Maraknya Demo Soal Kasus Korupsi di Aceh, Kinerja KPK Dinilai Menurun
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani. [Foto: Dialeksis]
DIALEKSIS. COM | Banda Aceh - Belakangan ini maraknya aksi demonstrasi dari sejumlah publik di Aceh yang mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia untuk segera mengumumkan hasil penyelidikannya terkait dugaan korupsi yang melibatkan para penguasa.
Atas dasar itu, masyarakat Aceh yang tergabung dalam Aliansi Pemuda dan Masyarakat Aceh kembali mendatangi kantor KPK RI (Gedung Merah Putih) yang beralamat Jl. Kuningan Persada pada Senin, 7 Februari 2022.
Sebelumnya pada senin 1 Februari 2022 silam, massa yang sama juga mendatangi gedung merah putih tersebut guna meminta KPK mengusut tuntas dugaan korupsi di Aceh.
Kemarin, Selasa (8/2/2022) Aliansi Pemuda Aceh Menggugat (APAM) menggelar aksi unjuk rasa di halaman kantor BPKP Perwakilan Aceh juga menuntut hal yang sama.
Menanggapi hal itu, Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani mengatakan kondisi terjadi menjadi salah satu keprihatinan publik kepada kinerja KPK yang menurun. Menurutnya, respon KPK saat ini dalam menangani perkara korupsi terkesan lamban, tidak segereget KPK pada zaman dahulu.
"Ini sepertinya waktu yang melatarbelakangi bahwa proses penyelidikan perkara sudah pemeriksaan beberapa kali, tetapi tidak pernah ditingkatkan statusnya dan bentuk seperti itu harus dipertanyakan oleh publik di Aceh," ungkapnya kepada Dialeksis.com, Rabu (09/02/2022).
Tak hanya itu, kata dia, terutama objek perkara yang melibatkan para pihak yang diduga memiliki akses kekuasaan cukup tinggi dalam hal itu, mulai dari
Dugaan korupsi pada penggadaan tiga unit Kapal Aceh Hebat dan Proyek Multiyears yang keduanya dilaksanakan di tahun anggaran 2019 oleh Pemerintah Daerah Aceh.
"Jadi rentetan peristiwa pidana korupsi itu sebenarnya mengarah kepada orang-orang yang memiliki akses kekuasaan di Aceh bisa jadi Eksekutif maupun Legislatif. Inilah alasan publik menanyakan ke KPK," ungkapnya lagi.
Disinggung soal alasan KPK belum kunjung mengumumkan hasil penyelidikannya karena masih membutuhkan waktu yang cukup, Askhalani mengakui karena itu penyelidikan terbuka terkadang membutuhkan waktu lebih panjang dibanding Operasi Tangkap Tangan (OTT).
"Itu kita akui sebenarnya dalam proses penegakkan hukum, jadi wajar jika belum diumumkan untuk lebih mendalami kasus penyelidikannya," terangnya.
Tetapi, lanjutnya, yang menjadi kecurigaan publik jika dilihat dari rentetan peristiwa pidananya, pemeriksaan pada bulan Mei, Agustus, dilanjutkan pada bulan Oktober itu sudah lebih dari 8 bulan perjalanan penanganan perkara, tetapi tidak ditemukan ada unsur-unsur kuat.
"Biasanya dalam 2 alat bukti yang cukup yang sudah dipenuhi oleh KPK sudah ada sebenarnya, tinggal sekarang mau nggak KPK mempercepat proses penetapan tersangka," tegasnya.
Ia juga menyakini, KPK pasti sudah menghitung kerugian pada saat melakukan supervisi untuk melihat secara langsung 3 unit Kapal Aceh Hebat. Kemudian menurunkan tim segera untuk melakukan verifikasi di beberapa tempat yang dicurigai adalah bagian dari siklus tersebut.
"Nah apalagi yang kurang, ini yang menjadi pertanyaan publik kenapa KPK di masa Firli Bahuri ini begitu lambat menangani perkara objek korupsi yang ada," ucapnya.
Ia juga menilai, dari berbagai peristiwa pidana yang dilakukan pada proses penyelidikan di era Ketua KPK Firli Bahuri sekarang menunjukkan tidak seperti era dulu, saat ini kecenderungan publik untuk tidak percaya terhadap KPK cukup tinggi resistensinya. [nor]