Beranda / Berita / Aceh / Maraknya Kasus PMK di Aceh, Dosen Fakultas Peternakan USK Beri Saran Solutif

Maraknya Kasus PMK di Aceh, Dosen Fakultas Peternakan USK Beri Saran Solutif

Minggu, 19 Januari 2025 14:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Hendra Koesmara, S.Pt., M.Sc., dosen Fakultas Peternakan USK. [Foto: dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) masih menjadi ancaman serius bagi sektor peternakan di Aceh. 

Hingga saat ini, sejumlah kabupaten/kota seperti Aceh Timur, Langsa, Aceh Utara, Lhokseumawe, dan Bener Meriah melaporkan peningkatan jumlah kasus PMK pada ternak. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran tidak hanya di kalangan peternak, tetapi juga akademisi dan pemerintah daerah.

Hendra Koesmara, S.Pt., M.Sc., dosen Fakultas Peternakan Universitas Syiah Kuala (USK), mengungkapkan bahwa penanganan PMK memerlukan pendekatan komprehensif dan sinergis antara berbagai pihak. 

“PMK bukan hanya masalah kesehatan hewan, tetapi juga berdampak pada ekonomi dan ketahanan pangan. Oleh karena itu, perlu ada strategi terpadu untuk mengatasinya,” ujar Hendra saat diwawancarai Dialeksis.com pada Minggu (19/1/2025).

Hendra menyoroti pentingnya penguatan pengawasan di lapangan, terutama pada wilayah-wilayah dengan kasus PMK yang tinggi.

“Pemerintah daerah harus meningkatkan koordinasi dengan petugas kesehatan hewan untuk melakukan skrining rutin dan pemantauan di sentra-sentra peternakan. Penyediaan fasilitas karantina hewan yang memadai juga menjadi kunci untuk mencegah penyebaran lebih lanjut,” tegasnya.

Ia juga menggarisbawahi perlunya edukasi bagi peternak terkait pencegahan dan penanganan PMK. 

“Peternak perlu dibekali dengan informasi yang jelas tentang tanda-tanda klinis PMK, langkah-langkah pencegahan, serta pentingnya melaporkan kasus PMK secara cepat. Pendekatan ini akan mempercepat deteksi dini dan mitigasi,” tambahnya.

Hendra menyarankan agar pemerintah mempercepat program vaksinasi PMK secara menyeluruh. Menurutnya, vaksinasi merupakan langkah preventif yang sangat efektif untuk membatasi penyebaran virus. Namun, ia mengingatkan bahwa program ini harus disertai dengan data yang akurat mengenai populasi ternak di setiap daerah. 

“Tanpa data yang valid, distribusi vaksin bisa tidak tepat sasaran,” jelasnya.

Selain itu, Hendra menekankan perlunya keterlibatan perguruan tinggi dalam memberikan solusi berbasis penelitian. 

“Universitas Syiah Kuala siap berkontribusi melalui penelitian dan inovasi untuk mendukung pemerintah dan peternak dalam menghadapi PMK. Misalnya, dengan pengembangan vaksin lokal atau metode pengendalian yang lebih efisien,” pungkasnya.

Dalam waktu dekat, Hendra berharap adanya langkah konkret dari semua pihak untuk menekan angka kasus PMK di Aceh. 

“Kita perlu bergerak cepat dan bersama-sama, karena dampak PMK ini tidak hanya dirasakan peternak, tetapi juga masyarakat luas,” tutupnya. [ar]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI