekitar 1000 jenis variasi makanan dan minuman yang berkembang di seluruh Aceh. Penampilan ragam makanan ini merupakan bagian dari Program Aceh Meuadab dalam rangka memperkuat identitas Aceh melalui tradisi kulinernya. Ia berharap, semua jenis kuliner ini akan didokumentasikan, diteliti ulang dan dilestarikan secara bersama-sama. Semua jenis makanan ini juga perlu didaftarkan untuk mendapatkan sertifikasi halal dari lembaga berwenang.
"Untuk itu, saya meminta Pemerintah Kabupaten dan Kota, para pengusaha kuliner Aceh, UMKM dan pihak terkait untuk berkoordinasi guna mendapatkan sertifikat halal tersebut. Semua itu harus kita lakukan guna memberikan rasa nyaman bagi konsumen. Dengan demikian status Aceh sebagai World Best Halal Destination sejalan dengan keberadaan makanan halal yang tersaji di seluruh daerah ini," ujarnya.
Kegiatan Aceh Culinary Festival yang masuk dalam 100 Calendar of Event (CoE) Wonderful Indonesia 2019, mendapat dukungan dari Kementrian Pariwisata Republik Indonesia. juga menghadirkan sejumlah chef ternama dan pelaku industri kuliner yang ada di Aceh yang berlangsung selama 3 hari mulai tanggal 5 sampai 7 Juli 2019. (wn/fd/gl/jl).