Maraknya Nelayan Aceh Ditangkap, Ini Penjelasan DKP Aceh dan Panglima Laot
Font: Ukuran: - +
Reporter : Hakim
Nelayan Aceh yang ditangkap otoritas India kembali pulang. (Foto: Agus/detikcom)
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dalam kurun setahun ini puluhan nelayan Aceh ditahan oleh negara lain akibat mencari ikan di luar wilayah Indonesia. Melihat fenomena ini, tim Dialeksis.com menghubungi pihak terkait yang mengetahui permasalahan tersebut guna mendapat keterangan, apa yang terjadi sebenarnya.
Berikut respon dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh dan lembaga Panglima Laot.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh, Aliman, S.Pi, M.Si, mengatakan Kepulangan Jamaluddin Abubakar yang sebelumnya ditangkap otoritas Myanmar 2,5 tahun lalu bisa menjadi peringatan tersendiri bagi para nelayan dan semua pihak di Aceh.
“Ini menjadi peringatan tersendiri untuk nelayan yang tertangkap di Perairan Andaman Negara Myanmar dan kepada seluruh nelayan yang lain. Kasihan keluarga yang menunggu di rumah kalau sudah ditangkap,” Kata Aliman kepada Dialeksis.com, Minggu (02/05/2021).
Aliman mengatakan bahwa kasus penangkapan terhadap nelayan Aceh terus menerus terjadi. Kejadian berulang dengan alasan yang sama, yaitu mencari ikan saat ditanya. Padahal pihaknya sudah memperingati dan menfasilitasi guna mengetahui setiap batasan-batasan Negara.
“Itu sudah menjadi motif mereka. Kalau kita tanya selama ini, mencari ikan katanya. Namun, selama ini kami sudah memberi pelatihan dan edukasi tentang perbatasan, kami juga sudah memberi bantuan berupa GPS dan semacamnya guna tahu posisi mereka berada,” ujar Aliman.
Aliman juga sudah menyampaikan, bahkan setiap pawang laot itu sudah diberi SPB (Surat Pengemudi Berlayar) dan sudah di instruksikan kepada syah bandar agar setiap pengeluaran SPB untuk diperingatkan kembali kepada para nelayan.
Oleh karena itu, lanjut Aliman, ke depan DKP Aceh akan berupaya lebih sistematis, komprehensif dan terintegrasi, untuk meminimalisir kejadian serupa agar tidak terulang kembali.
Aliman berharap para nelayan mematuhi peraturan yang sudah dibuat, bila para nelayan kita terus masuk ke wilayah negara lain, maka nelayan asing pun demikian, sehingga terjadilah tangkap menangkap di setiap wilayah.
Disisi lain Sekjen Panglima Laot Aceh, Oemardi melihat kurangnya edukasi secara rutin dari pemerintah sehingga memberikan dampak seperti ini.
“Saya rasa edukasi secara terus menerus seperti program-program pelatihan dan pendidikan. Kemudian cara-cara penggunaan alat teknologi agar bisa melacak dimana posisinya, saya kira ini masih kurang," ujarnya.
Oemardi meminta agar mobilitasi dari pemerintah lebih ditingkatkan dengan cara sering melakukan sosialisasi bersama nelayan dengan memanfaatkan momen tertentu, seperti di hari Jum’at.
Sebagai lembaga Panglima Laot, pihaknya selalu memberi peringatan dan masukan di setiap rapat. Pihaknya juga sudah menyampaikan pesan ini kepada setiap Panglima Laot di kabupaten/kota agar persoalan seperti ini tidak terjadi lagi.
Oemardi juga mengungkapkan sejarah Selat Malaka ini memang sudah menjadi tradisi, dimana para nelayan saling berseberangan wilayah dalam mencari ikan. Oleh karena itu, ia berharap agar edukasi dan pelatihan di setiap daerah terus dilakukan secara rutin.[HKM]