LPPM Unimal Membekali Mahasiswa KKN PPM
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Lhokseumawe - Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan kepada Masyarakat Universitas Malikussaleh (LPPM Unimal), Lhokseumawe, melaksanakan kembali program kuliah kerja nyata (KKN) pada tahun ajaran 2018/2019. Tahun ini program KKN berlangsung untuk angkatan ke-24.
Sebelum menerjunkan mahasiswa ke lapangan, LPPM membuat acara pembekalan di GOR AAC Uteungkot, Cunda, Lhokseumawe pada Selasa (11 September). Pembekalan ini dimulai sejak pukul 08.30 hingga 16.00 WIB. Setelah pembekalan mahasiswa diarahkan untuk berkoordinasi dengan dosen pendamping lapangan (DPL). Rencananya pelepasan dilakukan di kantor Bupati Aceh Utara pada Kamis (13 September).
Berbeda dengan model KKN zaman old, LPPM sejak empat tahun belakangan ini telah mengadopsi model baru, yang dinamakan Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (PPM). "Program ini sebenarnya mengadopsi gagasan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), yaitu sikap untuk lebih berempati kepada masyarakat’, ungkap Yulius Dharma, ketua LPPM Unimal.
Menurutnya, mahasiswa memang telah memiliki pengetahuan lebih sistematis dan ilmiah dibandingkan masyarakat pada umumnya, tapi praktik riil pengetahuan ada pada tubuh sosial masyarakat. Model KKN ini mengajarkan untuk saling belajar antara mahasiswa dan masyarakat dalam merancang program pemberdayaan dan pembangunan menjadi lebih partisipatif dan emansipatif, tambah Yulius.
Angkatan KKN kali ini diikuti 1468 mahasiswa. Mereka semua disebar di empat kecamatan yang ada di Aceh Utara, yaitu Kecamatan Syamtalira Bayu, Samudera, Syamtalira Aron, dan Tanah Pasir. Menurut Anismar, salah seorang pengurus LPPM, pemilihan kecamatan ini berdasarkan kesepahaman yang antara Unimal dengan pimpinan daerah Aceh Utara. Alasan pertama karena Aceh Utara termasuk daerah yang tertinggal secara pembangunan dibandingkan kabupaten/kota sekitar. Sehingga program KKN bisa membantu daerah dalam memperbaiki kualitas sosial-ekonomi masyarakat. Alasan kedua terkait ketahanan dana, karena biaya operasional minim. Unimal masih menganut sistem uang kuliah tunggal (UKT), sehingga agak berat melakukan KKN di daerah yang jauh.
Sementara menurut salah seorang DPL, Kamaruddin Hasan, pemilihan KKN PPM di Aceh Utara memiliki nilai plus-minus. Minusnya terletak pada konteks lokal yang telah diketahui oleh mahasiswa, sehingga tidak ada "surprise value", nilai keterkejutan secara sosio-kultural. Mahasiswa tak pusing lagi mempraktikkan komunikasi lintas budaya. Adapun untungnya saat melakukan supervisi dan pendampingan. Dengan jarak yang tak terlalu jauh, dosen bisa melakukan perkuliahan dan mendampingi KKN sekaligus, sebab proses perkuliahan telah berlangsung. "Jika ditempatkan di daerah jauh, tentu kesulitan bagi kami, apalagi dukungan operasional yang minim", ujar Kamaruddin yang juga aktivis pemberdayaan masyarakat. (tkf)