Lintas Organisasi Wartawan Menggugat, Ini Jawaban Teuku Kemal Fasya
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Lintas Organisasi Wartawan (LOW) di Lhokseumawe, menggelar konferensi Pers, sehubungan dengan tulisan opini Teuku Kemal Fasya, Kehumasan dan hubungan eksternal, Universitas Malikul Saleh (Unimal).
Dialeksis.Com, selain menulis gugatan /permintaan LOW, juga meminta tanggapan Kemal Fasya atas permintaan wartawan yang menggelar temu pers.
Lintas organisasi wartawan di Lhokseumawe menuntut Kemal Fasya untuk segera meminta maaf kepada wartawan atas tulisan opini Parasit Demokrasi yang terbit di media Serambi Indonesia. Karena menurut LOW, tulisan itu melecehkan wartawan. Kemal Fasya harus meminta maaf secara tertulis dan dimuat media massa dimana opini tersebut diterbitkan.
"Kami menganggap tulisan itu sudah melecehkan harkat serta martabat wartawan Aceh, khususnya wilayah Lhokseumawe dan Aceh Utara. Karena opini Kemal Fasya itu telah melukai hati wartawan dan ini bukan persoalan sepele, tapi masalah serius. Kalau dikatakan banyak wartawan, maka tolong sebutkan siapa orangnya," kata Korlap Lintas Organisasi Wartawan, Rahmad Antara dalam konferensi pers yang digelar di Lhokseumawe, Jumat (5/7/2019).
Lintas organisasi wartawan, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Dewan Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Aceh (DPP-PWA), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Pewarta Foto Indonesia (PFI), mempertanyakan kepada Kemal Fasya soal tulisanya.
"Siapa saja dan dari media mana yang disebutkan sebagai wartawan "bodrex" lebih banyak berkerumun, pada momen-momen meugang puasa dan meugang lebaran. Lalu mana buktinya, jangan asal tulis opini sesuka hati tanpa memikirkan tulisannya dapat melecehkan profesi wartawan.
Menurut lintas organisasi wartawan (LOW), tulisan opini Teuku Kemal Fasya, "Parasit Demokrasi" telah menyudutkan profesi wartawan, dan dapat digolongkan sebagai tindak pidana, melanggar nilai-nilai yang termaktup dalam UUD 1945.
Lintas organisasi wartawan ini menyebutkan, Kemal Fasya sudah melanggar nilai nilai Pasal 28E ayat (2) dan (3) UUD 1945. Pasal 23 ayat (2) UU HAM. Setiap orang bebas menyebarluaskan opini/pendapatnya secara tulisan melalui media cetak seperti koran, dengan memperhatikan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan negara yang ditegaskan dalam Pasal 28J UUD 1945. Menurut LOW, Kemal Fasya sudah melanggar nilai nilai tersebut.
Ketua AJI Lhokseumawe, Agustiar Ismail, mengatakan pihaknya sangat menjunjung tinggi kebebasan berpendapat, baik media sosial maupun media massa. Agustiar mengapresiasi Kemal Fasya yang telah berkarya melalui opini, karena beropini atau berpendapat merupakan hak asasi semua orang.
"Kita menyesalkan sikap seorang Kemal Fasya yang kurang bijak dan notabenenya adalah seorang akademisi dan pengamat yang selama ini menjadi sumber para wartawan. Di satu sisi tulisan opininya yang menyanjung seorang wartawan anti amplop, namun dilain sisi, Kemal Fasya malah menitipkan amplop untuk wartawan melalui seorang wartawan senior. Ini sangat memalukan, konon lagi itu anggota AJI," sebut Agustiar.
Deni Andeva, perwakilan IJTI menyebutkan, persoalan beropini di media massa sangat kita hargai, tapi harus lebih cerdas melihat persoalan, sehingga tidak berbenturan dengan etika dan kehormatan orang lain," sebut Deni Andeva.
Maimun Asnawi, Ketua Umum DPP-PWA, menyebutkan semestinya jika pun ingin menulis pendapatnya, tentang parasit demokrasi, tidak seharusnya mengambil pintu masuk dengan menjelek-jelekkan para wartawan. Cukup banyak bahan dan sudut pandang yang tidak kalah menarik yang dapat disampaikan di tulisan itu.
"Sekarang saya bertanya, apakah Kemal Fasya dan seluruh orang yang ada di Unimal itu jauh lebih baik dari kaum kami para jurnalis. Jangan munafik, semua kita tidak sempurna, ada saja kesalahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Konon lagi bagi mereka yang duduk di posisi tertentu dalam sebuah lembaga, seperti Kemal Fasya di Unimal," ujarnya.
Selain mengecam keras opini Parasit Demokrasi yang dibuat Kemal Fasya. LOW juga meminta agar Kemal Fasya , segera meminta maaf kepada wartawan atas tulisan opini yang melecehkan wartawan secara tertulis dan dimuat media massa dimana opini tersebut diterbitkan.
Mendesak Rektor Unimal Dr. Herman Fithra mencopot jabatan Kemal Pasha sebagai kepala UPT Kehumasan dan Hubungan Eksternal Universitas Malikussaleh.
Tanggapan Teuku Kemal Fasya.
Teuku Kemal Fasya, Kehumasan dan hubungan eksternal Unimal, menjawab Dialeksis.com , Sabtu malam (6/7/2019) tentang permintaan (gugatan) LOW, menjelaskan, tulisan opininya berjudul Parasit Demokrasi, secara utama mengkritisi terhadap refresentasi sosial yang kemudian menjadi kelompok pro demokrasi, seperti wartawan dosen, mahasiswa,kelompok sosial kaum ibu.
"Tetapi jangan lupa setiap gerakan sosial itu tentu ada farasit, ada kelompok autocrat. Menjadi orang orang yang sel sel bebas mencari keuntungan sendiri. Dalam fenomena tulisan ini sebenarnya mengkritisi tentang fenomena wartawan abal abal," sebut Kemal Fasya.
"Wartawan abal-abal itu yang kemudian disebut wartawan amplop. Nah agak aneh ketika saya mengkritisi ini, ada wartawan merespon negatif, yang terutama teman teman yang di Lhokseumawe," sebut Kemal.
"Itu yang agak aneh. Karena yang disebut wartawan amplop atau wartawan abal abal itu, semua orang sudah tahu. Tulisan saya ini juga secara impiris, memang ada praktek begitu, ketika saya menjadi humas. Ada wartawan yang khusus minta minta. Ada kegiatan di satu tempat, dia menyebutkan saya udah hadir, mana duitnya," jelas Kemal Fasya.
Kemal Fasya menyebutkan, atas tulisan opininya tentang Parasit Demokrasi, dia mendapat banyak respon dan dukungan dari wartawan juga.
"Bahkan yang dari Aji pusat tadi menelpon dan memberi dukungan, mereka agak aneh juga kalau masalah ini dipolitisasi. Kalau wartawanya professional itu no problem, ini bagian dari kritik diri. Semua kelompok sosial. Dosen, mahassiswa juga saya kritik dalam tulisan itu," sebutnya.
Bagaimana dengan permintaan LOW agar Kemal Fasya meminta maaf dan memuat permintaan maaf itu di media tempat terbitnya opini itu? "Minta maaf. Tidak, saya pikir saya menulis sesuatu yang sipatnya kebenaran, kecuali saya salah tulis. Ketika menulis itu, saya dengan penuh kesadaran, mempergunakan kalimat dan kata, memilih diksi kata," sebutnya.
"Agak aneh kalau kemudian minta maaf, minta maaf kenapa? Kalau minta maaf, berarti saya mendukung praktek wartawan abal abal, kira kira kesitu muaranya. Agak aneh logikanya. Secara akademis saya siap mempertanggungjawabkan apa yang sudah saya tulis," jelas Kemal.
Kemal Fasya yang mengetahui Dialeksis.com sudah terverifikasi di dewan Pers dan memiliki wartawan yang telah bersertifikasi, dia memberikan penilaian.
"Media yang terverifiaksi secara kelembagaan seharus memang seperti itu. Namun ada juga media yang tidak disiplin dalam persoalan verifikasi. Begitu juga dengan wartawan, harus ikut pola sertifikasi. Namun ada yang mengaku wartawan, namun tidak ada sertifikasi, bahkan medianya tidak ada," sebutnya.
"Wartawan ditentukan dengan peran jurnalistik, dengan etika jurnalistik yang ketat dan ada media yang bisa menyalurkan fakta fakta dan informasi, benar dan sehat," sebutnya.
"Saya nonton film Washington Post. Bagaimana seorang wartawan dengan semangatnya untuk mencari data, disiplin verfikasi, menulis dengan benar dan akurat, bersipat imparsial. Itu yang harusnya kita jemput sekarang. Wartawan harus lebih tangguh," demikian penjelasan Kemal Fasya. (baga)