Mantan Kepala DP3A Nilai KPPAA Masih Dibutuhkan di Aceh
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
Gubernur Aceh, Zaini Abdullah didampingi Kepala DP3A Aceh, Dahlia, M. Ag, Wakil Ketua DPRA, Sulaiman Abda, Kajati Aceh, Raja Nafrizal SH, menandatangani prasasti peresmian gedung baru DP3A di Jeulingke, Banda Aceh, 28 Februari 2017. [Foto: Humas Aceh]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Polemik yang terjadi dalam Komisi Pengawasan Perlindungan Anak Aceh (KPPAA) belum ada ujungnya. Lembaga independen itu diisukan akan dibubarkan karena dianggap tumpang tindih Tupoksi dengan UPTD PPA.
Masa kerja Komisioner Komisi Pengawasan Perlindungan Anak Aceh (KPPAA) periode 2017-2022 akan berakhir pada Januari 2022. Jika dilihat berdasarkan tanggal pelantikan, Komisiner KPPAA akan berakhir pada 27 Februari 2022.
Namun sampai akhir November 2021 ini belum ada tanda-tanda dimulainya proses pembentukan panitia seleksi (Pansel) Komisioner KPPAA periode 2022-2027 oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh (DP3A).
Mantan Kepala DP3A sekaligus inisiator pembentuk lembaga KPPAA waktu itu, Dahlia, M.Ag, mengatakan KPPAA sudah pernah dibubarkan sekitar tahun 2010/2011, dengan alasan laporan pertanggungjawaban mereka dibuat semena-mena. Pembubaran itu juga melibatkan lintas sektor untuk meminta masukan dan kritikan.
Menurut Dahlia, penyebab akan dibubarkan kembali KPPAA karena kondisi kekurangan anggaran. Ia merasa prihatin karean sangat sedikit anggaran sementara persoalan kasus anak banyak terjadi.
"Kita tidak hanya menangani, tetapi perlu pengantar di hulu karena kalau di hulu nggak ditangani maka di hilir makin banyak terjadi. Sehingga semua komponen yang bertanggung jawab baik masyarakat, orangtua, pemerintah sama-sama membahu untuk mengurangi kasus ini," sebutnya.
Dahlia tak banyak berkomentar, ia mengatakan semua persoalan itu bergantung pada kebijakan kepemimpinan kepala dinas terkait.
"Saya melihat memang masih dibutuhkan adanya KPPAA, tapi saya juga tidak juga memojokkan DP3a karena juga terkadang bermasalah dengan perlu anggaran yang besar. Per korban itu mencapai 7 juta perlu untuk penanganan langsung, perlu rehab," terangnya.
Ia juga mengakui keberadaan KPPAA yang banyak mengawasi kasus-kasus yang tertinggal dan berhasil diselesaikan.
Dahlia berharap, semoga pemerintah memperhatikan KPPAA karena kasus anak itu sangat riskan atau besar risikonya. Untuk itu, dibutuhkan perhatian yang lebih serius dari semua pihak meningingat kasus yang kian banyak terjadi.